logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab. 12. Kunjungan Riyan

Beberapa menit kemudian. Mereka sudah sampai di rumah sakit, Andriek, Mamah Nia, dan Papah Rama langsung masuk kedalam ruangan, suasana ruangan itu terasa sejuk. Karena pendingin ruangan tidak di off kan.
"Yah, benarkah Riana sudah sadar?"
"Iya." Jawab pak Rino singkat, serta merta Andriekpun mendekati Adiknya yang tengah terbaring tanpa daya itu, ia raba tangannya dan ia genggam penuh kebahagian.
"Riana." Panggilnya pelan.
"Kak." Riana pun menjawab dengan suara lirih sambil membalas genggaman jari jemari Kakak Tampannya itu. "Maafkan Riana jika selama ini, Riana belum cukup membuat Kakak senang, Riana hanya...." Suaranya terhenti. Tiba-tiba kristal beningnya mengalir.
"Tidak Riana jangan berkata seperti itu lagi."
Mata Riana terlihat sendu, perlahan-lahan kedua mata indahnya terpejam sangat lembut, genggaman tangannya pun secara mendadak kian melemah, merasakan hal itu sedikit berbeda Andriek menjadi khawatir.
"Riana." Panggilnya. Pak Rino pun langsung beranjak dari duduknya, yang sedikit agak jauh dari ranjang Riana di baringkan.
"Riana." Dia ikut memanggil nama itu. Suasana menjadi tegang. Mesin pendeteksi jantung tiba-tiba berbunyi, di layarnya menunjukan pergerakan jantung yang sangat tidak normal naik turun terus menerus secara bergantian. Pak Rama segera mengambil tindakan dia berlari keluar dan mencari dokter. Tak sampai 30 detik dia sudah kembali, dokter masuk dengan terburu-buru dan secepat mungkin memeriksa Riana dengan peralatan yang Ia bawa dan ternyata harapan untuk Riana hidup tinggallah 0,1 %, Tuhan telah merencakan, bahwa kejadian ini, menjadi sangat begitu indah, pada akhirnya nanti. Alat pendeteksi itu pun berjalan lurus, menandakan bahwa Riana telah pergi meninggalkan dunia fana ini selama-lamanya, Berjumpa dengan Sang ibu di sana.
Andriekpun menangis serta meraung-raung dengan ketidak percayaannya itu. Dadanya terasa sangat sesak. Tangisan demi tangisan memecah di keheningan malam.
Keesokan pagi nya.
Tepat pada pukul 08.00 WIB pagi jenazah Riana telah selesai di makamkan, bersandingan dengan makam almarhumah ibu tersayangnya. Entahlah perasaan Andriek dan Ayahnya semakin sedih kini yang tersisa hanyalah mereka berdua. Senyum serta tawa Riana seolah menghilang bersama hembusan angin yang bertiup.
Menangispun tidak akan pernah bisa mengembalikan Riana hidup lagi dan berada di sisinya. Andriek masih terpaku di depan gundukan tanah yang masih baru.
Tak lama kemudian pak Rino mendekati dan meraih tangan putih Andriek untuk mengajaknya pulang. Sebenarnya mereka berdua sama-sama tidak kuat menghadapi kenyataan ini, tetapi semua itu tidak akan mungkin mengembalikan keadaan seperti semula. Pak Rino dan Andriek perlahan-lahan melangkahkan kaki menjauhi pemakaman itu.
Di ikuti tiga keluarga lainnya. Untuk sementara Pak Rino tinggal beberapa hari di kediaman keluarga Rama, hanya sekedar menghibur jiwanya agar tidak frustasi dan merasa kesepian setelah kepergian Riana. Mungkin jika dia kembali lebih cepat itu bisa mengingatkannya pada Riana karena terlalu banyak kenangan di rumah lamanya itu. Setelah semuanya selesai, Andriek dan Ayahnya pergi Mereka bilang ada urusan sedikit.
Ketika malam datang menjelma, dingin pun, terasa menusuk sampai ke pori-pori.
"Key, Kenapa Andriek dan Ayahnya belum juga kembali?" Tanya Mamah Nia waktu itu, dan mereka sedang berkumpul di ruang tengah, sambil menonton acara televisi.
"Gak tau Mah." Keyla menjawab sambil membolak-balikan lembaran buku pelajarannya, dia harus belajar lebih giat dan melupakan segala urusannya.
"Apa waktu pergi tadi Andriek gak bilang, dia akan pergi kemana.'
"Gak."
"Kamu udah nelpon?"
"Belum.'
"Coba kamu telpon dulu gih dari tadi mamah hubungi kok gak aktif nomornya."
"Ya... barangkali baterai hp nya habis kali." Melihat kekhawatiran isterinya Papah Rama mencoba untuk menenangkan kondisi Mamah Nia.
"Mah.... Gak usah terlalu khawatir, Mamah percaya aja kalau mereka berdua adalah duet yang kuat."
"Maksud papah."
"La iyakan? Emang apa yang Mamah khawatirin?"
"Takut kenapa-kenapa sih."
Papah Rama langsung tersenyum lebar. "Mamah percaya gak, waktu SMP Rino itu pernah ikut olimpiade pencak silat loh dan dia juga menjuarai pada setiap pertandingan Mah bahkan Sampe ke tingkat internasional juga. Jadi kalau masalah di begal atau di rampok mamah gak usah khawatir."
"Serius Pah." Keyla jadi penasaran.
"Iya Papah kan sama Rino sahabatan sejak kecil pasti Papah tau dong hal apa pun tentang Ayah mertua kamu." Kali ini Papah Rama memandang puterinya. Begitu juga Mamah Nia.
"Ya bagus dong kalau gitu."
"Oh iya Key, gimana sama kuliah kamu?"
"Tumben Mamah nanyai tentang Kuliah Key biasanya aja cuek."
"Sayang jangan mentang-mentang Mamah gak pernah nanyain karena Mamah gak perduli, justru itu Mamah selalu khawatir kalau tiba-tiba nilai kamu turun."
Keyla terdiam sejenak. Jujur saja semenjak pernikahannya dengan Andriek sebenarnya dia merasa sedikit terganggu dengan ke konsentrasiannya.
"Key kok malah begong sih? Kamu merasa terganggu atau jika kamu emang beneran hamil, Kamu kan bisa aja ambil cuti, gak papa sih Kuliah kamu tertunda yang terpenting calon debay kamu sehat, Iya kan pah?"
"Apaan sih Mah, Mamah kok bilangnya hamil-hamil terus, Key kan udah bilang Key cuma masuk angin?!"
"Loh kenapa? Kamu gak suka?"
"Iya."
Papah langsung tersenyum. "Sensi banget kamu Key, hubungan Kamu sama Andriek selama ini baik-baik ajakan? Gimana?"
"Apanya yang gimana?"
Mamah Nia dan Papah Rama langsung tersenyum-senyum penuh curiga.
"Key... Key kamu itu lucu." Ujar papahnya lagi, tentu saja hal itu membuat kedua orang tuanya tersenyum geli.
Tiba-tiba bel rumah berbunyi.
"Ting.... Tung....."
"Nah itu mereka pulang, Mah tolong bukain pintu."
Mamah Nia menjawab."Baik Pah." Setelah itu beranjak dari tempat duduknya, serta berjalan untuk membukakan pintu. Dan lihatlah siapa yang datang? Itu bukan Andriek ataupun Pak Rino. Lelaki yang berada di depan pintu itu tersenyum.
"Maaf tante Keyla nya ada?"
"Riyan."
"Iya Tante." Jawab Riyan sopan
"Ada, ayo silahkan masuk."
Lelaki itu tersenyum dan mengangguk, dia pun masuk setelah di persilahkan oleh Mamah Nia.
"Duduk dulu, Tante panggilin Keyla."
"Iya Tante." Jawabnya lagi, dia duduk di sofa ruang tamu, sambil memperhatikan setiap sudut ruangan itu. Yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Keyla berdiri memperhatikannya.
"Eh... Key." Dia menyapa perempuan itu.
"Riyan, ada apa malam-malam datang kerumah gue?"
"Emm Gue cuma mau main aja kok! Kok kayaknya lo gak suka gitu ya?"
Keyla langsung duduk. "Kalau ada hal penting yang pengen lo bilang, bilang aja sekarang, soalnya gue sibuk banget ngerjain tugas kuliah gue."
"Gue... pengen minta maaf sama lo soal..."
"Ssttt.... Gak usah keras-keras, ntar kalau papah sama mamah gue denger jadi tambah repot!"
Riyan terpaksa menghentikan pembicaraannya.
"Jadi.....?"
"Iya.... Gue udah maafin lo, tolong sekarang lo pergi dari rumah gue."
"Key... Gue dateng bermaksud baik kok.... Gak ada niat apa-apa, Kok gue malah di usir sih."
"Riyaaan..... Tapi kedatangan lo itu... bener-bener gangguin ketenangan gue." Nada Keyla menjadi semakin kesal, dia benci sekali harus mengenal Riyan.
"Oke Gue pulang tapi besok lo harus temuin gue."
"Maksud lo apa sih? Lagian gue udah gak ada urusan apa-apa kok sama lo." Riyan tak menjawab. "Pliss.... sekarang lo pergi sebelum gue bener-bener marah sama lo?
"Oke.... Oke.... Gue pergi, good night." Riyan tersenyum dan kemudian berlalu dari hadapan Keyla.

Bình Luận Sách (208)

  • avatar
    SantosoTeguh

    mantap

    01/08

      0
  • avatar
    GazaEL

    sangat bagus

    17/07

      0
  • avatar
    ADIT

    resep

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất