logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Pertengkaran

Hati ....
Tetaplah berprasangka baik pada apupun yang terjadi, pada siapapun yang datang dan pergi.
Jangan menyimpan dendam dan marah pada keadaan.
Percayalah, bahwa setiap ujian yang datang, hadir untuk menguatkan.
♡ ♡ ♡
"Pa, ada tagihan dari kartu kredit lima juta. Bulan kemarin tagihan sudah menipis lhoo, sudah mau lunas hutang kita. Setiap bulannya aku berusaha rutin membayarnya. Aku ingin hutang kita cepat lunas. Belum kredit rumah ini, sudah dua bulan ini belum terbayar. Dua bulan kemarin Papa hanya menerima gaji pokok saja karena kecelakaan. Jadi aku memang sengaja membayar lebih tagihan kartu kreditnya, bayar rumahnya masih belum bisa, Pa.Tapi ini kenapa Papa ambil uang dari kartu kredit tanpa sepengetahuanku, buat apa, Pa?" tanya Firda kepada suaminya yang sudah selesai makan malam.
Tadi siang Firda mendapatkan surat tagihan dari bank. Yang satu tagihan kartu kredit dan yang satu lagi tagihan KPR, rumah yang sedang ditempatinya sekarang. Dari awal Firda kurang setuju dengan kartu kredit itu. Namun, Rayan beralasan tidak akan memakainya jika tidak ada perlu. Kenyataannya setiap bulan akhirnya kartu itu pun terpakai dan Firda berusaha rutin membayar angsurannya.
Sudah satu tahun ini Rayan mulai berubah, dari penampilannya dan juga tingkah lakunya. Dulu Rayan adalah orang yang sederhana, meskipun memang terkadang sedikit pemarah. Rayan juga sangat sayang kepada ibunya dan juga rajin ibadah. Dan Firda pun berpikir, jika seorang anak laki-laki yang sayang pada ibunya, pasti dia akan menyayangi istrinya.
Namun, kenyataannya setelah menikah ternyata tak seperti yang diharapkan Firda. Apalagi akhir-akhir ini, Rayan mudah sekali terpancing emosinya, ibadah pun tak pernah lagi dijalankannya. Firda sebagai istri sudah sering memperingatkannya. Namun, ujung-ujungnya hanya bentakan dan amarah yang diterima.
Dulu Rayan sangat pencemburu dengan Firda, sekarang dia pergi ke manapun di jam berapa pun, Rayan tak pernah menanyakannya dan tak pernah mempedulikannya.
"Temanku ada yang pinjam uang, kasihan dia. Katanya untuk membayar sekolah anaknya. Karena aku tahu kamu juga nggak punya tabungan, aku langsung ambil saja tadi di ATM pakai kartu kredit," jawab Rayan tanpa merasa bersalah.
"Siapa yang pinjam? Bukannya kemarin teman Papa yang bernama Candra juga pinjam uang buat membayar sekolah anaknya? Kan sudah Papa kasih dari uang gajian. Lalu ini teman yang mana lagi?" tanya Firda penasaran.
"Ehmm ... anu ... itu yang pinjam Mbak Maya ... ehmm ... yang waktu itu pernah ke rumah, Ma. Kasihan katanya sudah pinjam ke saudara dan tetangganya tapi belum dapat juga." Akhirnya terpaksa Rayan berterus terang.
"Papa ada hubungan apa dengan Mbak Maya? Papa pacaran sama dia? Papa selingkuh, ya?" tanya Firda yang mulai tak sabar lagi.
"Jangan ngawur kamu!! Dia sudah punya suami, dia juga guru mengaji, kamu tahu, kan?" bentak Rayan.
"Aku nggak ngawur, aku bicara sesuai logika saja. Aku tahu Papa sudah sering bertemu dengannya. Aku tahu Papa sering telpon-telponan dengannya. Aku juga tahu Papa sering memberinya uang jika dia minta, bahkan aku juga tahu kalau Papa pernah tidur dengannya. Bicara yang jujur, Pa!! Sudah berapa kali tidur dengannya? Sudah berapa kali, Pa? Aku sudah menahan hati ini selama dua bulan. Aku sudah cukup bersabar karena aku berharap kecelakaan itu membuat kamu sadar. Ternyata Papa semakin dibiarkan semakin tak karuan. Kalau kamu tidak mengaku, tolong buka password ponselmu, buka!!!" seru Firda dengan emosi dan wajah yang sudah penuh air mata.
Karena Rayan diam saja, Firda akhirnya merebut ponsel yang ada di genggaman suaminya. Namun, Rayan kembali merebutnya. Akhirnya mereka pun saling memperebutkan ponsel dan benda itu pun terlempar ke tembok dengan kerasnya sebelum jatuh berserakan dan akhirnya tak terselamatkan.
Firda menangis dengan hati yang benar-benar tak karuan, bahkan kali ini Syifa putrinya pun ikut menangis dengan kencang. Rayan hanya diam menatap pemandangan di depannya. Kalau sudah seperti ini, Rayan tak berani lagi emosi. Rayan sangat mencintai istrinya namun setan sering kali mengalahkan imannya.
"Aku sudah tahu sejak lama, kenapa kamu tega? Kalau kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku sudah pernah bilang, kan? Jika dia janda, saat ini juga aku akan menyuruhmu menikahinya. Tapi ini apa, Pa? Kamu bahkan berselingkuh dengan istri orang. Pesan kalian di ponselmu itu sangat menjijikkan. Kalau memang kamu sudah tak sayang aku lagi, aku rela dan ikhlas pergi dari rumah ini. Kalau dia janda, aku rela. Tapi ini ... astaghfirullah ...."
Bruuukk!!
Tiba-tiba Firda pingsan tak sadarkan diri. Rayan pun membawa tubuh Firda ke tempat tidur dan membaringkannya. Rayan menangis melihat istrinya. Apalagi Syifa semakin kencang tangisnya. Sambil berusaha menyadarkan Firda dan menenangkan buah hatinya, Rayan mengucapkan kata maaf tanpa henti. Rayan sadar, dia tak mau ditinggal sang istri.
Firda pingsan, karena dia sudah tak kuat lagi berbulan-bulan menahan amarah dan sakit hati. Kepercayaan pada Rayan hilang sudah. Firda kecewa karena suami yang disangka setia ternyata akhirnya selingkuh juga.
Setelah sadar dari pingsannya, Firda melihat Rayan di sampingnya dengan Syifa yang sudah terlelap dalam gendongannya. Melihat Firda yang sudah sadar dari pingsannya, Rayan membaringkan Syifa dengan hati-hati di kamar sebelah. Jangan sampai Syifa bangun dari tidurnya karena pertengkaran orangtuanya.
"Maafkan aku, maafkan aku, jangan pergi, Ma. Aku sayang Mama, aku nggak mau kamu pergi. Kalau kamu jijik sama aku, biar aku saja yang pergi," ucap Rayan sambil menciumi tangan istrinya.
Firda hanya diam saja. Wajahnya pucat dan pipinya basah penuh dengan tetesan air mata. Firda merasakan pusing dan sakit sekali kepalanya.
Firda sendiri pun bingung akan berbuat apa. Jika memaafkan, apa dia akan sanggup menjalani dengan ikhlas pernikahan yang sudah ternoda ini. Namun rumah siapa yang akan dia tuju jika dia pergi.
"Apa salahku, Pa? Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik dan menuruti semua apa yang kamu perintahkan. Aku selalu berusaha menjadi istri yang kamu inginkan. Kamu bilang A aku ikut, kamu nyuruh B aku nurut. Kamu suka marah-marah tanpa alasan juga aku selalu diam saja. Tapi apa yang kudapatkan sekarang. Kalau memang sudah nggak cinta harusnya bicara. Aku tidak akan menuntut apa-apa. Bahkan kamu sepertinya sudah nggak punya malu lagi. Banyak sekali pacarmu. Apa maksud semua ini, Pa? Ingat, kamu punya anak perempuan yang harus dijaga." Firda meluapkan isi hatinya dengan suara yang lemah.
"Aku hanya iseng saja, aku juga tidak pernah bertemu, apalagi tidur dengan mereka. Sungguh, kamu harus percaya. Aku akan berubah, aku tak akan berbuat seperti itu lagi. Jangan pergi, jika kamu pergi lebih baik aku bunuh diri," jawab Rayan sambil terus memohon pada Firda.
"Papa bohong! Papa sudah pernah tidur dengan Mbak Maya. Aku sudah membaca pesan kalian berdua. Aku tak bisa dibohongi lagi, aku bukan anak kecil yang tak tahu apa-apa. Aku tidak bodoh. Aku tahu pembicaraan kalian bukan hanya sekedar pesan seks saja seperti sama pacar-pacar kamu yang lainnya. Aku tahu, aku juga merasakan akhir-akhir ini kamu juga berbeda denganku, bahkan kamu sudah beberapa bulan tidak pernah menyentuhku. Kamu tidak bisa lagi berbohong padaku dan aku jijik denganmu. Aku jijik!!" teriak Firda sambil beranjak dari tempat tidur dan menuju lemari pakaiannya. Firda akan pergi, begitulah tekadnya meskipun tak tahu ke mana tujuannya.
Rayan memeluk Firda dari belakang, Rayan terus menerus memohon dan meminta maaf pada istrinya. Firda meronta menghindari pelukan suaminya. Firda takut dengan hatinya yang akan luluh melihat Rayan seperti itu. Firda takut tekadnya melemah karena cinta dan sayangnya pada Rayan yang menggebu.
"Tolong, maafkan aku. Aku tahu kesalahanku kali ini sangat besar, aku tahu kamu jijik padaku, tapi tolong maafkan aku, Ma. Tolong maafkan aku, tolong jangan pergi, tolong tetaplah di rumah ini. Aku janji akan berubah, aku janji tak akan mengulanginya lagi." Rayan terus memohon pada Firda sambil berlutut dan memegang kaki istrinya. Terlihat sangat menyedihkan, wajah Rayan pun penuh dengan air mata. Terlihat pula rasa sesal yang begitu dalam dari lubuk hatinya.
Firda tak bergeming, tubuhnya hanya diam tak mampu bergerak, kaku. Bibirnya pun kelu tak mampu mengucap kata. Melihat istrinya hanya diam saja, Rayan pun bangkit dan berdiri.
"Baiklah, jika kamu nggak mau memaafkan aku, jangan harap melihatku lagi esok hari! Aku akan bunuh diri di jalanan besok pagi. Mama tak akan pernah lihat aku lagi jika kamu benar-benar pergi," seru Rayan tak mau kalah sambil membersihkan sisa-sisa air mata.
Rayan juga menangis. Dia sebenarnya sangat malu karena sudah ketahuan berselingkuh. Apalagi jika sampai ada teman atau tetangganya yang juga mengetahuinya. Rayan tak ingin tercoreng nama baiknya. Lebih baik mati, begitu pikirnya.
Ini yang ditakutkan Firda. Dia tahu suaminya adalah orang yang terkadang masih labil seperti remaja. Dan Firda juga bingung dengan keadaan dirinya yang harus bagaimana. Suaminya selalu seperti itu jika ada masalah.
Pernah sekali Rayan mencoba bunuh diri karena kehilangan pekerjaan dan dibohongi temannya. Jika sudah putus asa, Rayan pasti akan berbuat nekad tanpa memikirkan istri dan putrinya. Sikapnya yang terkadang labil membuat Firda tak pernah bisa meninggalkannya. Firda tak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya.

Bình Luận Sách (88)

  • avatar
    LiyduLismawati

    ceritanya bagus.. ga nyangka firda sesabar dan seikhlas itu. lika liku rumah tangga betul betul berat

    15/08/2022

      0
  • avatar
    avrilliaNiaa

    waww

    12h

      0
  • avatar
    FaradilaMuliani

    terima kasi

    19d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất