logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Airin Pulang

Ternyata Arini sedang tertidur, wajahnya tersenyum.
Melihat wajah Airin, Danu ikut tersenyum. Dia merasa hape-nya bergetar, ternyata Maya yang menelpon.
Pelan dia melepaskan tangan Airin, berlalu keluar untuk mengangkat telpon kekasih gelapnya itu.
“Halo, Mas. Jadikan ke sini?” ucap Maya manja.
“Kan, tadi sudah ketemu? Nanti malam yah! Aku mau nemenin Airin,” tolak Danu.
“Airin lagi, Airin lagi,” sungutnya.
“Sabar, kalau Airin sudah sehat, pasti aku sama kamu terus,” rayu Danu.
“Nggak mau, pokoknya mau sekarang! Kalau nggak, aku ke sana ketemu Mas!” ancam Maya.
Danu menghela nafas, ini salah satu sifat buruk Maya, selalu memaksakan kehendak, tak bisa lihat situasi.
“Baiklah, tunggu Mas.” Danu berlalu, dia tak lagi masuk ke ruangan Airin.
“Bu, tolong jaga Airin, aku punya urusan sebentar!”ucap Danu, dia bergegas pergi tanpa menunggu jawaban dari ibunya.
“Bu, Mas Danu mau ke mana?” tanya Mira yang melihat kakaknya berlalu dengan tergesa-gesa.
“Nggak tau!” ujar bu Marni.
Intan yang bersama Mira, permisi ke toilet. Di toilet dia menelpon.
“Dik, kamu masih di parkiran?”
“Iya, kenapa?” tanya Andika, kakak Airin.
“Sebentar lagi, Danu akan keluar, ikuti dia, kamu akan tau kebusukannya. Filingku mengatakan dia akan pergi berselingkuh,” ucap Intan.
“Baiklah.”
Telpon di matikan sepihak oleh Andika, Intan sejenak bercermin, hatinya was-was karena memberi tahu Andika, padahal dia sudah berjanji untuk tak membocorkan hal itu.
Namun, hati kecil Intan tak bisa membiarkan orang sebaik Airin dan keluarganya di bohongi terus.
Intan membasuh muka, kemudian kembali menemui Mira dan bu Marni.
*****
Andika melihat Danu berjalan menuju mobilnya, dia emosi mendengar laporan Intan.
Dia harus mengikuti Danu, tapi bagaimana caranya?
Pasti Danu mengenali mobilnya, sebelum Danu berlalu, Andika gegas keluar dari parkiran, untung saja di depan rumah sakit banyak taxi online.
Segera dia naik ke sebuah mobil, sopir kaget karena tidak merasa menerima penumpang.
Andika mengeluarkan beberapa lembar uang merah dan meminta sopir mengikuti mobil Danu.
Tak lama berselang, mobil yang di tunggu Andika keluar dari Rumah sakit.
“Pak, ikuti mobil putih itu,” suruh sopir, tangannya menepuk bahu pak sopir.
“Jangan kehilangan jejak yah!” perintahnya lagi.
Danu sama sekali tak menyadari kalau sedang di ikuti. Dia menjalankan mobil dengan santai , tiga puluh menit kemudian, dia telah sampai di rumah Maya.
Terlihat Maya sedang duduk di teras bermain ponsel.
Melihat Danu, senyumnya mengembang. Dia beranjak menyongsong kekasihnya.
Danu keluar dari Mobil, Maya langsung bergelayut manja di lengan lelaki berbadan tinggi itu.
“Sialan!” umpat Andika, tangannya meninju jok mobil.
Sopir yang melihat Andika seperti itu bertanya. “Itu pacarnya, Mas?”
Andika menggeleng. “Suami adik saya, Pak!” jelasnya.
“Kalau saya, pasti tak laporkan ke polisi, atas kasus perzinahan,” celetuk sopir tersebut.
Mendengar sopir berkata seperti itu, Andika mengangguk. Dia setuju dengan ide tersebut.
“Pak, antar saya ke kantor polisipolisi.” Pak sopir menoleh ke Andika, mencari kepastian.
Andika mengangguk yakin, pak sopir tersenyum. Dia tak menyangka kalau idenya akan di Terima begitu saja oleh Andika.
Sesampainya di kantor polisi, Andika di sambut oleh seorang laki-laki berpakaian PDH berwarna coklat.
Bertanya maksud Andika ke kantor polisi.
Andika berkata ingin membuat laporan dengan kasus perzinahan, dia menceritakan kronologis Danu yang berada di rumah Maya.
“Maaf, Pak! Apa bapak yakin dengan yang bapak katakan?” tanya Polisi yang menerima laporan Andika.
“Yakin, Pak!” jawab Andika.
“Maaf, bukan kami tak percaya, tapi jika membuat laporan harus ada saksi dan bukti, Pak!” jelas pak Polisi.
“Saksinya ada sopir taxi yang saya tumpangi,” jawab Andika.
Sopir yang di maksud dipanggil untuk memberikan keterangan.
Setelah laporan lengkap, Andika dan dua orang polisi yang di tugaskan menangani kasus, menuju ke TKP.
*****
Danu yang baru saja sampai di tempat Maya, di suguhkan dengan makanan.
“Mas, habis makan mandi yah!” perintah Maya.
Danu mengangguk, memang sejak dari hotel dia belum sempat mandi.
Selesai makan, dan mandi. Danu di giring Maya masuk ke dalam kamar.
“Kita mau ngapain?” tanya Danu pura-pura, dia langisng berbaring di tempat tidur Maya.
“Aku mau kasih lihat ini!” Maya berputar.
Ternyata dia telah membeli lingerie berwarna merah maroon yang sangat transparan.
Melihat tubuh Maya yang terbungkus kain tipis, Danu meneguk ludah.
Matanya nyalang, walaupun baru tadi malam mereka bertempur, tapi melihat Maya seperti itu membuat Danu ingin kembali bertukar peluh dengan wanita berkulit putih dan berlesung pipi tersebut.
Tak ayal, Danu menarik tangan Maya, memeluk wanita berambut sepunggung tersebut. Menghirup wangi rose dari rambut indah tersebut.
Maya melingkarkan tangan di leher Danu, entah dari mana dan siapa yang memulai. Ranjang Maya berdebat menahan berat badan dua insan yang sedang terbuai nafsu sesat.
Setan-setan sedang bersorak di samping mereka, membisikkan tipuan-tipuan agar mereka berdua lebih dalam larut dalam maksiat.
AC yang telah di setel ke suhu terendah tak mampu menghentikan bulir keringat mereka untuk menetes.
Di tengah permainan ranjang Danu dan Maya, mereka tak menyadari jika Andika dan Polisi telah sampai di rumah Maya.
Seorang polisi, bertanya ke tetangga Maya rumah pak RT.
Setelah menemui pak RT dan meminta izin melakukan penggerebekan, Polisi langsung menjalankan tugas mereka.
Brak!
Pintu di dobrak, polisi langsung masuk, mengetuk dan mendorong setiap kamar.
Danu dan Maya yang masih bergelut, terlonjak kaget. Belum sempat mereka berpakaian, Polisi telah masuk ke kamar mereka.
“Berdiri, berdiri! Angkat tangan di atas!” seru pak Polisi kepada mereka berdua.
Danu dan Maya masih kebingungan, mereka tak berani beranjak dari tempat tidur.
“Ayo, keluar!” bentak pak Polisi.
Mendengar bentakan pak Polisi, Danu bangkit dari posisinya.
Saat berjalan mendekat ke arah pak Polisi.
Seseorang menrengsek masuk ke dalam kamar dan Brugh!
Bugh!
Bugh!
Mati kau! Pisau di layangkan ke arah Danu.
Untung saja seorang Polisi melihat dan segera menarik lengan Danu, pisau mengenai angin. Melihat serangannya sia-sia, orang tersebut segera berlari meninggalkan tempat kejadian.
Polisi tak dapat mengejar, karena beberapa warga yang mengetahui sedang berlangsung penggerebekan. Berbondong-bondong datang, alasannya untuk melihat siapa yang tertangkap.
Danu dan Maya di gelandang ke kantor Polisi, takutnya mereka di amuk massa yang semakin lama, semakin banyak.
Danu hanya bisa tertunduk, dia tak habis fikir, bagaimana mungkin mereka di grebek, padahal baru kali ini dia melakukannya di rumah Maya.
Biasanya mereka akan ke hotel, atau menyewa villa jika weekend.
Maya pun sama, dia menutup kepalanya dengan jilbab. Tangannya gemetar, dia tak tau apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui kelakuan bejat mereka.
“Huuuuuuu, tukang zi*a di tangkap, viralkan!” teriak seseorang.
Polisi yang melihat keadaan hampir tak kondusif, segera menjalankan mobil patroli, Maya dan Danu yang duduk di belakang, masih mendengar teriakan kegeraman dari warga.
Andika mengepalkan tangan, melihat kebejatan ipar satu-satunya. Sesaat setelah mobil Polisi berlalu, dia merogoh kantong, mengeluarkan semua uang dari dompet dan memberikan ke sopir taxi, dia berkata. “Beri mereka lima lembar setiap orang, selebihnya silahkan Bapak ambil.”
Andika berjalan meninggalkan rumah Maya, niatnya akan ke kantor Polisi, tapi terlebih dahulu dia harus mencari taxi lain.
Dia tak tenang jika tak melihat langsung, Danu masuk ke dalam jeruji besi.
Mobil yang dia pesan sudah menunggu, setelah mengkonfirmasi kepada sopir, Andika mengarahkan tujuannya.
Andika memejamkan mata, fikirannya kalut. Sejenak dia ingin tidur, belum lagi niatnya terlaksana, hapenya kembali berdering.
 “Halo, Dik! Kamu di mana? Cepat pulang, Airin mengamuk ingin pulang.” Sebelum Andika mengucapkan salam, Intan sudah memberondongnya dengan pertanyaan.
“Lagi di jalan mau ke kantor Polisi, memang dia kenala?” tanya Andika.
“Nggak tau, ya sudah! Cepat selesaikan urusanmu dan pulanglah, adikmu membutuhkanmu.” Intan memutuskan telpon secara sepihak.
Andika gelisah, antara ke kantor Polisi atau ke Rumah sakit. Merasa Airin lebih penting, Andika meminta sopir mengubah rute.
Sopir hanya mengangguk lalu mengikuti kemauan penumpangnya, sesekali sopir melirik Andika, sepertinya ada beban berat yang di pikul lelaki itu.
Hampir satu jam mereka belum juga sampai rumah sakit, bukan karena jarak yang jauh, tapi karena sekarang waktunya makan siang, sehingga membuat jalan ramai dan mereka terjebak di kemacetan.
[Tolong, tenangkan Airin, aku masih di jalan. Macet! ] chat Andika kepada Intan.
Tapi jangankan di balas, di baca saja tidak. Andika semakin gelisah, takut terjadi apa-apa dengan adik semata wayangnya itu.
Apa yang akan dia sampaikan kepada kedua orang tuanya.
[Segera ke ruangan dokter, kalau sudah sampai] chat balasan dari Intan.
Tak lagi dia balas, untung setelah lima belas menit berjalan seperti siput, mobil yang dia tumpangi kembali melaju.
“Pak, bisa agak cepat?!” perintah Andika.
Sopir yang mengerti kegelisahan penumpangnya, langsung tancap gas.
Sesampainya di rumah sakit, Andika memberi beberapa lembar uang merah kepada sopir tersebut, sang sopir berkali-kali mengucapkan terimakasih.
Andika tak menghiraukan sopir taxi tersebut, dia berlari ke ruang ICU.
Baru saja Andika memasuki loby rumah sakit, terlihat Intan sedang duduk di kursi.
Di dekatnya wanita berbaju putih tersebut, melihat Andika mendekat Intan tersenyum, berdiri dan menyambut Andika.
“Mana Airin?” tanya Andika.
“Di ruangan ICU, siapa sudah tenang. Habis di beri obat.” Intan menjelaskan.
Andika mengangguk. “Kamu, kenapa di sini?” tanyanya pada Intan.
“Tunggu, kamu. Ayo, masuk di ruangan dokter. Dia sudah menunggu dari tadi.” Intan menarik tangan Andika.
Bagai kerbau di cucuk hidungnya, Andika mengikuti langkah Intan masuk ke dalam ruangan yang bernuansa putih.
“Permisi, Dok!” pamit Intan.
Dokter yang sedang mencatat sesuatu di buku agenda, mengangguk lalu mempersilahkan mereka duduk.
“Pak Andika, apanya bu Airin?” tanya Dokter tersebut.
“Kakaknya, Dok!” ucap Andika.
“Suaminya mana?” Dokter yang bernama Alvi  kembali bertanya.
“Lagi ke luar kota, Dok,” bohong Andika.
Dokter kembali mengangguk tanda faham.
“Baiklah, saya ingin menyampaikan kondisi terkini bu Airin.

Bình Luận Sách (55)

  • avatar
    Nur Mutya Mutya

    makasih

    23d

      0
  • avatar
    Yeldi Alfitra

    bagus sekali

    08/02/2023

      0
  • avatar
    DeaFifit

    kerenn

    24/11/2022

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất