logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chapter 14

Pagi sudah terlihat dan Altair sudah berada di dapur umum untuk sarapan hari ini dia sudah bisa kembali merubah diri menjadi orang lain.
“Sepertinya Manamu sudah kembali,” ucap Pino yang sedang duduk di pundak Altair.
Altair tidak menghiraukan perkataan Pino dia sedang fokus untuk mencari kemungkinan dimana Saintess berada.
“Aku bisa membantumu lalu kau bisa segera keluar dari sini,”
Altair menoleh ke arah Pino, melihat Altair yang menoleh ke arahnya, Pino mulai gugup seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Pino mulai kembali lega, setelah Altair tidak menatapnya lagi.
“Aku tidak ingin terburu-buru dan akan berusaha keras untuk menemukan Saintess dengan caraku sendiri.” jawab Altair.
“Dia bukan orang biasa yang bisa dengan mudah ditemukan oleh orang sepertimu,”
“Dia hanya bisa berbicara jika itu berhubungan dengan wahyu dewa atau yang semisalnya karena Saintess membangun lingkaran sihir untuk menyembunyikan dirinya dari hal-hal yang tidak penting,”
Altair pergi meninggalkan Pino sendirian dan bergegas menyusuri setiap ruangan di dalam kuil.
Altair mulai putus asa, dia harus segera bertemu dengan Saintess agar segera keluar dari cerita novel ini.
“Itu dia!” teriak segerombolan orang yang seperti orang suruhan menunjuk ke arahnya.
Altair terkejut dengan segerombolan orang yang berjalan menuju ke arahnya dia tidak tahu apa yang membuatnya diincar oleh banyak orang. Orang-orang itu membuat kegaduhan di dalam kuil suci.
Merasa dirinya adalah target incaran mereka, akhirnya Altair berlari menghindari mereka. Sekumpulan orang itu berlari dengan beringas mendorong orang-orang yang menghalangi pengejaran mereka.
“Jika begini terus orang-orang dan para pendeta akan terganggu dan mengganggu mereka untuk beribadah,” ucap Altair.
Altair berusaha keras untuk keluar dari pengejaran itu, melewati celah jendela atau pintu-pintu kemanapun langkah berlari.
“Pino, aku akan bernegosiasi denganmu,” ucap Altair yang masih berlari.
“Ooo... akhirnya kau merubah pikiranmu ya?” tanya Pino dengan nada mengejek.
“Mari kita buat kesepakatan, segera pertemukan aku dengan Saintess dengan darah dan Manaku,”
“Tentu saja,” jawab Pino dengan senang.
“Tapi untuk Mana, tolong jangan menghisapnya terlalu banyak karena aku tidak ingin sosokku dikenal oleh orang. Aku masih membutuhkan untuk kalungku,”
“Bagaimana ya? Rasio kebutuhan Mana dan darah itu harus sama-sama banyak,” jawab Pino.
“Ayolah! Aku mohon,” ucap Altair memelas.

Orang-orang di belakang Altair mulai menggila jarak mereka dengan Altair semakin dekat. Altair berusaha menambah kecepatan berlarinya agar tidak tertangkap oleh mereka.
“Cepat jawab!” ucap Altair yang sudah hampir habis dengan kesabarannya.
“Baik, tapi aku meminta jaminan darahmu dulu untukku sekarang,”
Tanpa berfikir panjang Altair membuka kain perban yang berada di tangannya sambil berusaha terus berlari.
“Kau harus pergi dulu dari tempat ini, supaya orang-orang tidak mengetahui sosok aslimu jika tiba-tiba kau kehilangan Mana,” ujar Pino.
Altair pergi menjauh dan menuju ke belakang hutan milik kuil suci. Melihat segerombolan itu mengejarnya, Altair segera menggores lagi luka di telapak tangannya.
Sudah beberapa kali tangannya terkena goresan hanya untuk memanggil hewan peliharaan dewa yang membuat dirinya jengkel setengah mati.
Darah menetas di telapak tangan Altair dengan cepat Pino menghisap darah dengan sekuat tenaga membuat Mana Altair juga ikut terhisap.
Altair yang mengerang kesakitan karena darah dan Mananya terhisap secara bersamaan dia hanya bergantian mengeluarkan.
“Hey, sudah hentikan,” jawab Altair.
Pino tidak menghentikan aksinya itu membuat warna kalung Altair yang berubah menandakan Mana miliknya sudah tidak stabil.
Tiba-tiba sebuah cahaya menerangi Pino dan membuat mereka sudah berada di tempat lain.
Tempat itu terdapat air mancur besar dan kolam yang sama besar dikelilingi jendela dengan kaca-kaca besar. Tiang bangunan yang terbuat dari marmer begitu juga dengan lantai.
Altair terbaring lemas di atas lantai mengerang penuh kesakitan.
“Kau itu sangat lemah, aku hanya meminta sedikit dari apa yang kau punya dan kau sudah seperti itu,” ucap Pino yang masih melayang-layang di atas udara yang terlihat sangat senang.
Altair tidak menghiraukan perkataan yang keluar dari mulutnya karena Altair tidak ingin berdebat panjang lebar dengan makhluk yang sangat menyebalkan itu.
Altair berusaha keras untuk menjaga kestabilan Mana di kalung, lantai yang dingin membangunkan rasa sakit Altair berusaha untuk segera sadar.
“Kau beruntung aku menghormatimu karena kau peliharaan dewa, jika aku tidak membutuhkanmu sudah dari kemarin aku meremas tubuhmu yang kecil itu,” ucap Altair dengan perasaan marah.
“Siapa orang yang memanggilku di dunia manusia?” tanya Pino.
“Dan sekarang kau seolah-olah tidak peduli lagi, makhluk hina sepertimu itu hanya akan selalu lemah menghadapi apapun,” imbuh Pino.
Pertengkaran mereka terdengar oleh seseorang yang sedari tadi berada di belakang Altair. Orang itu berdiri mengamati tingkah Altair yang berbicara sendiri tanpa ada sesuatu yang terlihat berada didekatnya.
“Siapa kamu?” tanyanya.
Obrolan mereka spontan berhenti dan Altair menoleh ke belakang.
Terlihat seorang pria muda berjalan mendekati Altair menanyakan sekali lagi.
“Siapa kamu?” tanyanya.
Sosoknya yang tidak jauh berbeda seumuran dengan Altair, Altair yang baru pertama kali melihat seorang pria yang sangat tampan dengan bola mata berwarna merah darah serta rambut yang berwarna putih silver dengan kulit putih, membuat bibir kecilnya yang merah terlihat.
Sorot mata yang terlahir menjadi orang bijak terlihat sedang mengkhawatirkan sosok yang berada di depannya kini.
Altair mulai kebingungan untuk mengelak.
“Maaf atas kelancanganku kemari, perkenalkan. Namaku Roan,” jawab Altair yang mendekapkan tangan kanan di atas dada diikuti dengan gerakan membungkukkan badan.
“Ada urusan apa kau datang kemari?” tanya laki-laki itu.
Dia menatap Altair, tatapannya tidak terlihat seperti remaja pada umumnya yang terlihat sangat ambisius dalam menghadapi kehidupan.pria di hadapannya terlihat tenang dan tidak mudah untuk terpancing dalam lingkaran emosi.
“Aku ingin bertemu dengan Saintess,” jawab Altair.
Pino yang tidak terlihat di mata lawan bicara Altair terkejut, dia sangat yakin bahwa pria yang berada di depan Altair adalah orang yang sama di rumah kayu.
Pino tahu bahwa dia adalah calon Saintess pengendali Mana Spirit. Pengendali Mana Spirit dipastikan adalah Saintess dan Saintess adalah satu-satunya orang yang bisa berbicara dengan dewa.
Di kalangan orang-orang biasa, mereka hanya bisa menggunakan Mana dengan bantuan batu keras berisi Mana. Batu tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya.
Penggunaan batu Mana juga terbatas harus membeli kembali batu Mana di kediaman Bedros, dimana keluarga Bedros menjadi pemasok utama dan satu-satunya batu Mana berasal.
Jika batu keras berisikan Mana di gunakan habis, maka batu tersebut akan berubah menjadi batu biasa seperti batu di jalan dan tidak berguna.
Bisa digunakan sebagai alat penerang, pengeras suara atau menggerakkan mesin untuk membajak perkebunan.
“Adir, kau masih disini?” terdengar suara orang yang sedikit parau.
Dia datang dari pintu masuk.
“Ya ayah,” jawab Adir yang masih berdiri di hadapan Altair.
Altair terdiam melihat orang tua yang datang dari pintu masuk dan dia menepuk bahu anaknya. Menanyakan kabar bagaimana pelajaran yang dipelajari sebelumnya.
Orang tua itu tidak terlihat seperti orang yang terkejut dengan sosok kehadiran orang asing di tempatnya dengan jubah serba putih dan dikelilingi dengan list ban berwarna emas, seperti kuil suci. Pembawaan yang tenang, bijaksana serta tidak mudah tersulut emosi Altair merasa seperti berada di dalam rumah melihat interaksi Adir dan ayahnya.
Penuh dengan sisi yang hangat Adir memberi isyarat bahwa ada seseorang yang datang tanpa izin dan masuk tiba-tiba di ruangan suci.
Sekali lagi ayahnya menepuk bahu Adir memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.
“Ada perlu apa kau kesini, Roan?”
Altair terkejut, bagaimana orang itu tahu siapa namanya sedangkan mereka baru pertama kali bertemu. Altair khawatir jika sosok asli dirinya akan diungkap oleh orang tersebut.
“Saya datang kesini untuk berbicara dengan dewa,” jawab Altair dengan tegas.
Altair tidak ingin terlalu lama berada di tempat itu karena ada banyak hal yang lebih dibutuhkan dibandingkan hanya menikmati pembicaraan keluarga yang terlihat sangat harmonis.
“Baiklah,” jawab Saintess dengan cepat dia berjalan menuju altar di tengah kolam besar.
“Tapi ayah...,” ucap Adir kata-katanya terputus, bagaimanapun Adir tidak bisa mencegah apa yang ayahnya akan lakukan karena ayahnya adalah Saintess yang memiliki kontak langsung dengan dewa.
Adir yakin Ayahnya pasti sudah mendapatkan wahyu dari dewa sebelumnya antara khawatir dan cemas, Adir berusaha untuk menahan emosinya melihat mereka berdua berjalan menuju di kolam suci.
Tempat itu hanya bisa digunakan oleh Saintess untuk berbicara atau menerima wahyu dari dewa. Altair pergi berjalan masuk ke dalam kolam, sedangkan Saintess berdiri di tengah kolam dengan pijakan kaki yang melayang di atas air.
Saintess merapalkan mantra muncul lingkaran sihir dengan simbol dan huruf-huruf berwarna putih tidak jauh berbeda dengan yang Altair gunakan untuk memanggil Pino namun, Saintess tidak memerlukan bubuk batu Mana dan bubuk peri emas. Lingkaran tersebut tepat berada di belakang Saintess, pantulan bayangan di air juga memberikan gambaran yang sama.
Permukaan bergemericik riak air memunculkan gelombang di sekitar tempat Altair berdiri tidak bergeming berusaha tenang sekaligus senang.
Setelah selesai merapalkan mantra lingkaran sihir berjalan cepat menembus Saintess disusul menembus masuk melewati tubuh Altair dan berakhir mengapung di atas air.
Altair melihat lingkaran mengapung di atas air sebatas betis seperti tinggi kolam air yang menggenangi kakinya lingkaran sihir mengecil seperti ukuran tubuh manusia berdiri dan Altair mengapung di atas air. Tiba-tiba muncul cahaya berwarna putih membentuk tembok tinggi menutupi Altair.
Terdapat tulisan-tulisan aneh bergerak mengitari dinding putih itu, Altair mulai merasakan efek seperti Pino menghisap darah dan Mana di dalam tubuh.
Seakan badan Altair seperti ditekan dengan batu besar.
Pino berusaha menjaga jarak dengan Adir, sedangkan Adir mendekat di tepi kolam melihat peristiwa di depan matanya, baru kali ini dalam sejarah Rhodes ada seseorang yang berani dan lancang ingin berbicara langsung dewa sedangkan orang-orang bahkan raja sekalipun berbicara dengan dewa melalui perantara Saintess.
Pikiran Adir melayang, mengingat kembali peristiwa ketika dirinya sedang melakukan upacara kedewasaan dimana ayahnya tidak kunjung hadir menemui raja dan para tamu penting.
Ibu Adir menyuruhnya untuk segera menyusul ayahnya di altar suci dewa mungkin ayahnya masih bersiap-siap untuk menemui para tamu. Langkah kakinya terhenti ketika ayahnya bergumam berbicara sendiri.
Adir menguping di balik pintu yang sedikit terbuka.
“Akan ada pelintas dimensi yang akan membuka jalan cerita baru, apakah dia bisa menyelesaikan tugas atau memilih untuk menghancurkan dunia,”
Suara parau diikuti dengan suara yang berat Adir yakin bahwa ayahnya sedang berbicara dengan dewa khayalan. Adir berusaha mencerna keadaan yang terjadi di depan matanya.
Altair menghilang bersama dengan saat dinding putih itu menghilang namun, lingkaran sihir masih mengapung di atas air.

Bình Luận Sách (153)

  • avatar
    15Heranim

    Suka banget sama ceritanya. Bikin emosiku gak karuan..Semangat! Mari mampir juga ke ceritaku ^^

    17/01/2022

      4
  • avatar
    Ssraah

    saya sangat menyukai cerita ini, mempunyai jalan cerita yang menarik dan tata bahasa yang rapi dan mudah dimengerti.

    21/12/2021

      0
  • avatar
    Yesmi Anita

    lima ribu DM 5.000

    3d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất