logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

BAB04-Berawal Dari Tatap

Bradley tampak memutar bola matanya dengan gerakan lambat, sebelum ia menjawab pertanyaan sang Mama.
"Belum, Ma," jawabnya pelan.
Kue keju yang semula terasa sangat enak saat dimakan, entah mengapa berubah rasa karena pertanyaan tadi.
"Bradley, apa kau ingin terus-terusan seperti ini? Sampai kapan kau ingin menyendiri, nak? Aku dan papamu sudah tua, bukan hanya menginginkan seorang cucu. Tapi, ingin melihatmu menikah. Apa kami salah?"
Bradley memelankan kunyahan terakhir dalam mulutnya. Melipat kedua tangan di atas meja sambil memikirkan apa yang menjadi permintaan Mamanya.
"Aku akan memikirkannya, Ma," balasnya dengan mengulas senyum. "Bradley akan mencoba menemuinya nanti."
Begitulah sikapnya. Bradley–pria yang teramat sopan dan penyayang di mata kedua orang tuanya. Sebisa mungkin, anak itu tidak menyakiti hati maupun perasaan Celia dan Bastian.
Senyum tampak terukir di bibir Celia. "Kau memang anak yang baik," ucapnya melesatkan sebuah sentuhan di atas puncak kepala Bradley.
"Baiklah, Ma. Aku akan naik ke atas, apa kau membutuhkan sesuatu?"
"Agh, selagi kau ada di sini. Bisakah kau membantuku?" tanyanya hendak beranjak dari atas bangku.
Pria tinggi yang lebih dulu berdiri pun menatap berbinar pada wanita kesayangannya itu. "Tentu saja, kenapa tidak Ma? Apa yang Mama butuhkan?"
Bradley mengikuti gerak tubuh sang Mama menuju meja bar dapur. Satu set rantang makanan di raihnya, dan kembali mendekati Bradley.
"Berhubung toko bunga kita sedang ramai, papamu tidak sempat untuk menutup tokoh. Bisakah kau membantuku untuk mengantarnya?"
"Baiklah, Ma. Aku akan mengganti pakaian terlebih dahulu," balas Bradley sopan.
"Pergilah, aku akan menunggu di sini."
Bradley mengangguk dan mengayun langkah menuju anak tangga. Sampai di kamar, satu persatu ia melepas kancing kemeja dan memilih berhenti di depan lemari, mengambil kaus santai untuk ia kenakan dari salah satu lipatan pakaiannya.
Mengenakan kaus berwarna putih polos dan membungkus tubuhnya yang berisi tegap, Bradley menutup pintu lemari untuk bersiap.
Tidak jadi mengistirahatkan tubuh, kini pria tegap itu bersemangat untuk keluar dari rumah menuju tempat usaha keluarga mereka. Yaitu, toko bunga yang berlokasi di jalan Coney Island Avenue.
"Ma ... aku pergi," ucap Bradley, kini sudah tiba di dapur mendapati sang Mama sedang mencuci piring.
Tak lupa ia mendaratkan satu kecupan di pipi Mamanya.
"Berhati-hatilah, Brad."
"Iya, Ma."
Tangan kekarnya meraih rantang yang berada di atas meja makan, dan pergi menjauh dari sana. Sampai di luar rumah, Bradley segera masuk ke dalam mobil dan melajukannya.
Tiga puluh menit lamanya ia berkendara hingga tiba di toko milik sang Papa. Senyum lebar menyambut kedatangan dia, saat pria paruh baya itu keluar mendapati suara mobil berhenti di depan toko.
"Kemarilah putraku."
Pria bernama Bastian mengembangkan senyum dengan mata berbinar. Papanya menggantungkan tangan di pundak Bradley saat sang anak turun dari mobil dan mendekatinya. Kedua pria tinggi itu, masuk dan duduk di salah satu bangku yang ada di dalam toko.
"Ini, Pa, Mama membuatkanmu makan siang," kata Bradley dengan meletakkan rantang yang ia bawa.
"Terima kasih, anakku. Apa kau tidak bekerja?"
"Aku sudah menyelesaikan nya sebagian, kini sedang memilih untuk beristirahat sejenak. Sepertinya, aku ingin berhenti dari kerjaan itu, Pa. Sungguh membuatku sangat lelah," keluh Bradley sembari mengedikkan bahu.
"Kau bisa melakukannya, saat Ansen kembali ke tempatnya. Berliburlah, atau mengikutiku berkebun," balas Bastian menenangkan.
"Yah, Pa. Namun, lagi-lagi sesuatu menghampiri pikiran. Mama memintaku untuk menemui Georgiana dan ingin memadu kasih dengannya. Menurutmu, apa yang akan lakukan sekarang tentang itu? Apakah aku harus mengikuti kemauannya?"
Bastian tampak memutar bola matanya dengan gerakan lamban. Pria tua itu, dia seolah sedang memikirkan jawaban dari pertanyaan Bradley barusan, sebelum ia kembali membuka mulutnya.
"Kau sudah cukup umur, putraku. Sudah seharusnya juga kau memikirkan hal tersebut. Aku setuju dengan mamamu. Tapi jangan membuatmu merasa terbebani."
Bradley mengukir sebuah senyum dengan sedikit anggukan. "Baiklah ... aku akan menemuinya setelah dari sini, Pa."
"Baguslah." Seulas senyum kembali melekat di sudut bibir Bastian. "Kau ingin teh atau kopi?" tanya seraya berdiri.
"Air putih saja, Pa. Aku tadi sudah minum teh lemon dengan sepotong kue keju buatan mama."
Bastian masih tampak tersenyum dan kembali melanjut langkah ke depan. Tidak beberapa lama, ia pun kembali dengan segelas air mineral dan duduk di depan Bradley.
"Minumlah."
"Makasih, Pa."
"Sebaiknya, kau pergi sekarang anakku. Langit tampak menggelap, apakah akan turun hujan?"
Bradley mengarah tolehan keluar. Langit memang terlihat agak menggelap.
"Padahal ini musim semi yang indah. Baiklah, aku berangkat sekarang Pa. Jangan lupa menghabiskan makananmu dan pulang tepat waktu."
Bradley menepuk pelan pundak Bastian yang menganggukan kepala sebelum dia menapaki jalanan. "Baiklah anakku. Kau berhati-hatilah di jalan," seru Bastian mendapatkan tangan Bradley yang terangkat ke udara.
Dari toko bunga milik papanya, Bradley melajukan mobil menuju 86th Street, Brooklyn, New York City. Tempat bekerja anak tetangga yang hanya tinggal beberapa rumah dari kediaman tempat tinggal Bradley.
Kedekatan mereka berdua sedari kecil pun, di kira berlangsung hingga dewasa karena merasa sangat cocok satu sama lain menurut kedua orang tua mereka. Namun, kenyataannya tak sesuai perkiraan orang tua dari Bradley dan Georgiana, saat Bradley dewasa ia lebih memilih dekat dengan sahabat prianya, hingga sekarang.
Tiba di salah satu toko pakaian.
"Permisi," siapa Bradley setelah lolos dari sebalik pintu.
"Ya, apakah An—Brad," kata Georginia terkejut, saat Georgiana mendapati kedatangan Bradley.
Terbilang sangat ramah, tentu Bradley lebih dulu mengembangkan sebuah senyum manis, lalu ia mendekat menyapa Georginia yang sedang sibuk menyusun baju di rak pakaian.
"Apa kabar, Georgiana?"
"Aku sehat, Brad."
Seperti sapaan pada umumnya, Bradley dan Georgiana saling memeluk sebelum kembali mengobrol.
"Apa kau tertekan oleh perkataan mamaku?"
Georgiana menggeleng. "Tidak. Bibi Celia hanya memintaku untuk bertemu denganmu, Brad. Tapi, kita jarang bertemu karena memang sibuk dengan pekerjaan. Apa kau diminta untuk datang ke sini?"
"Ya, aku menyanggupinya karena memang permintaan ini sudah lama dikatakannya padaku. Apa kau keberatan aku di sini?"
Georgiana, perempuan cantik yang memiliki iris mata kecoklatan dengan rambut panjang bergelombang sebahu berwarna pirang, tersenyum di selah gelengan kepalanya. "Tidak. Aku merasa terhormat kau datang ke sini, Brad. Duduklah sebentar, aku akan mengambilkan minuman untukmu."
"Tidak perlu, Giana. Aku hanya sebentar saja menghampirimu," tolak Bradley cepat, namun gagal karena Georgiana melangkah pergi tanpa menggubris ucapannya.
"Permisi ...."
Bradley berbalik badan menyoroti kedatangan seorang pelanggan yang mendorong pintu toko pakaian milik Georgiana. Ia terdiam tanpa kata, melihat seorang perempuan melenggang langkah dengan sorot mata yang diedarkan ke arah pakaian.
"Sorot matanya terlihat sangat teduh dan sangat berbeda. Baru ini kutemukan sorot seperti itu," gumam Bradley dalam hati.
"Apakah Anda pemilik toko ini, Tuan?"
Bersambung.

Bình Luận Sách (55)

  • avatar
    Akhwat Fakir Ilmu

    Bagus banget kak Semangat Lagi Membuat karyanya Jgn pantang semanggat semanggat 💪 kk

    14/01/2022

      3
  • avatar
    WahyuniTri

    menarik cerita nya...lucu...gemez semoga selalu semangat membuat cerita² yg lebih baik

    13/01/2022

      0
  • avatar
    Nisa Diva

    500

    15/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất