logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

BAB05-Ingin Melarikan Diri

"Apakah Anda pemilik toko ini, Tuan?"
Bradley yang semula terdiam akan pemandangan yang luar biasa dari sang pencipta pun, tersadar saat suara yang sangat merdu itu menelusup masuk ke gendang telinganya.
Dia tersadar dan mencoba biasa.
"Agh, bukan Nona. Maaf, jika Anda ingin berbelanja silahkan saja masuk ke dalam untuk memilih. Sebentar lagi pemilik tokoh akan melayani Anda."
Dia tersenyum ke Bradley. "Terima kasih," jawabnya.
Melangkah dengan kedua kaki jenjangnya, Alona mulai memilih sederetan pakaian santai untuk berjalan-jalan di musim semi, musim yang paling ia sukai karena bunga-bunga tentu saja akan bermekaran dengan indahnya. Tempat yang ingin dikunjunginya adalah Botanical Garden yang berlokasi di New York, untuk menyambut musim itu tiba.
Derap langkah kaki sang pemilik tokoh pun akhirnya terdengar. Sekilas, Alona menoleh.
"Ini Brad," kata Georgiana memberikan cup kopi padanya.
"Terima kasih. Ada pelanggan mu, aku akan duduk di sana," tunjuk Bradley pada sofa.
Georgiana mengangguk, juga mengayun langkah mendekati Alona. Sedang kan Bradley, matanya tak berkedip menatapi Alona yang memilih pakaian, dari posisi duduknya.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Georgiana sopan.
Tak lupa dengan mengukir senyum untuk menyapa si pelanggan. Pandangan mata itu kini melihat dari atas hingga ke bawah tampilan dari lekuk tubuh indahnya Alona. Gadis di depannya tersenyum membalas Georgiana selaku pemilik toko.
"Ini," katanya dengan mengarahkan satu dress bermotif bunga sederhana berwarna pink ke Georgiana. "Aku ingin ini, tapi aku ingin langsung memakainya. Apakah boleh?" balas Alona dengan kelembutan.
"Tentu saja boleh. Itu adalah hak Anda, Nona. Baiklah, silahkan ke ruang ganti dan berikan pakaian yang Anda kenakan pada saya. Saya akan membungkusnya untuk Anda," balas Georgiana lagi dengan ramah.
Alona mengiyakan dan cepat melangkah untuk menuju ke kamar ganti yang berada di tengah ruangan. Kini, Georgiana menemui Bradley terlebih dahulu, terselip senyum merekah di bibir tipisnya.
"Maafkan aku, Brad. Di hari pertama kedatanganmu, kau malahan tidak dijamu dengan benar di sini," ungkap wanita muda itu merasa tak enakan.
Bradley melemparkan senyum serta menggeleng. "Tidak apa-apa, santai saja karena aku ke sini memang bertujuan berkunjung untuk melihatmu, Giana. Kau tidak perlu repot memikirkanku. Sebentar lagi aku akan pergi dari sini," balasnya dengan suara yang sangat lembut. Lalu, dia mengarahkan cup kopi ke bibirnya.
Pria yang sedang menegak kopi itu adalah cinta pertamanya Georgiana. Karena kelemah lembutannya lah, sahabat kecil dari Bradley menaruh hati padanya. Menaruh harapan yang besar, ketika mereka dewasa nantinya. Sayang, Georgiana salah memilih tempat untuk melabuhkan cinta. Bradley cuma menganggap sahabat, tidak lebih. Berbeda dengan Nyonya Celia, Mama Bradley. Dia menginginkan Georgiana menjadi menantunya.
"Kenapa kau malah diam? Itu, pelangganmu sudah keluar," tunjuk Bradley pada Alona.
Lagi-lagi, pesona Alona membuat matanya tak ingin menolak memuji. Dia sangat cantik saat tubuhnya kini di balut dengan gaun santai yang pas di tubuh gadis polos itu. Sederhana, namun terlihat sangat mewah di mata Bradley.
"Baiklah ... aku akan kesana. Tunggulah sebentar, Brad."
Georgiana beranjak menuju meja kasir. Dia mengambil kantungan kertas untuk membungkus pakaian Alona sebelumnya.
Bau bernuansa vanila susu dari parfum milik Alona, menyeruak masuk ke dalam lubang hidung Bradley. Ketika, Alona ikut berjalan menuju ke meja kasir, menyibakkan rambut panjangnya ke udara. Ya, dia melewati Bradley yang santai di atas sofa tanpa tahu lelaki itu sedari tadi melempar pandangan ke arahnya.
Terang saja bagi pria single seperti Bradley, memiliki ketertarikan terhadap lawan jenisnya. Hanya saja, Bradley tidak pernah setertarik ini, pada wanita asing seperti Alona.
"Terima kasih, semoga Anda berkenan untuk berkunjung kembali."
Georgiana memberikan sisa kembalian ke Alona.
"Iya, terima kasih."
Alona berbalik dan melangkah lagi melewati posisi Bradley, namun tetap saja sama. Seperti hantu yang tak kasat mata, wanita sepertinya sama sekali tidak memperhatikan keberadaan lelaki yang menunggu balasan dari pasang matanya sejak tadi.
"Brad, apa kau masih mau di sini?" tegur Georgiana yang telah duduk di samping Bradley.
Bradley mengarahkan tolehan.
"Tidak, Giana. Maafkan aku, karena pekerjaanku masih banyak. Mungkin lain kali saja, aku ingin mengajakmu makan malam sekalian ngobrol. Jangan menolakku, karena ini permintaan mamaku. Aku bisa kena marah karena itu," katanya jujur sembari memasang senyum.
Georgiana sangat girang mendengarnya.
"Benarkah? Kita akan makan malam bersama?"
Anggukan Bradley yang tegas pun, membuat senyum kembali menghiasi wajah cantik Georgiana.
"Ya, aku ingin makan malam bersamamu."
"Baiklah ... aku menantikan hari itu. Jangan lupa mengabariku, Brad."
"Secepatnya. Kalau begitu, aku pamit sekarang. Terima kasih, untuk jamuan kopimu, Giana. Kuharap harimu menyenangkan." Lagi-lagi kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyum.
Jangan ditanya bagaimana respon Georgiana. Dia sangat senang mendengar perkataan Bradley barusan.
"Baiklah. Kau juga," jawabnya.
Keduanya sama-sama beranjak dari atas sofa dan berjalan menuju pintu keluar. Setelah melambaikan tangan ke arah Georgiana, Bradley masuk ke dalam mobil dan melaju pelan meninggalkan kawasan 86th Street, menuju rumahnya.
Hari tampak semakin menggelap kini. Rasanya, keinginan Alona untuk ke taman akan gagal. Padahal, gadis itu sedang merasa tertekan atas keadaan yang sempat dia rasakan tadi di acara keluarganya. Lantas, kini dia memilih membawa kakinya berjalan di pinggir jalanan bersama dengan pengunjung lainnya. Matanya terlihat kosong, namun kakinya terus mengayun langkah, hingga titik-titik hujan mulai menyentuh ujung kepala.
"Astaga ... apakah ini hujan?" tanyanya sembari menoleh ke atas. "Benar saja, ini sungguh gelap. Bahkan, awan saja tidak mendukungku untuk kabur," gumamnya sedih.
Kenyataannya memang benar. Alona tadinya ingin bersantai di taman, untuk Memikirkan cara agar dia bisa terbebas dari kurungan dan kekangan orang tuanya. Alona ingin bebas, ingin mandiri, bertujuan baik buat masa depan yang dia inginkan.
Hujan semakin lebat membasahi jalanan. Segera Alona masuk ke tepi jalan kendaraan dengan tergesa-gesa. Hingga, suara decitan ban mobil yang barusan melintas pun, terdengar berhenti mendadak.
"Aggggggghhhh ...," jeritnya, saat kilatan dari mata itu menyadari sesuatu yang hendak mendekat.
Sontak, Alona menutup kedua matanya seraya berjongkok memeluk tubuh.
"Kau tidak apa-apa, Nona?"
Bersambung.

Bình Luận Sách (55)

  • avatar
    Akhwat Fakir Ilmu

    Bagus banget kak Semangat Lagi Membuat karyanya Jgn pantang semanggat semanggat 💪 kk

    14/01/2022

      3
  • avatar
    WahyuniTri

    menarik cerita nya...lucu...gemez semoga selalu semangat membuat cerita² yg lebih baik

    13/01/2022

      0
  • avatar
    Nisa Diva

    500

    15/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất