logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Mas Adi mulai mengerti kehilangan Neneng

Bab 4
*Pov Neneng*
Akutidak lagi ke rumah mas Adi, padahal waktu ini tepat saat aku kemarin menunggu mas Adi pulang.
Aku hanya bisa menatap mas Adi dari jendela rumah. lalu aku melanjutkan rutinitasku mencuci baju tetanggaku.
Bapak belum pulang, aku tidak tahu kemana dia.
Dok.
Dok.
Dok.
Suara pintu diketuk
"Loh Mas Ridho? Ada apa Mas?"
"Ayo kita kencan, yaudah yuk cepetan tutup pintunya."
"Hah kencan? Ihh Mas Ridho mah ada-ada aja, mau kemana sih Mas?"
Aku pun ditariknya naik ke mobil, apalah daya.
Aku mengungkapkan bahwa diriku bisa bekerja di rumah mas Ridho. Bagiku, menjalani hidup lebih baik adalah pilihan.
Mas Ridho mengajakku ke sebuah Mall. Masuklah kita ke counter handphone, dia memilih dan langsung dibayar pakai kartu.
Penjaga tokonya sungguh terpesona oleh mas Ridho. Bagaimana tidak terpesona? Wong mas Ridho kayak bule! Namun, Mas Ridho tidak memperhatikannya, dia sibuk dengan menjajal gawai barunya. Sesekali dia senyum padaku, aku dengan kikuk membalas senyumnya.
"Ayo Neng beli baju."
"Iya Mas, kok ke toko perempuan. Oh mau beliin buat Nabila ya."
"Enggak, Nabila bajunya udah banyak."
Dia hanya menyuruhku duduk dan selang beberapa menit para pegawai toko melihatku dan memperhatikanku. Ahh risih sekali, sebenarnya ada apa dengan mereka? Apa aku mengotori tempat duduk mereka?
Aku menunggu mas Ridho sangat lama, tapi aku tetap setia menunggu. Melihat baju yang bagus-bagus tidak membuatku dengki.
Aku sudah terbiasa memakai baju yang umurnya sudah tahunan bahkan jika dikenakan akan terasa kering dan kasar. Namun, baju hanyalah baju, untuk apa dipermasalahkan?
"Mas Ridho belanja banyak banget."
"Iyalah ... uang Mas Ridho 'kan banyak. Kalo Neneng nikah sama Mas, pasti gak susah " ucap mas Ridho tanpa beban.
"Sayangnya Neneng jelek ya Mas masih kecil lagi," ledekku dengan tawa lebar.
"Loh emang Neneng mau sama Mas? Serius?"
"Loh enggak!!"
"Oh jadi kamu gak serius?"
"Bukan gitu, Neneng gak tau ah," ucapku tersipu
"Loh gimana sih Neng? Jangan gantungin Mas dong," goda Mas Ridho.
Aku tahu dia hanya menggodaku, mana mungkin dia serius.
"Duh, baju kali digantung!"
Emang dasar Mas ridho ini!!
Sesampainya dirumah, aku diberi tahu Mas Ridho kalo besok akan ada orang yang jemput aku untuk pindah ke rumah Mas Ridho.
Aku bilang, aku itu gak punya barang banyak jadi gak perlu orang. Dia malah kesal dan menyodorkan tas belanjaan yang tadi kepadaku.
"Aduh kok dikasihin ke Neneng semua sih Mas?"
"Kamu coba semua, itu buat kamu. Udah deh jangan nyebelin. Mas pulang dulu."
Berati tadi Mas Ridho belanjain baju buat aku, kenapa? Dan handphone juga!
KRING.
KRING.
KRING.
[Handphonenya buat kamu, nanti malam kita smsan ya.] Sms mas Ridho di seberang sana.
[Makasih ya mas.] balasanku.
Berjumpa denganmu mengusik rongga kalbu yang hampa, saliva kuteguk beberapa kali ketika memandang pesonamu.
Aku hanya mengagumimu.
***
*Pov Adi*
[Hallo ada apa malem-malem telpon? Ganggu orang aja!] ketus aku.
[Weits ... nanti dulu, Ridho yang cakep ini akan menelpon Neneng yiiihaa. Gak pengen nomernya Di? Hehehehe.]
[Ngapain amat minta nomer! Pengen ngomong, ya langsung ke rumahnya, ketemuan dan ngobrol langsung,] ucapku dengan jelas, kalah telak Ridho hhahahaha. Dan dia langsung mematikan telponnya, dasar.
Berguguran setiap dosa, tatkala aku membasuh wajah dengan air wudhu. Bahtera yang akan kujalani, membuat anganku runyam. Hembusan demi hembusan tidak membuat daging merah ini mengendur, malah semakin keladi.
Besok aku melamar Cantika, semoga dimudahkan segala sesuatunya. Ibuku sudah menyiapkan cincin untuk tanda perjanjian kami. Ibuku sangat senang mengetahui calon mantunya adalah Cantika, menurutnya dia sangat pantas untukku.
Aku terpatri pada sesuatu yang sebelumnya tidak pernah bisa mengambil hatiku. Hari ini, Neneng tidak ke rumahku untuk mengantar makanan. Hanya karna hal itu sudah membuatku gusar setengah mati.
Aku membuat kopi dan duduk manis di teras rumah. Aku melihat rumah Neneng masih buka. Apa dia belum tidur? Ingin sekali hati kesana, tapi ini sudah larut.
Menyesap kopi hampir setengahnya, aku berjalan ke rumah Neneng. Dan jelas saja kulihat dia sedang bekerja berkelut dengan pakaian.
"Neng?"
"Ah iya Mas Adi?" Neneng langsung menoleh dan berdiri ketika mendengar suaraku. Dia memakai dress selutut, aku terpaku olehnya.
"Neneng abis dari mana aja?"
"Nemenin mas Ridho shopping, eh malah belanjaannya buat Neneng semua," ucap Neneng sambil tertawa kecil. Melihat tawanya dengan membayangkan sikap Ridho, membuatku menyesal kenapa aku tidak pernah apresiasi Neneng sedikit pun, padahal dia selalu memberi apa yang dia punya padaku.
"Oh yaa? Neneng suka?"
"Emm suka Mas, ini pertama kalinya Neneng masuk mall dan beli baju di situ, ternyata dingin ya Mas didalam sana. Neneng juga waktu itu abis nonton, terus ketemu Mas Adi, juga pertama kalinya makan di tempat bagus sama mas Ridho," kata Neneng dengan senyuman yang tulus.
"Besok Neneng kerumah mas Ridho?"
"Yaudah kalo begitu, Neneng hati-hati disana."
Aku pamit pulang, rasa tak sanggupku menyeruak ke sendi-sendi. Gadis hitam manis yang selalu mengejarku, kini telah berhenti. Tak ada beban sedikitpun di raut wajahnya.
Semua hal yang dia lakukan untuk pertama kalinya dengan Ridho.
Setelah berhenti baru terasa. Menikmati detik demi detik, aku memangku harap agar diberi ketangguhan dalam menjalani roman ini. Tidak semestinya, aku memikirkan sikap Neneng.
Biarlah, dia masih bocah.
***
"Sudah siap Bu? Duh, Bu malu-maluin banget sih, masak pake emas banyak banget," ucapku sebalku pada ibu.
"Ayo kita ke sana, Ibu udah gak sabar. Ehh biarin, emas ini tanda status sosial kita." dengan narsisnya dia berbicara seperti itu.
"Iya nih ibu malu-maluin," kata Bapak.
"Ihhhh dasar ya kalian, bapak sama anak sama aja huh."
Kita jalan dengan penuh harap dan suka cita, menyadari Cantika akan kumiliki, serasa indah hari-hariku, semoga kelak aku bisa membimbingnya.
Setelah sampai di rumah Cantika, kita semua turun dan ibu berdecak kagum mengetahui Cantika anak orang mampu. Hal tidak terduga terjadi, ayahnya Cantika memberikan surat padaku. Berisi tentang Cantika sudah tidak disini lagi.
'Mas Adiku sayang, kau tidak akan menikahiku karna aku bukan wanita sempurna. Carilah yang bisa membuat hatimu senang. Aku pergi menapaki derita yang kumiliki. Tidak usah mencari keberadaanku.'
"Maafkan Ayah Nak Adi. Ayah tidak tahu kalau Cantika melarikan diri. Entah kenapa dan ada apa , Ayah tidak tahu," ucapnya dengan sedih dan menahan rasa malu.
"Bagaimana sih pak, " teriak Ibu, namun kucegah.
"Bu!!"
"Tidak apa, kami akan kembali jika Cantika sudah di rumah. Kami pamit."
Ibu marah-marah kepadaku namun aku tidak membalasnya. Aku tau, itu sangat melukai harga dirinya sebagai wanita yang sangat menjunjung tinggi harga dirinya. Bapakku hanya diam dan langsung masuk ke kamar terlebih adikku dia langsung nyelonong.
Aku bertanya-tanya kenapa Cantika bisa sampai hati melakukan itu semua. Kenapa dia minta dilamar bila pada akhirnya seperti ini. Aku tidak marah padanya sebelum tahu apa alasannya. Dan dia kemana rimbanya, aku pun buta.
Sedih sekali hari ini, aku ditinggal Cantika juga Neneng. Teringat akan Neneng yang selalu memberikanku sarapan nasi uduk, kini tidak pernah lagi.
Ibuku memang keterlaluan dalam berbicara. Jika saja kala itu aku ada, pasti Neneng tidak akan tersinggung dan pergi dari sini. Terlebih dia pindah ke rumah Ridho. Tidak akan ada lagi kerumunan pembeli Nasi Uduk.
Perasaan kontemporer yang merindu hadirnya Neneng. Tidak!! Ini permanent!

Bình Luận Sách (87)

  • avatar
    Renalda Uspessy

    luar biasa akhir cerita cinta yg penuh dgn suka duka tetapi d akhiri dengan suka cita.cerita nya keren nggak keliatan amatir . suka deh ✌️🌷

    29/12/2021

      0
  • avatar
    Nadratul Nadra

    bagus

    08/07

      0
  • avatar
    FatianahSiti

    sangat bagus

    05/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất