logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 3: Pemuda Tangguh

Januari, 2019
Suatu pagi, Pak Doni sedang memperbaiki bentornya ditemani oleh lantunan lagu Ridwan Sau dari hapenya.
Pak Doni sudah membongkar becaknya yang dahulu mengawali karirnya di jalan dan memodifikasikannya dengan beberapa mesin yang sengaja dipungutnya di tempat sampah pabrik motor hingga berubah menjadi bentor (becak motor).
Namun, tetap saja kehidupannya tidak bergeser dalam ruang lingkup kesederhanaan dan kemiskinan.
"sisa memasangkan kabel ini ke sini, dan yup mari kita coba nyalakan" kata pak Doni (63) menyambungkan beberapa kabel mesin yang ada di bentornya.
Pak Doni menstater bentornya untuk menguji.
Jezz.. Brumm.. Brumm.. Mesin menyala dengan normal.
"hiye... Usahaku tidak sia-sia" kata pak Doni.
Brrruuummm.... brrummm..
"semoga nanti aku bisa memasanginya nos" kata pak Doni.
Namun, tak lama sekitar beberapa detik mesin yang ada pada bentor tersebut mati.
Brumm.. brumm.. blop.. blop.. puf..
Pak Doni yang tadinya senang berubah sedikit kecewa.
"ya kirain uda bisa nyala. Nggak apa-apalah aku akan terus mencoba" kata pak Doni sambil membongkar kembali bentornya. 
Tak lama, Ridwan muncul keluar dari kamarnya dengan pakaian kemeja bekas dan dasi kupu-kupu yang kedua-duanya milik pak Doni ketika pak Doni masih muda.
"pak Doni, aku mau cari pekerjaan dulu ya?" kata Ridwan (19) kepada pak Doni.
Pak Doni berhenti sejenak, tercengang di samping bentornya melihat penampilan Ridwan yang tidak biasanya.
"ada yang salah ya pak Doni? sebenarnya aku bawa topi juga sih di saku buat jaga-jaga, siapa tahu minder" kata Ridwan.
"eh nggak kok. Tapi, maaf Rid, sebenarnya ijazah SMA mu belum aku ambil dari sekolahmu. Kamu tahu kan keadaan bapak Doni?" kata pak Doni tertunduk malu.
"iya gak apa-apa kok, aku hanya cari kerja yang sederhana saja. Yang nerima aku apa adanya" kata Ridwan sambil meneguk secangkir air putih dan beberapa suap nasi putih sebagai sarapan paginya.
"oh, begitu ya." kata pak Doni.
"sip" kata Ridwan.
Ridwan segera mencuci bekas piringnya setelah sarapan pagi.
Pak Doni beranjak dari peralatan bentornya, berjalan ke arah Ridwan.
"aku tidak pernah menyangka kamu akan se-pede ini" kata pak Doni.
"yup, aku juga tak bisa membiarkan diriku terus terusan menganggur tanpa dapat membantu pak Doni sedikit pun." kata Ridwan.
"kamu memang anak muda yang tangguh." pak Doni menepuk pundak Ridwan.
"hehe itu berkat bimbingan pak Doni sih. Terima kasih ya pak atas bimbingannya selama ini" kata Ridwan.
"tidak usah difikirkan. Ingat pesan pak Doni! amarahmu jangan sampai terpancing dengan cacian ataupun pujian orang. Jadilah dirimu yang terbaik, ok?" kata pak Doni.
"ok pak, itu gampang gampang gampang banget seribu kali" kata Ridwan dengan entengnya dan keluar dari gubuk.
Ridwan pun berangkat ke kota Macazzart walaupun hanya dengan mengendarai sepeda.
Seperti biasa Ridwan menyapa para tetangga di sekitarnya satu per satu.
"halo, hai, assalamu 'alaikum, permisi" sapa Ridwan mengayun sepeda melewati tetangganya yang sedang beraktivitas pagi.
Di antara tetangganya ada yang tercengang melihat pakaiannya dan ada pula yang hanya membalas sapaannya seperti biasa.
Ketika sudah hampir sampai memasuki kawasan komplek tetangga sebelah, Ridwan berhenti sejenak dan memperbaiki dasi kupu-kupunya.
"kamu siap mendengarkan kritik dan saran? Lets go." kata Ridwan kepada dirinya sendiri.
Ridwan pun melanjutkan mengayunkan sepeda akan melewati komplek tetangga sebelah.
"lihat tuh, kulitnya aneh, ih" kata seseorang tetangga komplek sebelah yang mulai melihat ke arah Ridwan saat melintas.
Ridwan hanya membalasnya dengan senyuman yang tulus kepada orang itu.
"malah senyum, ih amit-amit" kata orang tersebut memalingkan wajahnya dan masuk ke rumahnya.
"mama... mama.. Ada monster.. huhuhu.. aku takut..." tangis setiap anak kecil yang melihat wajah Ridwan.
Seperti biasa Ridwan dicaci dan diusir oleh ibu-ibu yang sedang mengantar anaknya ke Tk.
Namun, itu tidak menjadi masalah lagi. Ridwan sudah menjadi pribadi yang sabar.
"eh Rid, harus berapa kali ya aku bilangin kalau lewat jangan di area sini tahu.. Kamu mau nularin penyakit mu itu ya? heh?" kata pak Trisno yang sejak dulu hingga kini jijik melihat Ridwan.
"Iya pak, maaf pak maaf" kata Ridwan sambil tersenyum.
Saat Ridwan melintas di depan rumah pak Trisno, tanpa sengaja pandangannya tertuju pada seorang perempuan yang sedang membaca lembaran kertas di teras atas rumah pak Trisno.
Baru kali ini Ridwan melihat perempuan itu.
Setelah cukup jauh dari rumah pak Trisno, ia pun menghentikan laju sepedanya di atas trotoar jalan. Tangannya menempel di dadanya yang berdetak kencang.
"siapakah dia? apakah ini yang dinamakan cinta?" kata Ridwan.
Tak lama kemudian..
"Ah, tidak mungkin. Tidak mungkin ada yang mau pada ku" kata Ridwan dalam hati menyadari siapa dirinya.
Ia pun mengayunkan sepedanya kembali ke jalan.
"oh.. Hidupku.." Ridwan bernyanyi.
~
"Orang yang barusan lewat tadi itu siapa sih? Kok sampai dibentakin gitu sama ayah." tanya Laura (17) pada mbak Ayu, kakaknya.
Laura adalah anak pak Trisno yang sering keluar negeri menuntut ilmu.
Namun, karena satu keperluan dia kembali ke Macazzart.
"namanya Ridwan tetangga dari komplek sebelah. Orangnya bersisik. Dari dulu ayah takut ketularan sisiknya" kata mbak Ayu (20).
"oh begitu. Kasihan banget ya nasibnya" kata Laura sambil kembali membaca suatu lembaran yang dia pegang.
"yang paling penting aku akan selalu berbuat yang terbaik dan mendapatkan pekerjaan hari ini juga, hahaha" kata Ridwan terus mengayunkan sepeda dengan santai walau terik matahari sudah mulai menyengat.

Bình Luận Sách (258)

  • avatar
    SherliSherli

    kerenn

    6d

      0
  • avatar
    AjaRoni

    bagus

    7d

      0
  • avatar
    ZahroAisyah

    bagus

    27d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất