logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Resind

Seiring waktu ....
Kedewasaan kita kian terbentuk dari reaksi kita terhadap kekecewaan-kekecewaan yang datangnya tidak bisa kita perkirakan.
Luka itu mendewasakan.
♡ ♡ ♡
Sore harinya Rayan pulang kerja dengan wajah yang tak seperti biasa. Lesu, lelah dan seperti tak bertenaga. Firda yang tahu gelagat suaminya, hanya memandang tak berani bertanya. Dibiarkan Rayan membersihkan badan dan makan malam biar hatinya tenang dan menunggunya bicara.
"Ma, aku mendapat surat peringatan ke tiga." Rayan memberitahu istrinya sambil menundukkan kepala.
"Apa? Kok sudah surat peringatan ke tiga. Kapan yang pertama dan yang keduanya? Kesalahan apa yang sudah Papa lakukan?" tanya Firda yang sangat terkejut mendengarnya.
Bagaimana mungkin tiba-tiba suaminya mendapatkan surat peringatan ke tiga, sementara dia tak pernah mendengar suaminya mendapat surat peringatan yang pertama atau pun yang ke dua.
Dengan perasaan takut, malu dan kepala yang masih menunduk, Rayan menjawab pertanyaan Firda dengan sedikit gelisah.
"Eemm ... anu ... emm ... maaf, Ma ... maafkan aku, surat peringatan yang pertama dan yang ke dua sudah beberapa bulan yang lalu. Hanya saja aku tak memberitahumu. Aku sering tidak masuk tanpa izin, aku juga sering terlambat masuk kerja. Hari ini aku disuruh memilih, jika tak ingin dikeluarkan dari perusahaan aku bisa tetap bekerja dengan syarat menjadi karyawan biasa. Jabatanku turun dan tak ada lagi uang tunjangan-tunjangan seperti sebelumnya. Maaf, Ma, sebenarnya surat peringatan ke tiga ini sudah disiapkan sebelum aku kecelakaan kemarin. Karena aku waktu itu sakit, mereka menunggu keadaanku benar-benar sehat kembali. Tadi pagi karena terlambat lagi, aku dipanggil ke kantor dan diberi surat peringatan ini. Waktu berangkat kerja ban motorku bocor, dan aku lupa telepon atasan untuk meminta ijin," jawab Rayan berusaha menjelaskan kepada Firda dengan hati-hati.
"Tapi sebelum kecelakaan waktu itu tiap hari Papa selalu berangkat kerja seingatku. Mungkin memang pernah ijin, tapi hanya dua atau tiga kali saja karena memang kamu sakit. Kalau soal terlambat, bukannya itu juga salah Papa sendiri karena hampir tiap hari pulang pagi. Kalau memang Papa nggak kerja, lalu pergi ke mana?" selidik Firda kepada suaminya.
Rayan tak menjawabnya, semakin tertunduk saja kepalanya. Dia sangat takut jika kejujurannya akan memperkeruh suasana rumah tangganya yang sudah mulai tenang. Karena Rayan juga tahu kejujurannya bagi Firda akan sangat menyakitkan.
Namun, Rayan juga orang yang tak pandai berbohong meskipun selama ini sudah membohongi istrinya. Dari awal mendapatkan surat peringatan yang ke tiga tadi Rayan bingung dan tak menemukan alasan yang tepat yang akan disampaikan pada istrinya.
Pikirannya buntu. Jika harus berkata apa adanya, apakah Firda akan kembali memaafkannya?
"Kenapa diam saja? Ke mana kamu selama bolos kerja? Apa pergi kencan? Atau ke hotel untuk melepas rindu bersama istri orang? Jawab aku, Pa, jawab!!" teriak Firda dengan marah tanpa menyadari putrinya masih duduk di sebelahnya.
"Ma, Mama jangan marah-marah, Syifa takut ... Syifa takut ...." Syifa berkata sambil menangis dan memeluk kaki ibunya.
Firda dan Rayan pun terkejut, mereka lupa dan tak menyadari jika Syifa masih terjaga dan melihat pertengkaran mereka dari tadi.
"Maaf sayang, mama nggak marah-marah kok sama Syifa. Mama marah sama Papa karena Papa nakal, makanya mama marahin. Maaf, ya, Nak, ayoo bobok dulu sama mama, ya," ucap Firda dengan rasa penuh penyesalan karena sudah berkata kasar di depan putrinya.
Firda menggendong Syifa ke kamar dengan menahan rasa marah. Pandangan matanya tajam ditujukan untuk suaminya yang melihatnya dengan tatapan penyesalan. Tak lama mereka berdua pun terlelap bersama. Dan Rayan pun memilih diam tak berani mendekati Firda yang sedang menahan emosinya.
Firda memilih untuk tidak menuntut penjelasan dari Rayan, karena jawaban yang diperolehnya nanti pasti akan menyakitkan.
Firda tak ingin lagi tahu dan mendengar jawaban itu. Lebih baik tidur daripada harus merasakan sakit hati karena tanpa Rayan bicara pun jawabannya sudah pasti.
Rayan sedikit bernafas lega, setidaknya setelah ini, emosi Firda pasti lebih terkendali.
Sambil menunggu istrinya benar-benar terlelap, Rayan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bisa membuat hati istrinya tak lagi emosi. Akhirnya Rayan pun memberanikan dirinya berbaring di sebelah Firda. Diusapnya lembut wajah tanpa make up istrinya, wajah keibuan yang sangat dia sayang. Rayan baru menyadari jika dirinya sungguh-sungguh takut dan tak mau kehilangan.
Dipeluknya erat istrinya sambil mengucapkan kata maaf. Diciuminya wajah Firda dengan rasa rindu yang menggebu. Rayan berusaha menghilangkan emosi Firda dengan segala rayuannya. Firda pun yang berhati lemah dan telah lama menahan rindu akhirnya luluh juga dengan sikap suaminya.
Mereka pun terlena dengan keindahan surga duniawi yang sudah lama tak dirasakan. Meskipun Firda masih merasa sedikit jijik jika mengingat perilaku suaminya tapi dia berusaha melupakan. Rayan pun tahu perubahan istrinya. Namun laki-laki itu begitu pandai membuat Firda terbuai asmara yang diciptakannya.
"Terima kasih, Sayang, kamu telah memaafkanku. Terima kasih karena tidak meninggalkanku. Aku sangat mencintamu, aku tak tahu bagaimana hidupku jika kamu pergi. Maafkan telah menyakiti hatimu. Aku berjanji akan menjadikan urusan keluargaku yang utama. Aku akan berusaha membuat kalian bahagia. I love you, I love you, Ma." Rayan terus berusaha meyakinkan istrinya dengan janji dan juga ungkapan rasa cintanya.
Firda hanya mengangguk tanpa kata. Dalam hati Firda mengaminkan do'a suaminya dan berdo'a semoga Allah mengabulkannya. Terlihat sekali rasa bahagia yang terpancar dari wajah Rayan.
Bagi orang lain mungkin Firda adalah orang yang bodoh. Karena biasanya tak ada kesempatan kedua bagi seorang suami pengkhianat. Tapi Firda juga manusia biasa, tak dipungkiri dia masih sayang dan cinta pada Rayan. Apalagi dalam benaknya yang dia pikirkan hanyalah ibu dan juga putrinya. Yang pasti untuk saat ini Firda hanya ingin memberi kesempatan suaminya agar rumah tangganya pun tetap utuh tanpa adanya perpisahan.
♡ ♡ ♡
Keesokan harinya, Firda melihat Rayan yang masih tertidur di kamarnya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul enam lebih, tapi Rayan masih saja belum bersiap diri.
"Papa nggak berangkat kerja, apa kamu sakit?" Disentuhnya kening Rayan, tak ada tanda-tanda demam. Rayan pun nampak sehat-sehat saja. Membuat Firda berpikir jika Rayan sudah tak semangat lagi bekerja.
Yaaa ... Firda sangat tahu bagaimana sifat suaminya itu. Rayan bukan orang yang mau bersabar jika ada yang menegurnya, meskipun itu atasannya. Firda yakin, sebentar lagi Rayan pasti akan mengundurkan diri dari perusahaannya.
"Hemm ... aku berhenti kerja saja, ya, aku sudah nggak nyaman lagi di sana. Apalagi kalau nanti jadi karyawan biasa, aku malu, belum lagi gajinya pasti hanya cukup buat makan saja sementara kebutuhan kita banyak sekali, Ma."
Tepat sekali ... dugaan Firda tak salah lagi.
Menghela nafas panjang, karena urusan yang satu masih belum benar-benar terlupakan, ditambah lagi sekarang masalah yang baru lagi. Firda berpikir dan mencoba berbicara kepada suaminya agar mau menyingkirkan egonya dan bekerja kembali.
"Setidaknya Papa masih menerima gaji meskipun hanya cukup untuk makan. Kalau kamu resind, lalu kita dapat uang darimana untuk memenuhi kebutuhan hidup tiap harinya?"
"Temanku yang dari Kalimantan kemarin memberi tawaran pekerjaan, katanya ada lowongan kerja di perusahaan temannya di kota sebelah. Gajinya besar, dua kali lipat dari gaji supervisorku biasanya," kata Rayan meyakinkan istrinya.
"Kamu yakin temanmu bisa diandalkan? Kalau tidak kerja-kerja bagaimana? Jangan tergiur dengan gaji besar, Pa. Bukankah lebih baik jika Papa melanjutkan pekerjaan ini dulu sampai temanmu itu memberi kepastian," kata Firda mencoba membuka pikiran suaminya.
"Aku yakin, dia itu sekarang direktur di perusahaan batubara. Temannya juga rata-rata direktur semua. Yang di kota sebelah katanya lagi butuh staff produksi untuk salah satu perusahaannya. Aku yakin pasti diterima," kata Rayan tak mau kalah.
Firda hanya diam saja. Hati dan pikirannya sekarang ini menjadi gundah gulana. Rasa takut jika suaminya tak bekerja lagi mulai hinggap di hatinya. Bukan sekali ini saja Rayan seperti ini. Walaupun sebenarnya Rayan adalah seorang karyawan dengan loyalitas yang tinggi namun emosi yang sulit terkendali membuat dirinya sering menghadapi masalah dengan teman kerja dan juga atasannya. Dan sekarang ada seorang teman yang sepertinya mendukung suaminya keluar dari pekerjaannya.
Teman, inilah salah satu kelemahan Rayan. Firda yakin, Rayan langsung akan setuju dengan tawaran temannya tanpa mempertimbangkannya lagi. Padahal dia hanya teman yang sudah lama tidak bertemu. Teman masa sekolah dulu. Jika memang benar yang dijanjikan oleh temannya, tidaklah masalah. Namun, jika Rayan hanya diberi janji-janji saja, maka rumah tangga lagi yang jadi taruhannya.
Mau makan apa mereka?
Angsuran rumah dan kartu kredit saja belum juga dibayarnya. Apalagi kalau Rayan jadi keluar kerja dan tak langsung mendapat kerja setelahnya.
Rayan ... Rayan ....
Kamu memang menyebalkan!!

Bình Luận Sách (87)

  • avatar
    LiyduLismawati

    ceritanya bagus.. ga nyangka firda sesabar dan seikhlas itu. lika liku rumah tangga betul betul berat

    15/08/2022

      0
  • avatar
    FaradilaMuliani

    terima kasi

    18d

      0
  • avatar
    DesvianaRodhiyah

    ceritanya sangat menarik

    21/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất