logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 10 Pecat Dia

Emma berlalu menuju tempat sampah yang  tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Ethand menggigit bibir bawahnya dengan mata mengekori kemana Emma pergi. Ethand sedikit geram karena Emma tidak menjawab pertanyannya sehingga percakapan di antara keduanya menggantung.  Emma menepuk-nepuk tangannya untuk sekedar membersihkan tangannya dari kotoran daun yang masih menempel di tangannya. Ia  masih terus mengamati punggung wanita yang kini membelakanginya. Rambut hitam panjang dan pinggang yang ramping dan …
Ethand sontak membuang tatapannya ke tempat lain karena Emma tiba-tiba berbalik dan mendapati manik hitamnya sedang menjelajahi tubuh Emma. Seperti pencuri yang ketahuan, raut wajah Ethand memerah dan ia sedang menahan napasnya.
“Bodoh kamu, Thand.” Maki Ethand pada dirinya sendiri. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana kerjanya dan perlahan menghembuskan napasnya untuk sekadar melegakan dadanya dan jantungnya yang memburu.
Emma menyadari jika lelaki dihadapannya kini juga lelaki mata keranjang. Ia menepis pemikirannya  sebelumnya bahwa Ethand berbeda dari lelaki lainnya. Emma tersenyum sinis dan berjalan mendekati Ethand.
“Saya melihat bahwa kamu masih muda. Terkecuali jika kamu adalah anak orang kaya dan sanggup membeli mobil mewah itu.” Emma melipat kedua tangannya di dada dan menatap manik hitam Ethand yang juga menatap hodeed eyes miliknya.
“Yah seperti itulah,” jawab Ethand singkat. Emma langsung memalingkan wajahnya ke samping. Ia menaikkan kedua alisnya dengan bibir sedikit dimonyongkan. Melihat Emma berbuat demikian, Ethand semakin geram. Emma sungguh menganggap remeh dirinya. “Apakah setiap wanita selalu menilai pria dari apa yang dimilikinya?” Nada suara Ethand sedikit berubah. Emma langsung menoleh ke arahnya.
“Bukankah lelaki juga selalu menilai wanita dari sepatu mana yang di pakainya?” Emma balik bertanya kepada Ethand. Ia sungguh mengajak perang dengan lelaki itu. melihat raut wajah Ethand yang sudah berubah, Emma tersenyum. Senyum kemenangan.
“Makanya jangan jadi sombong, jika barang yang kamu miliki adalah pembelian dari orang tua.” Batin emma dalam hati.
“Apakah saya harus memecatnya sekarang?” Ethand menghembuskan napasnya pelan.
“Bagaimana saya dapat menilai wanita dari sepatu yang dipakainya, sedangkan saya tidak mengetahui merek-merek sepatu tersebut.” Ethand juga tidak mau kalah. Ia sengaja berucap demikian untuk memancing Emma. Seketika Emma mengernyit.
“Apakah hidupmu sedatar itu?”
“Apakah hidupmu selalu menilai hidup orang lain?”
Sungguh Emma ingin merobek mulutnya. Bagaimana bisa lelaki ini begitu menyebalkan. “Kekanakan.” Gumam Emma pelan.
“Apa?” tanya Ethand karena ia masih bisa mendengar gumaman Emma.
“Apa?!” Bentak Emma dengan mata memelotot. Ethand menegakkan tubuhnya yang semula menunduk karena tinggi badan Emma yang lebih pendek darinya.
“Ternyata benar,” Ethand menjeda kalimatnya. Emma menatapnya sinis lalu membuang tatapannya ke arah lain. “Barang murah memang selalu berkualitas rendah.”
Emma terkejut dengan kalimat yang dilontarkan Ethand. Ia berbalik dan siap beradu mulut dengan lelaki itu. “Apa kamu bilang?”
Tidak terdengar lagi sahutan dari Ethand. Lelaki itu sudah berbalik pergi menuju lift dengan tangan kanan melambai ke arah Emma. Belum pernah Emma diperlakukan demikian. Mendengar kalimat pedas dari lelaki yang beberapa kali ditemuinya sungguh membuatnya geram.
“Dasar lelaki mata keranjang.” Umpat Emma setelah Ethand sudah masuk ke dalam lift.
Drt…drt…
Ponsel Emma berdering. Emma mengatur ritme jantungnya karena kesal sebelum mengangkat panggilan tersebut.
“Halo, Pak.” Sapa Emma dengan nada lembut. Bahkan ia sedikit menundukan kepala seolah-olah sedang berbicara langsung dengan orangnya.
“Posisi kamu di mana sekarang?” tanya Ryan.
“Maaf, Pak. Saya salah memasuki ruangan dan bertemu dengan lelaki aneh. Saya  sedang menuju ruangan IT, Pak.” Emma langsung berjalan cepat menuju lift. Sebelumnya ia tidak sengaja memencet nomor lantai empat puluh lima dan terlena dengan tatanan bunga di ruangan itu. Sungguh tangan indah dan memiliki jiwa seni orang yang menatanya. Setelah lift terbuka Emma dengan cepat memasuki lift tersebut.
***
“Apakah dia benar-benar mengajak perang denganmu?” tanya Ryan setelah mendengar cerita Ethand. Ia ingin tertawa namun diurungkannya. Baru kali ini Ryan melihat Ethand begitu kesal.
“Bahkan dia menganggap remeh diriku.”
“Apa?” Ryan langsung menutup mulutnya. Ia sudah tidak bisa menahan tawanya. Detik berikutnya suara tawa Ryan memenuhi ruangan kerja Ethand.
“Apakah kamu ingin dipecat seperti wanita itu?”
Ryan langsung menutup mulutnya. “Jangan seperti itu, Ethand.”
“Pukul berapa sekarang?” tanya Ethand dengan nada dingin.
Mendengar pertanyaan atasannya membuat Ryan bingung. Sejak kapan Ethand menanyakan hal sepele seperti itu.
“Pukul Sembilan seperempat, Pak,” jawab Ryan dengan nada sopan dan tidak santai sebelumnya.
“Dan dia masih bersenang-senang di lantai empat puluh lima. Kinerjamu benar-benar sudah menurun.”  Ethand langsung berdiri dan berjalan menuju jendela kaca besar yang  menampakan seluruh isi kota.
“Aku segera menghubunginya.” Ryan segera mengambil ponselnya dan menghubungi Emma.
“Perbesar suaranya.” Perintah Ethand yang sontak membuat Ryan menatap bingung ke arahnya.
Terdengar sapaan lembut setelah panggilan terhubung. Nada suaranya sungguh berbeda dengan nada suara ketika berbicara dengan Ethand di taman tadi. Ethand mendengus kesal. Entah kenapa wanita ini sungguh mengganggu pikirannya.
““Maaf, Pak. Saya salah memasuki ruangan dan bertemu dengan lelaki aneh. Saya sedang menuju ruangan IT, Pak.”
Mendengar Emma mengatakannya adalah lelaki aneh, raut wajah Ethand langsung berubah merah padam. Ia menahan marahnya. Ryan dengan cepat mengakhiri panggilan tersebut. Bagaimana bisa pemilik Alves Corp dikatakan sebagai lelaki aneh. Sedangkan Ryan lagi-lagi harus menahan tawanya. Emma benar-benar di luar dugaan. Bagaimana bisa ia selalai itu dan tidak mengenali CEO Alves Corp?
“Pecat dia.” Suara dingin dan tegas Ethand membuat Ryan tercengang. Bagaimana bisa seorang wanita yang belum sehari bekerja sudah di pecat?
“Jangan mengambil keputusan di saat marah, Ethand.” Suara Ryan sedikit membujuk. “Jika kita memecatnya sekarang, akan sangat tidak baik citra Alves Corp nanti. Dan juga, wanita itu sangat lihai dalam dunia IT.”
Ethand terdiam. Kenapa ia tidak dapat mengontrol emosinya ketika berhubungan dengan wanita itu? Ethand menghembus napasnya pelan.
“Apakah kamu menyukainya?” Ethand sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
“Uhuk..uhuk!!” Ryan yang terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba dari Ethand langsung mengambil sebotol air minum di atas meja dan meneguknya hingga setengah. Ia seperti sapi yang kehausan ketika arah pembicaraan keduanya langsung di ubah oleh seorang Ethand Giorgino Alves. Bukan kebiasaan Ethand.
“Mengapa bertanya seperti itu?” tanya Ryan bingung lalu menghapus tetesan air di ujung bibirnya.
“Kamu membela wanita itu,” jawab Ethand.
“Membela bukan berarti menyukai ‘kan?”
Ethand menyetujui ucapan Ryan. Dia hanya ingin mengalihkan pembicaraan dan bertanya seperti itu. Namun, jauh di dalam lubuk hati Ryan, ia sangat mengagumi Emma. Baik kecantikan maupun kepintarannya.
“Semua tugas tim IT hari ini, biarkan dia yang meyelesaikannya.”
Ryan yang terlena dalam pikirannya seketika sadar. “Bagaimana mungkin tugas sebanyak itu diselesaikan oleh seorang wanita di hari pertama ia bekerja?”
“Itu adalah hukuman untuknya.”
“Apa?”

Bình Luận Sách (469)

  • avatar
    Liaaaa

    aaaa cinta banget sama cerita ini, setelah menunggu lama dan pemasaran akhirnya bab 150 adalah akhir dari cerita, thanks you thorr telah memberikan cerita terbaik, selalu semangat thorr❤️

    01/04/2022

      1
  • avatar
    Arif Karisma

    Cerita ny sungguh menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya

    27/03/2022

      0
  • avatar
    Umayyachan

    suka suka suka, pdhl baru baca setengahnya tpi kuudah jth cinta dari bab 1❤ semangat updte sesering mungkin ya thor 💪

    29/12/2021

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất