logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 DADDY

Seminggu berlalu Eva dan Indi memulai aktivitasnya seperti biasa, bangun pagi membantu sang emak memasak dan membersihkan rumah sebelum berangkat. Indi yang bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit mengharuskan berangkat lebih awal, kalau sedang ada piket pagi. Eva kuliah di salah satu universitas di jakarta di fakultas kesehatan jurusan farmasi, ia juga sudah rapi dengan seragam kebesarannya.
''Kerudungmu dipakai,Eva!'' ucap Indi saat selesai sarapan dan melihat Eva menyisir rambutnya yang panjang sedikit ikal menghadap kaca di ruang keluarga.
''Nanti aja di kampus,'' jawab Eva santai sambil menggunakan pewarna bibir tipis-tipis.
''Astagfirullah...! Kamy mau kuliah atau fashion show?'' balas Indi melihat Eva menggunakan pewarna bibir.
''Cerewet Lo Ndi. Pagi-pagi ngajak ribut, terserah gue!'' jawab Eva tidak terima, lalu duduk di kursi meja makan dan memakan nasi gorengnya, ia kesal jika Indi selalu mengomentari apa yang ia gunakan.
''La, lo, la, lo. Sopan sedikit kenapa sama kakaknya!'' jawab Indi jengah
''Bisa tidak ak kalian berdua sehari nggak ribut hah! Pusing kepala Emak dengerin kalian tiap hari ribut terus!" Sela si Mak.
''Iya, Mak. Maaf,'' jawab Eva melihat Indi yang juga sarapan dengan santainya.
''Besok Daddy kalian pulang. Jaga sikap, daddy kalian tidak suka keributan. Paham!''
''Iya, Mak!'' jawab Indi dan Eva bersamaan. mereka berdua juga takut melihat Emak marah.
''Ndi!'' panggil Eva.
''Hem.”
''Bagi duit!''
''Untuk apa?'' jawab Indi melihat Eva sekilas
''Jajan lah!''
''Memangnya yang kemarin sudah habis?''
''Habis. Sudah buruan, itu Harita sama Adisty sudah di depan,'' rengek Eva tidak sabaran sambil berdiri dan melihat Indi mengambil uang dari dompetnya.
''Kamu minta kayak tukang palak ya," balas Indi menempelkan uangnya di kening Eva.
''Lima puluh?'' Protesnya melihat uangnya.
''Cukup buat jajan.''
''Ya sudah deh, terima kasih,'' jawab Eva lalu mencium pipi Indi dan emak kemudian pamit berangkat kuliah.
''Jangan manjain adikmu, Indi,” ucap emak saat Eva sudah berangkat.
''Tidak apa-apa, Mak. Cuma dia saudara Indi,” jawab Indi lalu tersenyum Walaupun sering bertengkar dengan hal-hal kecil, Indi sangat menyayangi adiknya begitu juga sebaliknya.
Eva membawa helm menghampiri sahabat-sahabatnya.
''Lama banget, Va,” protes harita Melih Eva menggunakan helm, kemudian Harita turun dari motornya
''Ngerayu Indi minta uang jajan,” jawab Eva, Kemudian ia naik di atas motor Harita dan mengendarainya .
''Ayo, Dış. Cabut!” ajak Eva pada Adisty kemudian Adis justru mendahului Eva.
''Sial itu bocah! Malah duluan,” Gerutu Eva sambil menarik tuas gas motornya, sedangkan harita hanya tertawa. Setelah Eva berangkat kuliah Indi pamit untuk berangkat bekerja.
''Emak Indi berangkat,” Pamit Indi menyalami emak.
''Iya hati-hati.” Emak mengusap lengan Indi.
''Ndi!''
''Ya Mak."
''Nanti pulang beliin adikmu buah semangka ya.''
''Iya.'' Jawab Indi sedikit kesal. Bukan karena kesal harus membelikan buah untuk adiknya, tapi kesal selalu ia yang di suruh-suruh..
Disisi lain Deniz yang juga sedang di perjalanan menuju rumah sakitnya sendiri. Hari ini adalah hari pertama kali masuk bekerja, setelah selesai liburan dari Turki. Entah mengapa pagi-pagi ia teringat Eva saat tidak sengaja membuka galeri dari ponselnya, dan itu sukses membuat ia kesal pada dirinya sendiri.
''Sial! Kenapa wajahnya itu menari-nari di otakku!'' umpatnya sambil memukul setir mobilnya. 
Tiba-tiba ‘Brakk’ Deniz menyerempet sepeda motor.
''Astagfirullah!" ucapnya sambil mengerem mobilnya. Ia keluar dan melihat siapa yang ia serempet, banyak warga yang sudah melihat serta mengerubungi orang yang ia serempet.
''Eva? Harita?" ucapnya saat melihat Harita dan Eva duduk di aspal, sedangkan motornya sudah diberdirikan salah satu warga.
"Elo!" saut Eva melihat Deniz begitu kesal. Ingin sekali Eva menghajar Deniz.
"Ta, kamu ngak kenapa-kenapa, kan?" tanya Eva pada Harita yang sudah bisa berdiri.
"Gue ngak apa-apa, tapi kaki lo berdarah, Va" jawab Harita melepaskan helmnya lalu melepaskan helm Eva. 
Harita melihat celana coklat Eva robek dan lututnya mengeluarkan darah, karena tergores aspal. Sedangkan Deniz melihat Eva begitu lekat, karena Eva tidak memikirkan dirinya dan justru mengkhawatirkan temannya yang tidak terluka.
"Kamu tolongin, tanggung jawab. Jangan diam aja, " celetuk salah satu warga pada Daniz
"Iya, maaf," jawab Deniz lalu hendak membopong Eva.
"Gak perlu, gue gak apa-apa." Jawab Eva berusaha bangkit, namun saat bangkit ia hampir terjatuh dengan sigap Deniz menangkapnya dan memapahnya.
"Eva, baiknya Lo ke rumah sakit deh, kaki Lo yang jatuh seminggu lalu juga masih memar kan takutnya terjadi sesuatu?" ucap harita
"Tapi hari ini ada kuis, Harita, "jawab Eva dan masih berpegangan dilengan Deniz
"Tidak apa. Nanti aku izinin ke pak Ahmad, kalau Lo kecelakaan. Nanti ikut kuis susulan," jawab Harita sambil mengenakan helm
"Lo ninggalin gue?" tanya Eva melihat Harita.
"Astaga Eva! Bukan itu maksud gue, biar ini dokter bawa lo ke rumah sakit, gue ngak apa-apa. Nanti gue izinin lo ke pak Ahmad. Kabari gue kalau udah sampai rumah sakit!" jelas Harita meyakinkan Eva.
"Banyak drama kalian!" Sunggut Deniz membopong Eva dan dibantu salah satu warga membukakan pintu mobilnya.
"Eh...! Lo mau bawa gue kemana?" protes Eva saat dibopong Deniz, namun Deniz hanya diam dan mendudukkan Eva di kursi dekat kemudi. 
Sedangkan Harita yang kondisinya baik-baik saja langsung mengendarai motornya menuju kampus, sementara Adisty lebih dulu sampai ke kampus, dan tidak mengetahui jika dua sahabatnya kecelakaan.
"Duh, kakiku," rintih Eva saat di dalam mobil Deniz. Deniz hanya diam dan memperhatikan seragam Eva. Deniz mengetahui seragam yang dikenakan adalah seragam kuliah dan jurusan farmasi.
"Anak farmasi." Batinnya melihat wajah Eva yang sedikit tertutup rambutnya.
''Usiamu berapa?" tanya Deniz melirik Eva yang kini bersandar di Sandaran kursi.
''Dua puluh tahun.'' Jawabnya malas Karena badan mulai terasa tidak enak.
''Oh.''
''Beda Tujuh tahun,'' batin Deniz tanpa sadar, lalu tersenyum melihat Eva yang memejamkan mata. Seketika ia terkejut mengira Eva tidak sadarkan diri. Deniz khawatir lalu mengeceknya dengan cara menempelkan telapak tangannya di kening Eva.
''Astaga, suhu badannya kenapa tiba-tiba panas,'' gumamnya, tanpa pikir panjang Deniz menambah kecepatan mobilnya.
''Daddy." Igau Eva memanggil sang papa dan itu membuat Deniz semakin khawatir, namun ia tidak boleh panik.  
Tak lama mereka sampai di rumah sakit, dengan cepat Deniz membawa Eva ke UGD untuk mendapatkan pertolongan pertama, ia sendiri yang menanganinya dibantu beberapa suster. Setelah itu Eva dipindahkan ke ruangan perawatan.
Di ruangan perawatan Eva terus mengigau menyebut Daddy . lantas Salah satu suster memberitahu Deniz.
''Dok pasien yang bernama Eva melisa Brugman mengigau menyebut-nyebut Daddy,”ucap salah satu suster yang memberi tahu Deniz di ruangannya.
''Apa?''
''Iya, Dok, suhunya tubuhnya masih tinggi, mungkin keluarga pasien harus diberitahu,'' jawab suster
''Baiklah, saya akan memeriksanya lagi dan berikan obat penurun panas lagi padanya,” jelas Deniz lalu bergegas menuju ruangan Eva diikuti suster.
''Sus, hubungi keluarganya,'' ucap Deniz saat hendak memeriksa Eva.
''Baik, Dok.'' Suter tersebut mengambil tas Eva dan mengambil ponselnya.
''Cari nama ibu atau kakaknya,'' ucap Deniz
''Nama ibunya siapa, Dok.''
''Cari saja nama Emak di ponselnya,'' jawab Deniz yang seingatnya Eva memanggil mamanya dengan sebutan Emak.
''Daddy." Igaunya lagi. 
Deniz yang mendengarnya langsung memperhatikan wajah Eva dan menggenggam jemari Eva seolah memberi tanda bahwa ada Daddynya saat ini. Tidak disangka Eva membalas genggaman tangannya.
''Daddy, Eva kangen Daddy.'' Igau Eva lagi Deniz terus menggenggam jemari Eva sampai Eva benar-benar terlelap tidur.

Bình Luận Sách (78)

  • avatar
    melonmitra

    mantapp

    2d

      0
  • avatar
    KaramokeyauYohanes

    2222

    20/08

      0
  • avatar
    Ivan Witami

    bagus

    19/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất