logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 2 Ikrar

Kala itu, senja dan rintik hujan yang membasahi pemakaman menjadi saksi ikrar seorang gadis 20 tahun kepada ayahnya. Air mata yang mengalir berbaur bersama tetesan air langit. Seuntai doa dia terbangkan, lalu seikat mawar putih diletakkan di atas gundukan tanah yang masih merah. Sebuah papan kayu, bertuliskan nama seseorang yang dicintainya pertama kali. Laki-laki bak malaikat yang selalu menjaga setiap waktu kini pergi meninggalkan selamanya. Hanya kenangan dan jutaan memori indah yang tersisa. Cukup lama dia tertunduk menahan isak tangis.
"Ayah, kenapa ingkar janji? Ayah bilang mau liat aku bahagia bersama orang yang akan mendampingiku kelak. Sekarang Ayah pergi sebelum aku menemukan orang itu," ucapnya dengan terbata-bata.
Tangisnya kini meledak bersama lebatnya hujan. Dia terisak dan menggenggam tanah merah di hadapannya, lalu tumbang memeluk nisan. Ada rasa sakit yang dia tahan. Ada rindu yang kini tak tersampaikan. Kakinya terasa kaku dan tidak sanggup menopang badannya yang lemah.
"Maafin Shanum, Yah. Karena Shan sering menolak perjodohan Ibu. Sekarang, Shan minta keridhoan Ayah buat memilih siapa yang berhak bersanding dengan Shan kelak. Beri Shan waktu sedikit lagi," gumamnya dalam hati.
"Shanum!" Suara seorang laki-laki memanggilnya dengan kencang.
Laki-laki tersebut berjalan melewati beberapa makam. Pohon kamboja terlihat memenuhi setiap sudut pemakaman. Bunganya satu per satu mulai berguguran. Langkahnya semakin cepat dan segera mendekati Shanum yang masih menangis, lalu melindunginya dengan payung dari derasnya hujan.
"Shan ...." Dia memanggilnya lembut. Namun sepertinya, Shanum mengabaikannnya.
"Shanum!" teriaknya.
"Gio?" Shanum menoleh ke arah sahabatnya.
"Gio ... aku. A—ku." Tangisnya lagi-lagi meledak.
Gio mendekap Shanum yang basah kuyup dan memakaikan jaket. Tangannya terasa dingin. Wajahnya tampak pucat dan sayu. Melihat Shanum menangis, Gio merasa iba. Bagaimana tidak, seorang sahabat yang dulu terlihat ceria dan selalu optimis, kini seolah tak punya harapan dan semangat. Tubuhnya terlihat tak berdaya dan semakin kurus tak terawat.
"Kamu harus kuat, Shan. Sampai kapan kamu kaya gini terus? Ayahmu juga sedih liat kamu begini. Beliau gak bakal tenang di sana." Gio mencoba menguatkan hatinya.
"Tunjukkan kalau kamu bisa tegar. Tunjukkan kalau kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan. Buktikan kalau anaknya memang sanggup berjalan meski tanpa adanya beliau. Ayahmu pasti senang kalau kamu happy, Shan," bisik Gio.
Shanum memandang haru kepada sahabatnya, lalu tersenyum. Semangatnya kini tumbuh lagi meski masih belum sepenuhnya terkumpul. Meski sang ayah meninggalkan selamanya, setidaknya dia masih memiliki sahabat yang masih benar-benar peduli dengannya. Siapa sangka Gio akan datang menemuinya di saat seperti ini. Giofani, laki-laki yang usianya lebih muda lima bulan itu memang lebih dewasa dibandingkan dengan dirinya. Sahabat kecil yang selalu ada ketika dia merasa terpuruk. Sahabat kecil yang kini tumbuh dewasa dan selalu menolongnya dalam kesulitan. Dia bersyukur karena satu kebahagiaan hari itu. Meski hatinya masih terguncang.
Selama ini, Shanum selalu menolak perjodohan yang dilakukan ibunya. Alasan penolakan tersebut karena dia menginginkan seseorang yang dikaguminya. Bukan hanya itu, lulus kuliah adalah cita-cita utamanya sebelum menikah. Ayahnya memang selalu mendukung apapun yang dilakukan anaknya. Berbeda dengan sang ibu yang selalu terburu-buru untuk segera membawanya ke pelaminan. Bukan karena agama, melainkan karena cibiran tetangga yang membuat ibu Shanum merasa sakit hati. Padahal, umur Shanum terbilang masih usia muda. Di daerahnya, jarang sekali seorang perempuan menempuh pendidikan tinggi. Rata-rata, setelah lulus SMA para orang tua segera menikahkan putrinya. Pendapatan ekonomi masyarakat di wilayah tempat tinggal orang tua Shanum memang masih di bawah kata cukup. Itulah salah satu penyebab tingginya pernikahan dini di daerahnya.
"Hujan makin lebat. Udah sore juga, Shan. Kita pulang, yuk." Ajakan Gio rupanya mengagetkan lamunan Shanum.
"Tunggu ...." Shanum meminta waktu beberapa menit untuk sekedar mencurahkan isi hati kepada mendiang ayahnya.
Sebelum pergi dari pusara ayahnya, Shanum berjanji pada diri sendiri. "Shan janji akan berusaha mewujudkan impian ayah kalau Shan harus lulus kuliah dan menikah dengan orang yang tepat. Shan akan menyelesaikan kuliah tepat waktu, Yah," gumamnya.
Lewat keteguhan hati, semangatnya untuk melanjutkan kuliah tumbuh kembali. Meski harus berjuang sendiri, dia berusaha meyakinkan dirinya kalau dia mampu. Di hadapan ayahnya yang kini sudah berbeda dimensi, dia juga berjanji akan segera menemukan tambatan hatinya. Ada seorang nama yang hingga saat ini masih tertulis di hatinya. Selama ini, dia memang berharap lebih. Meskipun jika suatu saat nanti yang bersanding dengannya mungkin saja bukan seseorang yang selama ini dia dambakan. Namun, harapannya begitu besar kepada Sang Khalik agar Tuhan mau mendekatkan dirinya dengan laki-laki yang dia cintai.
"Shan, Yuk." Gio memberikan kode kepada Shanum untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Shan hanya membalas dengan senyum dan anggukan.
"Sudah, jangan nangis." Gio mengusap air mata Shanum dan mencoba menghiburnya.
Beberapa menit kemudian, mereka berdua pergi meninggalkan tempat peristirahatan terakhir ayah Shanum. Senja masih berkawan dengan derasnya air langit. Shanum terlihat menggigil. Dengan cepat Gio membukakan pintu mobilnya dan mempersilakan sahabatnya untuk segera masuk. Dalam perjalanan pulang, Shanum hanya terdiam. Duka masih menyelimuti hatinya. Wajar saja, karena baru tujuh hari ayahnya berpulang ke Rahmatullah.
"Shan, mikirin apa? Aku jadi bingung kalau kamu diem gini," tanya Gio.
Shanum yang sedari tadi menoleh ke samping kiri jalan, kini berbalik menatap sahabatnya cukup lama. Matanya mulai berkaca-kaca. Air matanya hampir menetes, tapi masih bisa dia tahan. Rupanya hujan belum juga berhenti dan masih mengiringi kesyahduan hari itu. Angin berembus kencang, pepohonan tak henti-hentinya melambai dan menjatuhkan beberapa helai daun karena kibasannya.
"Kenapa? Aku ganteng ya? Aku emang ganteng dari orok, Shan. Ga usah terpesona gitu ah," gurau Gio. Mencoba mencairkan suasana. Sesekali dia memainkan rambutnya dan merapikan ke arah kanan. Gaya tengilnya selalu saja membuat Shanum geli dan berhasil membuatnya tertawa.
"Ish ... ganteng pala Lu!" Shanum tersenyum mendengar candaan Gio. Mereka pun akhirnya tertawa bersamaan.
"Aku lagi kepikiran gimana buat biaya kuliah nanti, Gio. Ibu kan gak kerja. Aku juga gak punya sampingan apa-apa."
"Kamu bisa daftar beasiswa prestasi, Shan. Nilai kamu selama ini bagus. Kenapa gak dicoba? Di kampus kita banyak program beasiswa. Nanti aku bantu nyiapin persyaratannya kalau kamu mau," sambung Gio.
"Eummm ... iya sih, boleh dicoba," balas Shanum dengan senyum simpul.
"Kamu udah makan, Shan? Mau makan dulu gak?" Tanya Gio.
"Aku mau pulang aja. Bajuku juga basah semua nih," pungkas Shanum.
"Ya udah, nyampe rumah jangan lupa makan, ya. Kamu juga harus perhatiin diri sendiri, Shan." Gio menasihati sahabatnya dengan lembut.
"Iya, sejak kapan kamu bawel?" ejek Shanum sambil melirik ke arah Gio yang fokus mengendalikan arah mobilnya. Sementara itu, Gio hanya tertawa kecil mendengar ucapan Shanum.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua terdiam, kerlip lampu mulai menghiasi jalanan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jarak antara pemakaman dan rumah Shanum memang tidak dekat. Gio mengantar Shanum sampai rumah. Namun, Shanum meminta Gio untuk berhenti di depan pagar rumahnya dan tidak perlu mengantarnya masuk. Di teras depan rumahnya, terlihat wanita paruh baya duduk di kursi kayu yang mulai usang. Rupanya wanita itu adalah ibu Shanum yang sedari tadi menunggu anaknya pulang. Wajahnya terlihat khawatir saat melihat Shanum turun dari mobil. Dengan cepat, wanita tersebut mengambil payung dan segera menghampiri Shanum. Gio pun membuka kaca jendela mobilnya lalu tersenyum kepada ibu Shanum dan memberi salam.

Bình Luận Sách (404)

  • avatar
    Xaviera

    Bagus banget nget... ceritanya😍😍

    18/05/2022

      0
  • avatar
    Damaya_29

    Senangnya Shanum bisa ketemu si anu🙈

    17/05/2022

      0
  • avatar
    ishaqlaila

    secangkir teh, secangkir harapan. selalu ada jalan utk rekonsiliasi. mantap

    04/05/2022

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất