logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Jessy Diculik

Pulang kuliah Jessy bergegas ke drop off tanpa menyempatkan diri hang out dengan teman di mall seperti biasanya. Kampus masih sepi karena belum semua mahasiswa wajib kuliah offline, bagi yang bersedia pun hanya beberapa mata kuliah tertentu yang dilakukan di kampus. Di kelas tadi juga cuma ada 10 mahasiswa dalam kelas yang masing-masing duduk berjauhan sambil mengenakan masker. Sungguh tak enak kuliah di masa pandemi, kantin selalu tutup sedangkan mall baru dibuka pukul 10 pagi. Tantangan untuk anak kos agar mandiri dalam menyiapkan sarapan pagi sebelum pergi ke kampus. Untung tadi pagi ada stock havermut di kamar, jadi Jessy tinggal menuang air panas dari dispenser dan…jadi deh sarapan lezat ala anak kos.
Jessy duduk di kursi panjang, sejauh mata memandang hanya ada tukang kebun sedang menyapu dan satpam yang berjaga di pos dari kejauhan. Langit cerah tak berawan tapi cuaca juga tak terlalu terik. Angin sepoi-sepoi bertiup mengundang kantuk siang hari. Tak lama kemudian, datanglah sebuah mobil Porche warna perak. Mobil itu tampak gagah dan mentereng . Roda mobil pun tampil keren dengan velg unik nan mengkilat.
“Busyet! Harganya pasti puluhan juta. Itu cuma buat melindas aspal jalanan,” pikir Jessy. Jessy masih melongo dengan muka herannya.
Entah mahasiswa mana yang sedemikian tajir sampai dijemput dengan mobil mewah macam ini. Pintu pun dibuka, bagaikan sayap kupu-kupu yang terbuka dengan lebarnya. Dua bodyguard turun dengan menggunakan kacamata hitam. Pakaian mereka serba hitam, namun sang supir tak terlihat saking gelapnya kaca mobil. Andai keadaan normal pasti banyak mahasiswa bergibah ria melihat kehadiran mobil super canggih lengkap dengan pasukan pengawal.
“Apa-apaan nih? Wah gawat! Keduanya menuju ke arahku,”batinnya. Jessy ingin berteriak agar satpam di pos jaga memberikan bantuan, namun dua bodyguard tadi cepat-cepat membungkam mulut Jessy dengan kain dan menggendongnya menuju mobil.
Ketika Jessy tersadar, dirinya telah berada di sebuah ruangan yang sangat besar. Sebuah kamar besar dengan langit-langit yang tinggi sehingga gordyn jendela pun sangat tinggi laksana rumah raksasa.
“Aduh.. dimana ini?” tanya Jessy sambil memegang kepalanya yang masih pening.
Tak ada satupun manusia di kamar tersebut. Diperhatikannya tempat tidur yang berukuran sangat besar, sekitar 200 x 200 cm dengan sprei warna broken white dipadu warna emas. Ada sebuah sofa kecil di ujung tempat tidur yang menghadap televisi layar datar sekitar 53 inch , ada kulkas 1 pintu di dekat tv dan sebuah wardrobe lengkap dengan meja rias.
“Aneh kamar siapa ini?” batin Jessy sambil terus memeriksa seluruh ruangan.
Ada sebuah kamar mandi besar dalam kamar itu, semua tampak baru. Dibukanya pintu kamar mandi yang terbuat dari pvc berhiaskan gambar ular naga dan merak.
“Wow…ada sebuah jacuzzi whirpool bath di kamar mandi seluas 6x8 meter itu.”
Selain itu ada pula wastafel besar , monobloc, shower, dan semua perlengkapan mandi ada di sana.
“Aneh…”
Jessy bergegas keluar kamar, di luar kamar ada kamar-kamar lain yang jumlahnya hampir sepuluh. Tapi yang jelas ini bukan kamar hotel karena tidak ad anomer urut di depan pintu. Perlahan diketuknya pintu kamar sebelah.
“Tok tok…tok tok tok…” makin keras ketukan namun tak ada jawaban dari dalam.
Jessy berpindah ke kamar-kamar lain, namun anehnya hal sama terulang lagi.
Perlahan-lahan ingatannya pulih, dia ingat ada dua bodyguard yang menyekapnya masuk mobil. Jessy kembali masuk ke kamar tadi dan mencari-cari sebuah benda yang sekiranya bisa menjadi alat pertahanan diri. Dibukanya seluruh isi lemari namun tak menemukan apa-apa.
“Nah…itu dia!” seru Jessy. Di balik pintu ada sebuah tempat berisi dua tongkat golf, Jessy mengambilnya satu dan kembali keluar kamar.
Ada sebuah ruangan besar di luar kamar, mungkin semacam ruangan keluarga. Jessy bersiap-siap dengan tongkatnya , siapa tahu dua orang tadi kembali melaksanakan niat jahat. Ruangan besar itu terdiri dari dua sofa besar, di sisi kanan dan kiri. Yang sebelah kanan memiliki buffet sangat tinggi dengan televisi sangat besar sekitar 70 inch.
“Tidak ada siapa-siapa,” batin Jessy.
“Aneh , rumah besar tak berpenghuni. Lama-lama aku bisa mati tanpa makanan di sini!”pekik Jessy dalam hati.
Di luar ruangan itu ternyata ada sebuah balkon besar yang pintunya ternyata dikunci. Jessy tak bisa membukanya. Jessy berlari mencari pintu keluar yang lain. Akhirnya di ujung kamar Jessy menemukan sebuah lift.
“Gila! Ada 4 lantai..apa aku harus menelusurinya satu-satu?” batin Jessy.
Saat ini dia ada di lantai 3, lalu dipencetnya lantai paling atas.
“Tiing”
Pintu lift pun terbuka, lantai 4 tak ubahnya seperti sebuah taman bermain, ada kolam renang indoor lengkap dengan paying-payung cantik dan kursi untuk berjemur.
“Aneh…air kolamnya sangat bening. Tapi kenapa taka da satu manusia pun di sini?”
Bergegas Jessy ke arah pintu lift yang tadi dan ditekannya nomer 2.
“Kira-kira ada apa lagi di ruangan bawahnya?” Jessy mulai merinding.
“Jangan-jangan aku akan dijadikan tumbal pesugihan,” Jessy mulai menangis dalam hati. Ingin menelpon mama tapi takut mama shock duluan, bagaimana kalau mama masuk rumah sakit dan fatal?
“Aah gak dulu. Pokoknya aku harus bisa memecahkan misteri ini,” batin Jessy.
Pintu lift terbuka dan kini ia memasuki lantai 2. Hal sama seperti dia lihat di lantai 3 , deretan kamar-kamar dan sebuah ruangan besar dengan televisi besar di bagian depan.
“Aneh.. seperti sebuah copy paste. Ya Tuhan… tolonglah aku,” bisik Jessy dalam hati.
Dicubitnya kulit lengannya, terasa sakit. Dipukulnya pipi kirinya, terasa sakit juga.
“Ternyata aku masih hidup. Thanks God. Aku pikir aku mati dibunuh dua bodyguard tadi,” Jessy mulai menitikkan air mata. Dia berkhayal seandainya mati terbunuh dua orang tak dikenal, dan esoknya mama menangis meraung-raung membaca berita kematian Jessy di berbagai surat kabar maupun televisi.
Dengan tongkat golf masih di tangan kanannya, Jessy kembali ke arah pintu lift dan kali ini lantai terakhir, satu-satunya harapan hidupnya.
“Tiing,” pintu terbuka dan kini dia masuk ke lantai paling bawah. Sebuah ruangan besar bersekat-sekat ada ruang tamu, ruang makan dan ruang keluarga. Namun tak dijumpainya seorang manusia pun. Akhirnya Jessy memasuki sebuah ruangan dengan aneka peralatan masak, dapur basah, itupun tak berpenghuni.
“Halo….halo….. “ serunya.
Tak ada jawaban. Di belakang dapur ada kamar cukup besar dengan dua tempat tidur bertingkat, sepertinya kamar para pelayan rumah ini. Namun yang aneh tak seorang pun ada di kamar ini. Akhirnya Jessy berlarian dari satu ruangan ke ruangan lain tanpa menemukan jawaban. Matanya terpaku sekaligus bahagia ketika menemukan pintu yang terbuka.
“Mungkin lupa dikunci. Inilah pertolongan Tuhan,”pikir Jessy.
Dengan mengendap-ngendap Jessy keluar melalui pintu belakang yang menghubungkannya dengan taman besar di belakang rumah. Ada berbagai pepohonan rindang di belakang, ada rumah pohon, ada pula gazebo.
“Mungkin jawabannya ada di rumah pohon,” batin Jessy.
Tapi niat naik ke atas pohon diurungkannya, masih ingat benar ketika Jessy melihat Pak No tukang kebunnya jatuh dari pohon mangga dan hampir mati.
“Ah.biar ajalah. Aku bakal disandera seumur hidup,” Jessy pasrah dan menghela napas panjang.
Taman itu memiliki kolam ikan yang memanjang dengan jembatan kecil yang menghubungkan dengan taman bagian depan. Jessy berjalan menyusuri taman yang sangat luas hingga kelelahan. Terlebih tongkat golf lumayan berat karena harus dibawa dengan tangan.
“Srrp…srrp…” sekelabat ada orang lewat.
“Aduh…jangan-jangan hantu!” teriak Jessy dalam hati.
Ternyata di depan rumah ada sebuah pos jaga dan seorang satpam.
“Selamat sore,Pak,” sapa Jessy.
“Sore juga,Non. Non tamunya Pak Heru kan?” tanya satpam tadi.
“Oh.. jadi penculikku si botak buncit, Om Heru,” bisik Jessy dalam hati.
“Om Heru ada dimana,Pak?”
“Oh..beliau masih di kantor. Nanti malam baru pulang. Kalau Non butuh apa-apa panggil saya aja. Ada nomer ponsel saya di kamar,Non. Pembantu juga akan dikirim nanti malam.”
“Tapi .. dua orang bodyguard tadi dimana,Pak? Kenapa saya dibawa ke tempat seperti ini?”
“Waduh… saya tidak tahu,Non. Yang jelas beliau itu punya banyak rumah, soal pribadi saya tidak tahu, tapi yang jelas Pak Heru orang baik-baik. Jangan takut,Non,” jelas satpam tadi.
Jessy bernapas lega.
“Kalau butuh pakaian, tinggal telpon saya,Non. Nanti ada orang suruhan bapak yang membelikan semua keperluan Non,” lanjut pak satpam lagi.
Dan benar di meja dekat tempat tidur telah tertulis nama satpam berikut nomer telpon apa saja yang bakal dibutuhkan.
“Wah… gak jadi dibunuh deh aku,” sorak Jessy dalam hati.
“Tapi apa maksud di botak buncit menculik aku ?”
Akhirnya Jessy memesan pakaian dan makanan melalui semua nomer yang tertera pada meja nakas. Sekitar 30 menit semua pesanan tiba, namun Jessy masih kebingungan mencari letak meja makan di lantai 3 hingga akhirnya makan pun dilakukan di dalam kamar. Kulkas dalam kamar ternyata juga penuh berisi aneka makanan dan minuman.
Hari menjelang malam, Jessy telah mandi dan bersiap tidur. Ketika pintu kamar hendak dikunci, ada seseorang mengetuk pintu kamar. Diliriknya jarum jam pada arloji yang melingkar di tangan kanannya.
“Pukul 22 lewat 16 menit. Gila juga si botak buncit jam segini baru pulang ke rumah,” gerutunya dalam hati. Jessy sangat kesal namun dengan terpaksa dibukanya pintu kamar.
“Selamat malam,Non. Non dipanggil Tuan Heru di lantai 1,” kata seorang pelayan muda yang berseragam hijau muda kotak-kotak.
“Iya Mbak, sebentar ya!”
Diliriknya pelayan itu yang ternyata kakinya menyentuh lantai, tapi mengapa semua kejadian harus berjalan di malam hari?
“Ada yang aneh,” bisik Jessy dalam hati.
Setelah mengganti pakaian tidurnya dengan baju casual, Jessy pun menuju lantai 1.
“Tiiing”
Pintu menuju lantai 1 pun terbuka, ada suara-suara yang datang dari ruangan paling depan. Diliriknya bagian langit-langit, ternyata setiap ruangan dipasang cctv. Kini semua lampu menyala termasuk lampu hias di ruangan besar.
“Nah…itu dia dua bodyguard yang tadi siang menculikku. Huuh! Pengen rasanya memukuli mereka dan berteriak!” geram Jessy dalam hati.
Masih dengan muka manyun ditemuinya Om Heru.
“Halo…apa kabar Jessy?” sapa Om Heru yang masih mengenakan pakaian formal. Di samping kanan dan kirinya kini berdiri dua bodyguard yang sama seperti tadi siang. Berkacamata hitam dan mengenakan pakaian serba hitam. Mereka nyaris sama baik pakaian maupun postur, yang membedakan adalah yang satu lagi hanya memiliki kumis tanpa jambang lebat menghiasi pipi dengan tulang wajah persegi nan sangar.
“Oh..baik,Om,” jawab Jessy tak bersemangat.
“Aku ingin pulang,Om. Kenapa Jessy dibawa ke tempat macam begini?”
“Nanti kamu akan dipulangkan. Sebelum kamu mau menjawab pertanyaan Om,” kata Om Heru dengan tegas.
“Pertanyaan macam apa,Om?”
“ Masih ingat gak dengan pertanyaan Om tempo hari?”
“Perasaan gak ada pertanyaan,Om”
Kemudian Om Heru memberikan kode agar dua pengawalnya menjauh dengan menjentikkan jarinya.
Dua pengawal segera menjauh dan mengambil posisi di sofa yang berseberangan. Ruangan sangat luas nyaris menyerupai sebuah gedung pertemuan, bisa dipastikan pembicaraan biasa nyaris tak akan terdengar.
“ Kamu pengen punya mobil dan apartemen sendiri bukan?” tanya Om Heru.
Jessy merasa aneh Om Heru seakan punya indra keenam bisa menebak keinginan hatinya.
“I..iya Om.”
“Kamu mau terima tawaran Om jadi sugar baby?”
Deg
Deg
Deg
“Sugar baby? Kerjanya apa aja,Om?” tanya Jessy dengan polosnya.
Om Heru tertawa tergelak, saking kerasnya dua pengawal di sofa sebelah sampai menengok keheranan.
“Masa kamu tidak tahu sama sekali. Teman-teman kamu pasti tahu,” kata Om Heru yang kini nampak tidak lagi kalem.
“Jessy maunya cuma sebatas menemani,Om. Tidak lebih.”
“Oke…oke…tapi tergantung nanti ya. Apa yang kamu berikan ke Om, itu pula yang akan Om balas ke kamu.”
Om Heru memberi aba-aba supaya dua pengawalnya kembali lagi.
“Terus kapan aku boleh kembali ke kos,Om? Mau ambil baju-baju dan laptop,”pinta Jessy.
“Nanti Om suruh orang besok pagi bawain semua serba baru. Gak perlu balik ke kos dulu,” tegas Om Heru sambil berlalu.
Ingin rasanya Jessy menelpon Prita atau Rio, tapi malu. Dikiranya Jessy ayam kampus dan berita ini akan tersebar kemana-mana. Ingin pula menelpon mama, tapi takut mama panik duluan dan bisa-bisa malah jadi urusan dengan polisi.
Jessy kembali ke kamar dan masih tergiang-ngiang kata-kata Om Heru tadi.
“Inikah jalan pintas jadi kaya seperti dituturkan beberapa teman sosialitanya?” tanya Jessy dalam hati. Jessy tahu beberapa selebgram maupun para artis memiliki gadun alias laki-laki tua yang menopang kehidupan mereka. Tapi, andai bisa memilih gadun yang masih muda dan ganteng, bukan seperti Om Heru yang lebih layak disebut sang kakek.
“Nasib..oh nasib…”gerutu Jessy dalam hati.
Entah sampai berapa lama Jessy mampu menjawab pertanyaan sangat sulit ini, tapi dia juga tak mungkin hidup disekap seperti ini selamanya. Akhirnya malam itu Jessy tak bisa tidur, yang dilakukannya hanya menonton televisi dan memutar vcd semalaman. Pikirannya tak fokus menonton, jadi hanya audio yang dia dengar untuk mengusir kegundahan hatinya. Diterawangnya langit-langit yang putih polos, hanya sebuah lampu kristal yang tergantung di tengah-tengah di antara empat lampu downlight. Dihitungnya bagian mangkuk lampu kristal saking gabut tak bisa tidur.
“Satu…dua…tiga…empat…lima…enam…tujuh…delapan…”
Ada delapan mangkuk lampu kristal, dan mata belum terpejam juga. Kini dihitungnya bagian bawah lampu berupa bola-bola kristal .
“Satu…dua…tiga…empat…lima…enam….tujuh…..” hitungan terhenti sementara televisi masih menyala. Jessy tertidur kelelahan.

Bình Luận Sách (74)

  • avatar
    sigatok

    ceritanya bagus , disini aku banyak belajar tentang hidup dan kasih sayang orang terdekat yang mungkin kadang aku anggap hal sepeleh tapi disini ngajarin kalo orang terdekat lah yang membantu buat bangkit lagi , semangat thor bikin cerita baru nya ,😁😁😁

    21/12/2021

      1
  • avatar
    Bang Engky

    goooo

    5h

      0
  • avatar
    AnandaRizki

    👍👍👍👍👍

    10/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất