logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 43. Lamaran yang diterima

Gudy mengambil air yang tersedia di depannya, menengguk untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Ia melihat kanan kirinya, ada tiga pasang mata yang sedang mengawasinya. Ia menelan ludah, mencoba tersenyum di tengah kekalutan hatinya sendiri.
"Bagaimana kabar Nak Gudy sekarang?"
Gudy mentap Kinanti dengan senyum tak terbaca. "Baik."
Kinanti tersenyum, "sekarang Nak Gudy sudah mampir, apa..,"
"Ya Tante saya sudah siap mendengar jawaban dari lamaran pada Maria." Gudy berkata cepat dan hanya dalam satu tarikan napas. Ia sedikit mendongak dan itu hanya untuk mendapati semua orang menatapnya dengan wajah tercengang.
Kinanti yang pertama menyadari kegugupan Gudy, ia tertawa renyah karena merasa terhibur dengan tingkah gugup Gudy. "Padahal Tante hanya mau mengajakmu makan loh."
"Ma-makan?" Gudy mengulangi perkataan Kinanti.
Gudy menggaruk rambutnya yang tidak gatal sama sekali, melirik Maria yang duduk di sebelah Kinanti tengah menahan tawa. Sedangkan satu orang lagi yaitu Arkan, melipat tangan di depan dada dan memasang postur wajah songong.
"Duh, ternyata kamu sudah tidak sabar ingin segera mendengar jawaban dari Tante." Kinanti tersenyum geli saat mendapati Gudy mengangguk malu-malu. "Kalau gitu mulai sekarang kamu harus panggil Tante dengan panggilan mamah, sama kayak Uri dan Arkan."
Gudy mendongak, mulutnya sedikit terbuka. "A-apa ini artinya saya di terima?"
"Menurutmu kamu ditolak setelah disuruh manggil mamah saya dengan 'mamah'? Ya iyalah, make nanya lagi. Katanya pemimpin perusahaan, kok masih telat saja mikirnya?" Arkan menimpali ketus. Namun, saat melihat wajah galak kedua perempuan di sampingnya, ia langsung kicep dan menutup rapat mulutnya kembali.
"Alhamdulillah," Gudy mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya. "Kalau gitu kapan pernikahannya akan dilaksanakan?"
Maria menunduk malu. Pipinya bersemu, jantungnya berdebar kencang. Gudy berkata semangat sambil menatapnya. Jangan lupakan wajah tampan Gudy yang ada di atas rata-rata laki-laki, melihatnya ingin segera menikahi dirinya membuat Maria menjadi malu.
Saat Arkan akan membalas lagi pertanyaan dari Gudy, Kinanti dengan galak memperingatinya untuk diam. Pada akhirnya Arkan kembali menutup bibir, tidak ingin sang nyonya besar mengamuk seperti singa betina yang anaknya di bawa orang.
"Kita diskusikan itu nanti sama suami Mamah dan orang tua kamu. Setelah semua deal, pernikahan akan segera digelar." Kinanti menjawab dengan baik hati, sabar, dan tidak sombong seperti kebalikan dari Arkan.
Gudy langsung berdiri setelah mendengar jawaban dari Kinanti, "kalau gitu saya pulang dulu, mau ngabarin ayah sama bunda dulu."
"Eh, gak jadi ikut makan?" Kinanti bertanya heran.
Gudy tertawa malu, "tidak perlu Tan- eh, maksud saya Mamah. Saya ingin segera menyampaikan berita ini pada kedua orang tua saya agar pernikahan segera ditentukan."
"Ya sudah, sana pulang!" Arkan mengusir sambil mengibaskan tangannya dan berkata 'Hus. Hus.'
Kali ini Kinanti bukan hanya memperingati dengan galak, tapi sudah menampar paha Arkan dengab cukup keras. Arkan kembali diam, memalingkan wajah pertanda merajuk. Ia bergumam, "aku di anak tirikan."
Kinanti mengabaikan itu, kini kembali menatap ke arah Gudy. "Baiklah kalau itu kemauan kamu."
"Assalamualaikum."
Serempak semua orang menjawab waalikumsallam. Setelah kepergian Gudy, Amria menatap sang kakak dengan kernyitan aneh di dahinya. Meantap Arkan dengan pandangan menyipit.
"Apa?" Arkan bertanya heran saat melihat pandangan Maria, ia risih sendiri bila terus dipandang layaknya penjahat tengah di tatap oleh hakim.
"Kak Arkan kenapa gak suka aku nikah sama pak Gudy? Dia baik, tidak pelit, dan yang penting aku cinta sama dia."
Arkan balik menatap Maria, "karena dia sudah mau ngambil kamu. Padahal baru saja kita semua berkumpul, kamu mau pergi lagi. Kakak gak rela. Apa kamu pikir Kakak hanya butuh waktu satu hari untuk mencarimu? Tidak Uri. Kakak membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Mencari kamu itu butuh perjuangan hebat sampai-sampai Kakak mengatakan pada diri sendiri bahwa kalau hebat dan sukses, kamu akan cepat ketemu."
"Tidak mudah Uri," Arkan menatap sang adik serius.
Maria terdiam dibuatnya. Ia tercekat, tidak menyangka ternyata perjuangan Arkan untuk menemukannya dulu sangat panjang. Matanya mendadak panas, lelehan air mata tidak dapat ia bendung.
Maria menubruk tubuh Arkan, memeluknya dengan erat. Ia menangis, mengeluarkan semua kesedihan dalam hatinya. Ia harusnya tidak pernah memusuhi Arkan darin awal, karena pada kenyataannya Arkan juga sama dengan dirinya.
"Maaf, maafkan aku kak." Maria berucap serak pada atas pundak Arkan.
Arkan balas memeluk, mengeratkannya. Ia menelan ludah sebelum kembali berucap, "kamu tidak tahu betapa sekaratnya hati Kakak saat tahu kamu sudah menikah demi menantikan apa yang namanya keluarga. Nyatanya, di dalam keluarga yang kamu impikan hanya mendapat kesedihan. Maaf, karena Kakak tidak bisa langsung jujur saat itu."
Kinanti mengusap punggung Maria, sedangkan satu tangannya lagi memegang telapak tangan Arkan dengan sayang. Dia teramat bersyukur, akhirnya kedua anaknya dapat berdamai sepenuhnya.
"Ada apa? Kalian kayak Teletubbies." Bagus yang baru pulang kerja terkekeh geli melihat kedua anaknya yang sudah dewasa, tapi masih berpelukan layaknya anak-anak kecil.
Maria orang pertama yang melepaskan dekapannya pada Arkan. Ia mengusap air matanya, tersenyum pada sang papa yang baru pulang. "Pa, mamah sudah ngizinin pak Gudy nikahin aku. Jadi kata mamah tinggal nunggu pertemuan untuk menentukan kapan pernikahan itu dilaksanakan."
Bagus tersenyum, ikut bahagia mendengar keputusan sang istri. Sesungguhnya ia sudah tahu Gudy dari dia kecilnya, jadi bisa melihat dan menilai karakter calon menantunya itu bagaimana.
"Alhamdulillah kalau gitu, jadi kapan dia akan datang ke sini untuk menentukan hari dan tanggal pernikahannya?" Bagus bertanya pada Kinanti, Maria, dan Arkan yang malah saling pandang satu sama lain.
"Ya ampun Pa, nak Gudy-nya juga baru pulang barusan. Mungkin besok atau lusa."
Baru saja Kinanti berucap, bel rumah mereka berbunyi. Kinanti berdiri, "biar Mamah yang buka."
Tidak lama Kinanti datang lagi dengan wajah sedikit linglung. Bagaimana tidak, di belakang Kinanti ada Gudy beserta keluarganya datang.
Bukankah baru saja Gudy pulang?
Semua orang serempak mengatakan itu dalam hati mereka masing-masing. Bahkan Arkan sudah membuka sedikit bibirnya, terlalu terkejut dengan kedatangan Gudy yang sangat cepat.
***
Adakah yang masih menunggu kelanjutan cerita Maria dan Gudy? ☺☺

Bình Luận Sách (126)

  • avatar
    Ike Roesli

    Mantap... ceritanya gak bertele2... endingnya jg cukup singkat tapi 👍👍👍👍👍

    04/04/2022

      0
  • avatar
    WaniSyaz

    Makin seruu

    18/08

      0
  • avatar
    Itsmetata

    bagus

    27/02

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất