logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Kemarahan Kakek

Raden Sutawijaya yang lebih dikenal se-Asia dengan sebutan kumbang hitam, karena kekejamannya dan kebengisannya yang tidak bisa ditolelir lagi oleh siapa pun.
Meskipun usia Raden sudah masuk kepala tujuh, hampir mendekati kepala delapan. Tetap saja, aura seram dari wajahnya tidak bisa dihilangkan. Apalagi rahang tegas dan kokoh miliknya mengeras tegang seakan menahan emosi yang sangat besar sekali.
Lirikan tajam dari mata Raden membuat Bara menelan ludahnya kasar dengan terpaksa. "Kakek, Bara bisa jelaskan semuanya. Tolong, jangan salah paham dulu," ucap Bara dengan penuh permohonan agar emosi Raden tidak meledak di detik itu juga.
"Saya enggak perlu penjelasan omong kosong dari kamu, Bara! Yang saya tanyakan, siapa ibu dari anak ini?!" desis Raden menggeram marah dengan urat - urat yang di lehernya sangat tercetak jelas.
Elusan lembut dari tangan mungil milik Ratna balita di dada bidang milik Raden, membuat lelaki baya itu menundukkan kepalanya menatap Ratna balita dengan lekat-lekat dan juga tajam.
"Aku boleh minta uang banyak enggak Opa? Soalnya dari kemarin belum minum susu," adu Ratna balita yang sengaja memelaskan mimik wajahnya.
Jari telunjuk milik Ratna balita menunjuk ke arah Bara yang mampu membuat kening Raden mengerut semakin bingung. Sedangkan Bara sudah mewanti-wanti bom yang akan diledakkan oleh Ratna ke arah dirinya nanti.
"Aku dikasih air bekas cucian beras sama Papah. Padahal anak seusia aku harus minum susu yang bergizi karena aku masih tahap masa pertumbuhan," sambung Ratna kembali dengan suara yang bergetar dan juga kedua matanya yang berkaca-kaca.
"APA ...!!!" teriak Raden bergema hingga menyakiti gendang telinga siapa pun yang mendengar teriaknya.
"Asu! Udah aki-aki tapi suaranya masih kayak kaleng rombeng. Untung kuping gue buatan Tuhan, jadi enggak gampang copot, deh," gerutu Ratna balita dalam hatinya sambil mengelus dadanya dengan menatap tajam Raden.
Bara spontan langsung bersimpuh di bawah kaki Raden yang dibalut sendal milik sultan.
"Bohong, Kek! Jangan percaya sama mulut buaya bocah kecil ini!" sanggah Bara menolak mentah-mentah tuduhan dari Ratna ke padanya.
"Heh, kurcaci otak udang! Lo jangan ngomong yang ngadi-ngadi, ya! Gue celup di selokan mau lo, hah!" ancam Bara melototkan kedua matanya memberi penuh peringatan pada Ratna.
Ratna yang duduk di pangkuan Raden, langsung memeluk Raden dengan menyembunyikan wajahnya menghindari tatapan mematikan dari Bara.
"Opa ... Masa aku dipelototi sama dia!" tunjuk Ratna balita yang juga merengek ke Raden berpura-pura ketakutan ditambah dengan air mata buaya palsunya.
Plak ...!
"Wadaw ...!" pekik Bara saat sebuah sendal yang harganya untuk seorang sultan melayang tepat mengenai wajah Bara.
"Awhhs ...." ringis Satya bersama Galuh dengan kompak, saat mengintip kejadian barusan di balik dinding sekat dapur.
"Pokoknya saya enggak mau tahu, mulai detik ini kamu harus cari perempuan yang menjadi ibu dari balita ini. Jika kami tidak menemukannya segera, maka semua saham saya tidak akan sudi diturunkan alih ke tangan kamu, Bara!" tekan Raden dengan sarat penuh pengancaman dan juga peringatan pada Bara.
"Kek, jangan begitu lah," mohon Bara memelas pada Raden.
Sedangkan Ratna balita tertawa bahagia di atas penderitaan Bara. "Emang enak, rasain tuh. Siapa suruh bercocok tanam di sembarangan tempat. Rasain, lo kena karma juga, kan!" ledek Ratna balita dengan suara imutnya yang diakhiri dengan tawa ciri khas seperti balita.
Bara sudah tidak terlalu terkejut mendengar ledekan dari Ratna balita. Berbeda dengan Raden yang langsung syok dengan kedua mata melotot hampir keluar.
"Kamu ... Kamu, beneran masih bayi, kan?" tanya Raden dengan tatapan horornya mengangkat tubuh Ratna balita dari pangkuannya, hingga seperti melayang di udara.
Ratna balita meringis kecil. Di dalam hatinya, ia mengumpati kebodohannya yang sangat mendarah daging. Kan, dirinya sedang berada di dalam tubuh balita, masa ia melupakan kebenaran itu.
"Bodoh sekali kamu Ratna," decak Ratna menyalahkan dirinya sendiri.
Dalam hitungan tiga detik, tubuh Raden yang menegang terkejut langsung melemas sambil meremas dada kirinya.
"Bara, kayaknya saya kena serangan jantung dadakan," lirih Raden menatap Bara dengan horor. Ketika lagi-lagi Ratna berbicara seperti layaknya seorang wanita dewasa.
Braakkh ...!
"Kakek ...!"
"Opa ...!"
Tubuh kekar Raden akhirnya terjatuh lemas di sofa besar. Sangat lucu sekali ketika Raden pingsan, apalagi kepanikan yang melanda empat orang yang ada di dalam apartemen milik Bara.
***
Seorang asisten pribadi sekaligus merangkap sebagai tangan kanan dari seorang Raden Sutawijaya, merentangkan tangannya mencegah Bara untuk masuk ke dalam kamar khusus milik Raden.
Ya, setelah berita menggemparkan seorang Raden pingsan akibat ulah balita yang bernama Ratna, membuat Angga — asisten Raden — mengambil tindakan darurat. Membawa Raden balik pulang ke kediaman rumah utamanya.
"Maaf, tuan muda. Anda tidak boleh diizinkan masuk ke dalam oleh big bos." Angga kembali mencegah Bara yang ingin menerobos kembali kamar khusus milik Raden.
"Hpppttt ... Tuan muda? Usia sudah bangkotan masih dibilang tuan muda? Hahaha ... Kayaknya mata Om ini lagi sakit, ya," ledek Ratna yang langsung menyemburkan tawa gelinya hingga tubuh kecilnya terguncang-guncang.
"Heh, anak curut! Siapa yang suruh lo ketawa, hah!" desis Bara tajam melototkan matanya menatap Ratna balita yang ada di samping dekat kakinya.
Angga yang dikenal sebagai orang yang kaku dan sangat minim ekspresi, kini malah sudah tertawa terbahak-bahak geli. Angga menggelengkan kepalanya tidak percaya dan sekaligus juga mendengus geli apa yang baru saja dipertontonkan oleh Ratna bersama Bara.
"Sebaiknya tuan muda pergi dulu dari sini. Biar big bos saya yang urus," usir Angga secara halus, setelah bisa menetralkan tawanya.
"Sialan lo, Angga! Gue pecat dari kerjaan, baru tahu rasa lo!" pekik Bara kesal menatap geram Angga.
"Iihh ... Enggak sopan banget sama yang tua. Iihh ... Aku enggak suka gelay ...." sahut Ratna balita dengan manja.
Lagi dan lagi Angga kembali dibuat tertawa oleh ucapan Ratna balita. Berbeda dengan Bara yang raut wajahnya semakin masam tak sedap dipandang mata.
"Awas lo, bocil! Gue rebus sampai ancur tulang lo itu baru tahu rasa lo!" ancam Bara menunjuk tidak suka pada Ratna balita. Setelah itu, pergi meninggalkan Ratna bersama Angga.
"A-apa?!" tanya Ratna terbata - bata. Lalu, melirik Angga dengan bibir yang terbuka lebar.
"Om, aku ini masih manusia, kan? Bukan daging sapi, kan?" tanya Ratna kembali masih dengan raut wajah syoknya.
Kedua mata Angga memejam erat. "Brengsek sekali kamu Bara! Masa anak balita kayak gini malah kamu ancam seperti itu," gumam Angga pelan yang masih didengar oleh Ratna.
"Mati, gue. Sudah nasib sial berubah jadi balita eh malah ketemu sama sang iblis pendosa." Ratna meneguk ludahnya kasar penuh rasa ketakutan.
***
Halo para pembaca Permen Kaki CEO. Terima kasih sudah membaca bab terbaru dari Permen Kaki CEO. Jangan lupa untuk memberikan review, subscribe, and star vote.
Menurut kalian, tindakan apa yang akan dilakukan oleh Raden pada kesalahan yang dibuat oleh Bara?
See you next bab guys ...

Bình Luận Sách (54)

  • avatar
    Pred

    lanjutkah

    11d

      0
  • avatar
    QaisaraNik

    bagusss

    11/02/2023

      0
  • avatar
    Syifa Yuhanis Mazlan

    saya suka baca novel ini

    26/01/2023

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất