logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

AŞK VE ARKADAŞLIK

AŞK VE ARKADAŞLIK

Ivan witami


Chương 1 TEMBOK PEMBATAS

Suasana gang yang bernama gang damai begitu sangat ramai saat hari minggu tiba. Ibu Erni yang biasa disapa emak selalu paling ramai saat
senam mingguan. Tidak ketinggalan ibu RT yang bernama Nina yang tak kalah heboh saat mengajak warganya untuk mengikuti senam pagi dihari minggu.
Eva si gadis cantik dan cerewet serta ketua geng di damai pun juga turut andil mengatur senam. Eva adalah anak bungsu ibu Erni. Ia mempunyai seorang kakak yang bernama Indiana yang terkenal galak dan suka mengatur.
Eva dan kawan-kawannya mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan senam.Walau sudah ikut mempersiapkan semuanya, ia tidak pernah ikut senam. Eva hanya melihat dari atas tembok pembatas perumahan sebelah bersama Adisty dan Harita, dua sahabat karibnya. Tak ayal
kadang membuat sang kakak Indiana memarahinya.
"Eh! Kalian pada turun tidak, anak perawan
sukanya manjat tembok tetangga, di
siram air baru tau rasa," ucap Indi kesal pada
Eva dan teman-temannya.
"Ye...! Emang kita kucing, main disiram," Jawab Eva tidak terima dan mengabaikan peringatan sang kakak. Sementara Adisty dan Harita hanya menyunggingkan senyumannya.
"Terserah ya, kalau tetangga perumahan sebelah nggak terima dan kalian disiram air kayak kucing, aku gak mau tolongin kalian,” seru Indiana lagi.
"Udah deh sana, berisik! Ganggu aja!" balas Eva kesal. Indi kemudian meninggalkan mereka bertiga dan melanjutkan senamnya sedangkan
Harita dan Adisty hanya diam saja sambil melihat orang senam.
Disisi lain ada seseorang yang terganggu tidurnya, siapa lagi kalau bukan tetangga perumahan yang hanya di batasi tembok pembatas. Namanya Deniz yağmur, biasa di panggil Deniz. Denis adalah pria keturunan Turki dan sudah menetap di Indonesia bersama keluarganya. Ia begitu merasa terganggu dengan teriakan tetangga sebelah dan itu sangat mengusik hari liburnya, terlebih ia juga baru pulang dari Turki.
Deniz memang sudah lama tinggal di perumahan yang saat ini ia tempati, tetapi saat hari minggu ia tidak pernah di rumah melainkan ke apartemennya. 
"Ya Tuhan … Suara musik apa itu?
brisik, setiap hari minggu pasti seperti ini," gerutu Deniz sambil membuka matanya lalu melihat jam dinding.
"Masih pagi sudah seperti pasar," gerutunya lagi lalu bangkit kemudian membuka tirai jendelanya.
"Astaga, kampung sebelah ramai sekali dan siapa tiga orang yang duduk di pembatas tembok itu ? tidak takut jatuh atau bagaimana," gumam Deniz melihat tiga gadis yang duduk di tembok pembatas perumahan yang menghadap kamarnya.
"Gadis-gadis aneh," batinnya lagi sekilas tersenyum melihat salah satu gadis yang sedang tertawa sambil mengikuti gerakan senam dengan
posisi duduk. 
Tak lama ia mengalihkan pandangannya ke arah
ibu-ibu yang senam di lapangan, karena memang terlihat jelas dari jendela kamarnya yang berada di lantai atas. Di Waktu bersamaan Adisty melihat ke arah jendela Deniz dan melihat Deniz sedang melihat ke arah lapangan. Ia pun memberitahu
Eva dengan cari menepuk pundaknya
beberapa kali.
"Va, lihat!" Ucap Adisty masih menepuk pundak Eva.
"Apa, Dis?" tanya Eva.
"Itu.” Adisty mengarahkan kepala Eva agar melihat ke arah jendela Deniz.
"Mana? Apaan sih?" tanya Eva mencari-cari keberadaan yang dimaksud Adisty.
Harita pun mencari-cari apa yang dimaksud Adisty. "Apaan, Dis?" tanya harita yang juga
ikut melihat kearah jendela.
"Eh … Busyet gantang bener anunya, eh, maksud gue tampangnya.” Harita membantu Adisty mengarahkan Kepala Eva agar melihat ke arah jendela. 
"Mana, gue nggak liat apa-apa." Eva menepuk kedua tangan sahabatnya.
"Mata loe kemana Markonah, itu!" geram 
 Adisty sambil menunjuk ke arah Deniz.
Brukkkkk
Eva dan Adisty terjatuh di area perumahan Deniz. Mereka berdua kehilangan keseimbangan saat melihat ke arah jendela Deniz. Adisty yang posisi jatuhnya ada di atas Eva tidak mengalami cedera sedangkan Eva langsung tidak sadarkan diri, Harita justru tertawa melihat mereka berdua karena belum mengetahui jika Eva tidak sadarkan diri. Tetapi seketika Harita berubah panik karena Eva pingsan.
Deniz yang mendengar ada sesuatu terjatuh pun melihat ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya ia melihat dua gadis tergeletak di tanah. ia melihat salah satu temannya bangun dan dan mencoba membangunkanya. Namun, tak kunjung ada respon dan terlihat temannya yang
masih di atas tembok terlihat panik.
"Şanssız!" umpatnya yang artinya 'sial’ lalu berlari menuju kebawah untuk menolong dua gadis tersebut.
“Why? Kalian kenapa?” tanya Deniz saat
sampai di lokasi Eva terjatuh.
"Ini Mr, duh … gimana ngomongnya?" Adisty terlihat gugup tidak tahu harus bicara apa dengan Deniz yang berparas bule.
"Dia kenapa, kenapa kalian bisa jatuh?" tanya Deniz.
"Heh ... bisa ngomong Indonesia juga?" tanya Adisty heran.
"Heum," jawab Daniz singkat lalu melihat Eva yang masih tidak sadarkan diri.
"Kami jatuh tapi dia terus pingsan." Adisty panik dan Deniz bergegas memeriksa Eva.
"Masih hidup,” gumam Deniz yang langsung membopong Eva. 
"Ya masih hiduplah, masak mati!” seru Adisty lalu melihat Harita yang masih berada di atas tembok pembatas.
"Harita bilang sama emak, Eva jatuh!" seru Adisty pada Harita sambil mengikuti langkah Deniz yang membawa Eva kearah rumahnya
"I-Iya! " jawab Harita yang masih panik dan menuruti kata Adisty. Harita turun dan memberitahu orang tua Eva.
Deniz membaringkan Eva di sofa ruang tamu kemudian ia mengambil peralatan dokternya. Adisty heran apa yang dilakukan Deniz. 
"Mr, mau ngapain?" tanya Adisty
melihat Deniz sibuk memeriksa Eva
"Memeriksanya." Deniz mulai memakai stetoskopnya.
"Bisa?" Adisty meragukan Deniz. 
"Astaga, Aku ini dokter!" geram Deniz lalu melanjutkan memeriksa Eva.
"Ada gitu dokter galak," gumam Adisty sambil memutar bola matanya melihat sekeliling rumah Deniz.
"Ne?" tanya Deniz dalam bahasa Turki yang artinya 'apa' dan sekilas melihat kesal Adisty.
"Enggak!" Adisty takut saat melihat Deniz memelototinya.
"Via, Via!" Panggil Deniz pada adiknya.
"Apa!" jawab Via dari anak tangga dan melihat Deniz memeriksa seorang gadis. Secepat kilat ia turun dan menghampiri sang kakak.
"Siapa dia?" tanya Via melihat Eva masih terbaring.
"Jangan banyak tanya, ambil air sama handuk dan kompres kakinya yang merah itu!"
"Ngeselin," gerutu Via yang selalu di suruh-suruh sang kakak. walaupun begitu ia patuh saja dengan perintah kakaknya. Sementara Adisty hanya duduk melihat cemas sahabatnya.
"Lukanya tidak begitu serius hanya memar di kaki kanan dan tangannya,” jelas Deniz karena sepertinya kaki dan tangan Eva terbentur batu.a
"Nggak gegar otak, kan, Mr?" tanya Adisty takut kepala Eva terpenturi sesuatu
"Tidak, kepala tidak terbentur batu. Kamu khawatirnya berlebihan," jawab Daniz sambil memperhatikan paras cantik Eva, dilihatnya dari atas sampai bawah. 
Daniz melihat Eva tidak seperti melihat gadis kebanyakan. Eva terlihat berbeda untuk paras anak kampung sebelah, pasalnya ia juga mengetahui anak-anak kampung sebelah waktu kecil dan Deniz baru melihat Eva. Daniz juga pernah melihat Adisty waktu kecil. Namun, sekarang sudah tidak mengenalinya.
"Siapa namanya?" tanya Deniz tanpa sadar pada Adisty
"Eva Melisa Brugman," jawab Adisty.
"Asli tinggal disini?" tanya Deniz ingin tahu Eva tinggal.
"Disini?" Adisty balik bertanya mengira Eva tinggal di perumahan sama dengan Deniz. 
"Ck, maksudku asli dari kampung sebelah, di gang Damai?” tanya Deniz sedikit kesal. 
“Nggak, Eva dan keluarganya baru tiga tahun tinggal di gang damai,” ujar Adisty yang juga kesal, Namun tidak ia tunjukkan karena ia lebih cemas melihat kondisi Eva yang belum sadar.
“Oh," jawab Deniz singkat
"Ini airnya." ucap Via memberikan air pada Daniz.
"Kompres kakinya,” titah Deniz lalu berjalan menuju ruang tengah.
"Nyebelin banget sih, kamu yang bawa perempuan kesini, aku yang repot,” balas Via kesal, walau begitu ia tetap melakukan perintah kakaknya.
"Cerewet,” ujar Deniz dari ruang tengah. 
"Ada apa, Deniz? Kenapa ramai
sekali?" tanya sang mama yang bernama Erna biasa disapa Maer. Maer baru saja dari halaman belakang dan baru selesai menyirami tanaman
bunganya.
"Itu gadis kampung sebelah jatuh di area pembatas tembok, terus pingsan,” jelas Deniz 
“Terus kamu bawa kemari?” tanya Maer melihat sang putra.
"Heum, Mama kenal?” tanya Deniz. 
“Tidak, tapi mama sering lihat dia duduk di atas tembok pembatas kalau hari minggu,” jelas Maer lalu melihat Eva yang belum sadarkan diri.

Bình Luận Sách (78)

  • avatar
    melonmitra

    mantapp

    2d

      0
  • avatar
    KaramokeyauYohanes

    2222

    20/08

      0
  • avatar
    Ivan Witami

    bagus

    19/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất