logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Siapa Perempuan Misterius Itu?

BPS (Bidan Praktek Swasta) Indri
Part 5
***
Perlahan aku membuka sedikit gorden ruang depan, kemudian mengintip dari balik gorden itu. Hampir saja aku melonjak kaget, karena melihat perempuan yang sedang mengepel lantai waktu itu, berdiri di teras dengan menghadap ke pintu. Wajahnya pucat, terlihat sangat dingin.
Spontan jantungku berdetak tak karuan, bulu kuduk di leher dan kedua tanganku berdiri. Cepat-cepat aku menutup kembali gorden itu dan bermaksud akan masuk kembali ke kamar.
"Sedang apa di situ, Mbak?" tanya Mbak Mulyani yang tiba-tiba sudah muncul di ruang depan, membuatku sangat terkejut, hampir saja aku melompat.
"Ya ampun, Mbak. Bikin kaget saja. Mbak dari mana? Tadi aku kebangun, Mbak nggak ada di tempat tidur. Aku cari di kamar mandi juga nggak ada," kataku sambil memegangi dada karena masih merasa deg deg-an.
"Maaf, Mbak. Aku dari VK. Itu ada pasien inpartu. Tadi mau ngebangunin Mbak Nita kasihan, tidurnya nyenyak banget," kata Mbak Mulyani sambil tersenyum, mungkin merasa lucu melihat reaksiku.
"Oh … dikira pergi ke mana. Terus itu yang di luar keluarga pasien?" tanyaku sambil menunjuk ke arah pintu.
"Di luar mana? Nggak ada, dia cuma datang sama suaminya."
"Jadi, perempuan yang di luar itu siapa?"
"Perempuan mana?" tanya Mbak Mulyani, setelah menyingkap kain gorden dan melihat keluar.
Aku mengikuti Mbak Mulyani, melihat dari jendela kaca. Namun, tak ada siapa pun di luar. Perempuan yang kulihat tadi, tak tampak lagi di sana. Ke mana perginya perempuan itu, aku membatin.
"Ayo Mbak kita ke VK, coba diperiksa itu pasien-nya," ajak Mbak Mulyani setengah menyeret tanganku.
Aku mengangguk dan mengikuti Mbak Mulyani ke arah VK dengan perasaan masih bingung. Siapa sebetulnya perempuan yang sudah dua kali kulihat di teras depan BPS?
Sesampainya di VK, nampak seorang perempuan muda yang sedang mengaduh kesakitan. Di sampingnya, duduk seorang laki-laki yang berusaha menenangkannya, belakangan aku tahu, dia suami pasien itu.
Mbak Mulyani lalu memberikan kartu periksa hamil pasien tersebut kepadaku. Ibu Hamil itu bernama Ny. Ambarwati, umur 23 tahun, hamil 38 minggu, anak pertama.
Aku kemudian mendekati Bu Ambarwati. Mencoba untuk memeriksa kandungannya.
"Maaf, Bu. Saya periksa dulu ya," kataku sambil menurunkan kain sarung yang dipakainya.
Setelah melakukan palpasi (periksa raba), aku kemudian memakai handscoon (sarung tangan) untuk melakukan PD (periksa dalam).
"Bu, karena ini hamil anak pertama, memang prosesnya agak lama. Mungkin sekitar jam tujuh besok pagi baru lahir," kataku setelah selesai melakukan periksa dalam.
Aku kemudian memberikan beberapa penjelasan tentang proses persalinan kepada Bu Ambarwati, agar dia merasa lebih tenang dan siap dalam persalinannya nanti.
"Ibu mau tetap di sini atau pindah ke kamar perawatan biar lebih nyaman?" tanyaku.
"Pindah ke kamar saja yuk, Bu. Di sana kan tempatnya lebih luas, ranjangnya juga lebih lebar, jadi Ibu bisa lebih enak tidurnya," kata Mbak Mulyani menimpali.
Meskipun awalnya sempat terlihat ragu, tapi akhirnya Bu Ambarwati mau untuk dipindahkan ke kamar perawatan. Kami menempatkan-nya di kamar perawatan depan, bersebelahan dengan kamar yang kami tiduri tadi.
"Kalau masih bisa tidur, dibawa tidur saja dulu ya, Bu. Biar nanti waktu mau melahirkan tenaganya kuat untuk mengejan," kataku seraya membetulkan bantal agar posisi tidur Bu Ambarwati terasa nyaman.
Setelah selesai memindahkan Bu Ambarwati, Mbak Mulyani pergi ke dapur untuk membuatkan air minum. Karena di BPS Indri, setiap pasien baru yang datang, wajib dibuatkan air teh hangat dan diberi sekaleng biskuit.
Aku kemudian menyusul Mbak Mulyani. Namun, ketika sampai di depan taman, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah pintu samping.
Aku menghentikan langkah dan menajamkan pendengaran.
Tok … tok … tok ….
Suara ketukan itu terdengar lagi. Tiba-tiba aku merinding, ingat perempuan yang tadi kulihat di teras depan. Tak kuhiraukan suara ketukan itu. Setengah berlari aku menuju dapur, mencari Mbak Mulyani.
Ya ampun … rumah Bu Indri ternyata menyeramkan sekali saat malam hari. Terlebih dengan perasaan takut, jarak yang lumayan jauh dari BPS ke dapur, membuat terasa semakin jauh.
"Loh … ngapain nyusul ke sini, Mbak? Tidur saja lagi, masih lama pagi-nya," kata Mbak Mulyani begitu melihatku muncul di dapur.
"Ingin tahu saja, Mbak. Seperti apa suasana kalau malam hari di sini," kataku berbohong.
Mbak Mulyani tersenyum, dia masih sibuk mengaduk air teh manis yang sedang dibuatnya.
"Yuk ke depan lagi. Sudah selesai," kata Mbak Mulyani sambil membawa nampan berisi segelas air teh hangat dan sekaleng biskuit.
Tak sengaja mataku melihat ke arah pintu tembok bata, saat akan keluar dari dapur. Seperti ada sepasang mata yang sedang memperhatikan kami di sana. Aku bergidik, lalu cepat-cepat keluar dapur.
"Mbak nggak takut apa kalau piket malam sendirian?" tanyaku.
"Takut apa?"
"Apa nggak merasa serem gitu. Aku kok bawaannya merinding."
Mbak Mulyani terkekeh. "Takut hantu maksudnya?"
Aku mengangguk. "Iya, Mbak."
Mbak Mulyani terdiam, tak lagi terkekeh. Dia memandangku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.
"Nanti Mbak akan tahu," katanya sambil terus berjalan melewati ruangan yang panjang menuju ruang depan.
Aku mengernyitkan dahi, tak tahu apa maksud dari bicaranya barusan.
"Tahu apa, Mbak?" kejarku.
Kembali Mbak Mulyani diam, tak menjawab pertanyaanku. Hingga kami sampai di depan taman, Mbak Mulyani masih saja diam, membuatku makin merasa penasaran.
"Eh … iya, Mbak. Tadi ada yang ketuk-ketuk pintu. Tapi aku nggak berani buka pintunya," kataku mencoba menahan Mbak Mulyani agar jangan masuk dulu ke ruang perawatan. Berharap dia mau membuka pintu samping untuk melihat siapa yang datang.
Tapi, Mbak Mulyani tak menggubris omonganku, dia tetap berjalan menuju kamar perawatan, di mana Bu Ambarwati berada.
"Mbak, tidur saja lagi. Biar aku yang jaga. Besok ngantuk loh," kata Mbak Mulyani, setelah menaruh nampan berisi segelas air teh hangat dan sekaleng biskuit di meja pasien. Kami duduk di ruang administrasi.
"Aku nggak ngantuk lagi, Mbak. Lagian sebentar lagi subuh. Mbak cerita dong yang tadi Mbak bilang," kataku.
"Yang mana?"
"Tadi kan Mbak bilang, nanti juga aku akan tahu. Tahu soal apa?" tanyaku penasaran.
"Soal hantu," jawab Mbak Mulyani dengan tertawa tertahan, membuatku menelan ludah.
[Ya Allah … cerita soal hantu kok sambil tertawa. Apa memang sudah biasa melihat hantu di sini?]
Aku bergidik, membayangkan saja sudah membuatku merinding, apalagi sampai melihat, bisa-bisa aku langsung pingsan saking takutnya.
"Memangnya ada hantu apa Mbak di sini?" tanyaku sedikit berbisik, khawatir suaraku terdengar oleh Bu Ambarwati dan suaminya.
"Mbak Nita takut ya?" tanya Mbak Mulyani sembari cekikikan, membuatku merasa sebal.
"Aku itu tanya serius loh, Mbak. Kok malah ketawa."
"Iya maaf, Mbak," kata Mbak Mulyani, dia seketika berhenti tertawa, barangkali merasa tak enak hati kepadaku.
Tok … tok … tok …
Suara ketukan di pintu samping terdengar lagi. Aku langsung merinding. Kulihat Mbak Mulyani biasa saja, dia asik membaca koran.
"Mbak, itu ada yang mengetuk pintu samping," kataku, setelah beberapa saat kulihat Mbak Mulyani tak juga beranjak dari tempat duduknya.
"Aku nggak dengar suara ketukan," katanya, membuatku melongo, karena jelas-jelas ada yang mengetuk pintu, kenapa dia bilang tak mendengarnya.
"Coba dilihat, Mbak. Siapa tahu pasien," kataku.
Mbak Mulyani beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke belakang. Aku mengikutinya tentu saja.
Saat Mbak Mulyani membuka pintu, tiba-tiba aku merinding, bulu kudukku meremang, entah kenapa.
Pintu terbuka, tak ada siapa pun di luar. Sepi. Mbak Mulyani keluar, kemudian berjalan sampai ke teras, lalu kembali lagi. Sementara aku tetap berdiri di dekat pintu.
"Nggak ada orang. Mungkin Mbak Nita salah dengar," katanya.
Aku diam saja, masih merasa heran. Karena jelas sekali aku mendengar suara ketukan itu, tapi kenapa tak ada orang di luar.
"Udah yuk kita masuk lagi," kata Mbak Mulyani. Aku mengangguk.
Saat pintu akan tertutup seluruhnya, seperti ada yang mendorongku untuk melihat ke arah pohon asam. Ya Allah … aku melihat perempuan yang sebelumnya kulihat di teras depan, ada di sana. Berdiri di bawah pohon asam itu.
***
Bersambung

Bình Luận Sách (263)

  • avatar
    Sweetypie

    cerita nya bener² menarik, setiap bab nya selalu di buat penasaran terus gaya bahasa dan cara penulisan pun enak untuk di baca dan di pahami

    26/12/2021

      2
  • avatar
    Elviera

    Best banget cerita ini penuh dengan misteri dan teka teki... Tidak terlalu serem tapi kalau dibikin film mungkin serem sihhh hahha😂kalau kalian semua penasaran boleh start reading yaaa😍😍😍

    21/12/2021

      0
  • avatar
    Sri Sunarti

    bagus banget ceritanya

    2d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất