logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Cemburu

Arana selesai memasang kaus kakinya. Dia beranjak dari teras masjid, menghadap dinding kaca hitam. Dia rapikan posisi niqab-nya yang agak miring lalu menyandang tasnya keluar dari pekarangan masjid.
Ah. Selesai shalat emang menenangkan rohani.
Baru saja dia berpikir seperti itu, dia terpaksa mengalami sesak dihimpit kayu yang menyerang kerohaniannya begitu tertegun melihat seorang cewek seksi berjalan mendekatinya.
Dengan seringai di bibir tipisnya, cewek itu berkata, “Udah makan siang?”
Arana menggeleng pelan campur bingung.
“Gimana kalo kita makan di kafe sana?” Cewek itu menaikkan sebelah alis coklatnya. “Kalo menyangkut Galih gue yakin lo nggak bakal nolak.”
**
Arana mengernyit, menatap cewek yang tengah menyeruput jus itu lekat.
“Maksud kamu apa?” tanya Arana yang mulai gerah lantaran cewek seksi itu malah menyeringai.
“Yaa, maksud gue kan jelas. Gue tuh bermaksud baik sama lo, ngasih lo kesempatan buat mikir ulang. Udahlah, Galih tuh sampe kapan pun nggak bakal cinta sama cewek kayak lo. Lo bakal cuma buang-buang waktu buat dapetin cintanya Galih. Karna Galih cintanya cuma sama gue, pacarnya.”
Alis tebal Arana menyatu, membentuk lipatan di keningnya. Gina menyuruhnya untuk cerai paksa? Lucu sekali. Bahkan di pikiran Arana belum pernah terbesit untuk meminta cerai.
Prinsipnya hanya menikah sekali seumur hidup. Nggak peduli cinta itu entah kapan munculnya. Pokoknya, dia nggak bakal minta cerai sebelum Galih yang menceraikannya.
“Saya rasa hubungan yang sah yang patut menyuruh hubungan yang haram untuk minggat duluan. Bukan sebaliknya.”
Gina terkekeh. “Okee-oke, menurut cewek kuno kayak lo pacaran emang haram. Hahah.”
“Harusnya kamu malu. Masak masih pacaran sama cowok yang udah beristri? Harga diri kamu jadi rendah. Kayak nggak ada orang lain aja.”
“Hahaha.”
Arana menyorot datar wajah yang tertawa di depannya. “Jadi kamu ngajak aku ke sini cuma ngomongin itu?” Arana berusaha mendatarkan nadanya setenang mungkin. Tentu dia ingin marah, tapi dia rasa marah nggak bakal menyelesaikan ini.
Gina menggeleng senyum. “Itu masih yang pertama,” katanya sembari mengusai tas kulitnya yang duduk di pangkuan. Lalu dia letakkan selembar foto berukuran 4R ke meja. Arana mengulurkan lehernya, mengernyit memandang benda itu.
Refleks matanya terpejam. Lirih getir bibirnya mengucap istighfar. Dia sentuh keningnya ketika kembali ke posisi semula.
Mendadak ada sesak di dada, membuat matanya memanas.
“Maksud kamu apa?”
Gina tertawa. “Udah jelas, ‘kan? Gue sama Galih bahkan lebih deket dari itu. Lo masih tetep tahan?”
Ketika Arana tatap foto itu sekali lagi, jatuhlah air matanya.
“Lo inget waktu gue ngobatin Galih yang babak-belur, ‘kan? Lo mau tau kenapa? Dia gebukin cowok-cowok yang godain gue. Yaa, walaupun dia bonyok gitu seenggaknya dia yang menang.”
Arana bangkit, menatap nyalang mata Gina.
“Dari awal saya udah bisa lihat hawa permusuhan dari tatapan kamu. Oke, kalo ini yang kamu mau. Kita bakal bersaing. Tapi ingat, saya nggak bakal nyerah sebelum Galih yang menceraikan saya.”
Arana raih foto itu kemudian pergi meninggalkan kafe, meninggalkan Gina yang terkekeh menikmati jusnya sambil membayangkan air mata Arana yang sempat dia lirik.
Dia ingin air mata itu lebih banyak, lebih deras, hingga Arana menyerah dan berlutut kalah, tersenyum perih di depan Gina sembari berkata, 'Kamu bener. Galih nggak bakal pernah mau mencintai saya’.
**
Arana melipat mukenanya, meletakkannya di atas nakas. Sekilas dia lirik dirinya saat melintas melewati meja hias. Ada pantulan gadis malang di cermin. Matanya bengkak, rambut lurusnya belum disisir. Seketika dia meraih sisir lalu duduk di pinggiran kasur, menyisir rambutnya tanpa minat.
Dia mengernyit, tak paham kenapa hatinya bisa seperih ini. Dari tadi dia berusaha menyangkal bahwa itu hal yang wajar, tapi tetap saja rasanya aneh. Ditambah matanya yang susah disuruh berhenti ngeluarin air mata.
Arana mendengus, menghalau perasaannya dengan shalawat. Dia letak sisir di meja dan meraih khimar lebarnya. Dengan langkah lunglai gadis itu keluar dari kamar, menuju dapur yang sunyi.
Arana membuka pintu kulkas, mengetuk dagu sebagai isyarat dirinya sedang berpikir keras pasal apa yang enak dimasak malam ini.
“Belum masak ya?”
Suara bariton itu membuat Arana menoleh. Dia dapati seorang cowok tengah meneguk air sambil berdiri. Nggak usah ditiru. Nggak baik kata Nabi.
Arana menutup pintu kulkas. Mood masaknya tiba-tiba hilang. Dia tinggalkan Galih begitu saja tanpa merespons cowok itu sedikit pun.
Galih yang bingung lantas mencegat langkah istrinya dengan menarik tangannya, membuat Arana berbalik menghadap dirinya.
Terang saja, kening Galih mengernyit, memastikan bahwa yang dilihatnya benar-benar Arana apa bukan.
Ada apa dengan mata sembap dan wajah yang sayu itu?
“Kenapa nangis?”
Arana mengalihkan pandangan, berusaha melepas cengkeraman Galih. “Siapa yang nangis?”
“Lah, mata lo bengkak gini.”
“Lepasin.”
“Jawab dulu.”
“Nggak nangis. Aku cuma kecapean.”
“Bohong.”
Arana mendengus. “Lepas, nggak?”
Melihat gelagat aneh istrinya, Galih semakin dibuat tak paham. “Kenapa, sih?”
Arana mendecak. “Nggak kenapa-napa.”
“Gue nggak pernah bohong sama lo. Jadi sportif, tolong jawab jujur.”
Arana menatap tajam mata Galih, menghela napas, kemudian tersenyum.
“Kalo aku nangis gara-gara kamu, kamu mau apa?”
Galih tertegun. Tanpa sadar cengkeramannya merenggang.
“Kamu percaya? Aku nangis gara-gara kamu.”
Melihat Galih tak berkutik, Arana lantas mendesah sinis, melepas tangannya dari tangan Galih. Dia tinggalkan cowok itu dalam kebingungan. Kembali dia dekati kamar, padahal perutnya lapar. Nggak papa. Ntar kalau Galih udah molor dia bakal ke dapur lagi; masak terus makan.
“Gue laper.”
Belum sempat Arana membuka pintu, suara itu seakan-akan menghalaunya untuk masuk. Arana menoleh, menatap jengkel cowok yang kini duduk di tepian meja makan.
“Dari tadi belum makan.”
“Masak sendiri,” ketus Arana.
“Tega banget, elahh. Nggak bisa masak gue.”
“Manja.”
“Nggak mau jadi istri durhaka, ‘kan?” Well, Galih menggunakan kartu AS-nya untuk memberi telak pada Arana yang spontan terdiam.
Arana mendecak, meremas jemarinya sebal. Kalau sudah itu ancamannya, dia nggak bisa lagi berkutik. Sebrengsek apa pun Galih, selama cowok itu nggak mengajaknya untuk kafir, Arana harus tetep patuh. Terpaksa dia kembali ke dapur, memasak sesuatu untuk suaminya. Untuk dirinya juga, sih.
Dia lewati Galih yang menyeringai dan terkekeh.
“Mau dibantuin, nggak?” tanya Galih ketika Arana mengeluarkan seikat bayam dari kulkas.
“Nggak perlu.”
“Mau dibantuin, nggak, sayang?”
Arana menoleh, mengacungkan mata pisau ke arah Galih. “Bising!”
Sambil ketawa Galih mengacak rambutnya yang basah.
“Jadi gue nungguin, nih?”
Arana diam, fokus memotong bayam sekaligus menabur garam ke baskom berisi ikan yang beku. Sementara Galih beranjak lalu berjalan menghampiri istrinya.
“Gue bohong nggak bisa masak.” Galih meraih pisau untuk membersihkan ikan-ikan yang dia letak di wastafel. “Gue pencipta resep rahasia restoran Papa.”
Arana menulikan kupingnya, tetap fokus memotong bayam.
“Anyway tadi lo bilang, lo nangis karna gue?”
Arana tetap diam.
“Kenapa? Perasaan dari pagi gue nggak ngomong kasar, ‘kan?”
Jenuh dikacangin, Galih akhirnya mendecak, menyambar pisau dari tangan Arana dan membuangnya ke sembarang arah. Arana tentu kaget, mendongak memandang Galih yang berdiri dengan jarak 30 senti darinya.
“Jangan biarin gue ngomong sama dinding,” ucap Galih dingin, sama sekali tak berekspresi.
“Kamu mau makan apa enggak?”
“Jawab pertanyaan gue.”
“Emang kalo aku jawab kamu mau ngapain? Lagian udah jelas, ‘kan, aku nangis gara-gara kamu.”
“Jelasin kenapa lo bisa nangis karna gue.”
“Nggak penting.”
“Penting.”
“Nggak.”
“Lo penting, Arana.”
Arana bungkam, menatap Galih heran.
“Lo penting, jadi tolong, jelasin ke gue.”

Bình Luận Sách (110)

  • avatar

    Aku kecewa sama pembaca yg ngasih bintang satu atau sengaja mengurangi bintang. Kalian tahu nggak sih, kalau rating itu berarti banget untuk penulis. Dukung dengan kasih bintang 5 buat Author kesayanganku ini, please!

    03/01/2022

      4
  • avatar
    Nurlaila Djadi

    novel yang sangat menggugah isi hati dgn gendre yg religi. sangat bagus untuk di baca.

    03/01/2022

      1
  • avatar
    Halimah Sadiyah

    aku pengen SD 2 juta sama dia pengen selamat jalannya Angel

    14d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất