logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 23 Setan Jadi - Jadian

Aku ngebut membonceng Jono, bukan ke tempat pak Lurah Norman terlebih dahulu, atau ke rumah Nadia. Aku langsung lewat jalur belakang ke rumah tua peninggalan almarhum mbah Pati. Aku lewat jalur tadi siang bersama Nadia.
Jono terlihat takut namun aku menguatkannya.
”Jon, hantu itu lebih takut kepada manusia. Jadi, kamu harus berani ya! Ingat Jon, kita sedang menjadi seorang pahlawan kegelapan untuk menyelamatkan seorang putri yang diculik!”
”Begitu ya Mas Bos?” Jono matanya berbinar di bawah pohon beringin besar, aku menyandar motor di dekat pohon itu. Gelap memang.
”Benar ini Jon! Masa aku bohong!”
”Oke mas Bos! Aku sudah tidak takut lagi pada hantu! Ayo maju!”
”Jangan berisik, kita sedang mengintai ini!”
”Oke mas Bos!”
Kami mengendap perlahan, di bawah pohon bambu dan aku sudah hapal jalan setapaknya. Kami terus berjalan, ada gerakan tiba – tiba berkelebat di tengah malam, gelapnya malam dengan kabutnya yang pekat dan sinar rembulan menembus celah – celah pohon bambu.
”Apa itu mas Bos?” Jono agak kabet namun dia masih berbisik.
Aku mengangguk padanya, sambil menenangkannya. Rumah mbah Pati hampir sampai, aku memang melihat sekelebat bayangan putih tadi. Maka, bisa jadi itu manusia dan hanya ingin mengganggu saja, seperti perampokan di pabrik tempo hari.
Aku pun mengambil sebatang kayu di sebelahku. Jono bertanya lagi untuk apa, aku menyuruhnya diam dan ikuti aku saja.
Kami benar – benar mengendap di gelapnya malam, diantara gelapnya pohon bambu dan kabut gelap malam. Ini sudah seperti kisah horor di film – film. Sangat sempurna jika setan tiba – tiba muncul, maka ini adalah saat yang tepat bagi film horor begitu mencekamnya suasana.
Tapi... aku menguatkan tubuhku.
Aku harus berani, ini adalah jalan cintaku dan aku sedang mencari bidadariku yang hilang! Alah lebay! Aku menggoyang kepalaku lagi, aku yakin kalau Nadia sepertinya berada di rumah tua itu, entah kenapa aku begitu yakin. Apakah ini perasaan jodoh akan cinta yang membuat jiwa – jiwa seperti setruman saat dekat? Alah! Lebay lagi!
”Masih jauh mas Bos?” suara Jono malah mengagetkanku dan aku hampir saja terjatuh dari duduk dan mengendap.
”Diam Jono, ikuti aku saja,” aku perlahan memperingatinya.
Wussshhh! Sekelebat bayangan putih kembali melewati kami di samping kanan diantara pohon bambu. Aku hampir terjatuh ke belakang karena kaget.
Itu... putih – putih apa?
Tanganku mundur ke belakang, terpentok sesuatu, aku menamatkannya apa yang aku pegang di tangan kiriku. Itu adalah, makam dari almarhum mbah Pati. Kami tepat di dekat kuburan. Rumah kosong tua itu juga sudah terlihat.
Saat aku mulai panik dengan pikiranku, Jono memegangi kedua pundakku dengan kuat dan mencengkeram sehingga bahuku sakit.
”Ada apa lagi Jon?” aku memelankan suaranya perlahan.
”Kun! Kun!”
Suara Joni tercekat dan aku segera memandangi Jono yang seolah dia mendelik sesuatu kearah sampingku. Aku langsung berpikir cepat, apa yang sedang dilihat Jono sehingga dia begitu ketakutan? Kunti kah?
Aku pun memaksakan kepalaku menengok ke belakang, tepat disana, wajah bersinar dan wajah celometan putih dengan rambut panjang. Mendadak seperti beberapa detik aku menghilang dan jantung seolah berhenti begitu saja.
Ketakutan yang luar biasa muncul.
Suara tawa mengerikan pun semakin membuat jantung seolah melompat seketika.
Kiik kiik kiik kiik kiik kiik kiik kiik kiik
Suara khas kuntilanak terdengar menyeruak, memekakkan telinga. Tapi, tiba - tiba juga aku teringat pada Nadia dan Ibu. Aku langsung berdzikir dan membaca ayat kursi dengan cepat, aku pun mampu mengontrol tubuhku lagi dan sekilas kulihat Jono seperti membeku dan matanya melotot kearah wanita berambut putih dan berambut panjang serta wajahnya bersinar dari bawahnya.
”Setan gak ada kerjaan!” aku menggenggam kayu yang tadi masih aku pegang dan aku langsung memukulkan kayu itu dengan cepat ke kepala kuntilanak itu. Entah kenapa keberanianku langsung muncul dan aku sadar kembali.
Hiaaaatttt!
Wussshhh!
Eh? Kenapa kuntilanaknya gak kena dan menghindar ke bawah, memang setan bisa menunduk menghindari serangan? Lha, kan dia bisa seharusnya menghilang saja? Artinya, dia setan jadi – jadian.
Awas!
Aku langsung mengangkat kakiku dengan cepat, saat hantu jadi – jadian menunduk karena serangan pukulan kayuku itu maka kakiku dengan cepat menendang pantatnya saat menunduk.
Bug!
Benar saja! Dia langsung terjengkang ke depan dan menabrak pohon – pohon bambu dan mengaduh kesakitan. Aku pun langsung segap mengambil kepalanya dan mencengkeramnya, sayangnya rambutnya tertarik dan dia ternyata memakai wig rambut panjang.
Benar – benar setan jadi – jadian. Aku menendang perutnya sekali lagi dengan keras, hantu itu terjengkang dan kesulitan dengan pakaian putihnya. Dia terbaring dan tak bergerak pada akhirnya, mungkin pingsan.
Namun, saat aku hendak melihat kembali ke arah Jono sebuah teriakan membuatku sadar akan ancaman yang lain.
”Cepat menyerah! Aku aku nyawa temenmu dalam masalah!” suara lelaki sembil tangan kirinya merangkul kepala Jono. Jono sendiri ketakutan, lelaki itu juga berbaju putih panjang dan rambutnya panjang.
Jadi setan jadi – jadiannya tidak hanya satu? Semakin benar dugaanku, ada yang disembunyikan di dalam rumah tua itu dan dengan serbuk putih itu juga. Jadi, apakah Nadia juga disana sekarang?
”Cepat menyerah!” lelaki dengan baju putih dan rambut panjang itu kembali membentakku.
Dalam siluet malam dan kabut pekat malam serta temaram cahaya bulan di antara pohon – pohon bambu kami terjebak oleh keadaan yang membingungkan bagi kami.
”Tolong mas Bos! Maaasss!” suara Jono nampak tercekat dan lehernya seperti kesulitan bernapas.
”Lepaskan dia Setan!” aku berteriak memperingatinya.
”Kamu yang harus menyerah! Atau aku bunuh temanmu ini,” sebuah benda mengkilat telah dipegangnya dengan tangan kanannya dan seolah tak main – main lagi.
”Iya, baiklah! Baiklah! Kami menyerah. Lepaskan temanku!”
”Heh! Dasar bocah – bocah keras kepala dan bodoh!” teriakan lelaki dengan baju putih dan rambut panjang itu seolah menghina kami.
Saat aku mengangkat kedua tanganku tanda menyerah, lelaki yang menyamar sebagai hantu itu tiba – tiba tercekat, dia menatap melotot kearahku. Tubuhnya tiba – tiba menggigil dan cengkeramannya pada Jono terlepas.
Jono terjatuh ke bawah dan dia memegangi lehernya yang mungkin masih terasa sakit. Lelaki dengan pakaian hantu itu jatuh ke belakang dan terduduk. Dia terlihat ketakutan? Lelaki itu pun bangun dan langsung berbalik dan entah kenapa dia langsung lari dengan kencang.
Sayangnya, larinya tidak diimbangi dengan kesadaran yang baik, dia menabrak pohon bambu dan tidak hanya satu bahkan banyak bambu ditabraknya. Dia terjerembab jatuh dan tak bergerak lagi, alias pingsan.
Ada – ada saja.
Dia takut padaku juga ternyata, baru tahu dia siapa Adnan! Ha.. ha.. ha.. aku tertawa kecil sendiri. Jono mulai sadar dan dia melepaskan tangannya di lehernya sendiri. Dari semburat kegelapan kabut, Jono mulai bernapas lega dan mulai bisa menata pernapasannya sendiri.
”Kamu tidak apa – apa kan Jono?” aku menanyakan hal itu karena kasihan melihat Jono yang kena sial disandera oleh hantu jadi – jadian tentunya.
”Alhamdulillah..., Aku...” ucapan Jono tiba – tiba terhenti juga, ada apa lagi sih dengan Jono itu? Kenapa kini dia terdiam dan seolah mematung, bahkan tubuhnya menggigil hebat dan matanya benar-benar terlihat menakutkan karena saking melototnya melihat kearahku.
”Setan beneran mas Bos!” Jono menunjuk kearahku, aku sendiri jadi bingung apa yang dilakukan Jono. Mencoba menakutikukah? Dia sedang prank mungkin, he.. he.. he..
Bruk!
Tanpa adegan selanjutnya ketika prank, dan dia biasanya akan tertawa tapi kenapa malah tertidur di bawah pohon bambu seperti itu. Ah, ada – ada saja!
Aku memukul ke belakang sambil berbalik, dan mataku seperti paku yang ditancapkan ke sebuah tembok. Sebuah bayangan astral yang tembus pandang dan bercahaya nampak disana. Aku bahkan tak bisa bergerak sama sekali, dan tubuhku menggigil dengan sangat kencang.
Temaram kabut semakin memperjelas seorang yang bercahaya tembus pandang itu. Disinari rembulan dengan menyorot antara pohon bambu, sosok itu tersenyum kepadaku.
Dia adalah sosok yang tengah memakai sebuah peci, jadi dialah yang membuat penjahat tadi pingsan dan tentu saja Jono juga langsung pingsan begitu melihat hal ini?
Aku tertegun bahkan tak bisa bersuara, bahkan aku langsung ambruk ke belakang begitu saja dan terduduk paksa. Kakiku gemetaran dan melihat sosok bercahaya di pohon bambu itu, bibirku pun bergetar sekarang, tak ada yang bisa keluar dari mulutku kecuali hanya otakku yang berpikir. Itu adalah arwah mbah Patikah?
Ya, dia selalu memakai peci dan tersenyum. Tapi benarkah?
Sosok bercahaya itu tersenyum sekali dan tiba – tiba dia menghilang begitu saja seperti cahaya yang pudar dan pecah.
Pyar!
Aku pun tersadar kembali. Aku segera mengikat kedua orang penjahat yang menyamar sebagai hantu itu. Masyarakat harus paham sekarang, bahwa semuanya hanyalah siasat para penjahat untuk melakukan kejahatan mereka.
Aku pun membangunkan Jono dan dia terkaget karena bangun dan sadar berada di hutan bambu seperti itu. Namun, aku pun menunjukkan dua orang hantu jadi – jadian yang kini terikat di pohon bambu, biar gatal – gatal sekalian sana. Tapi keduanya masih pingsan.
Jono sempat kaget dan berkata tanpa sadar, bahwa aku pawang hantu karena bisa menangkap hantu. Aku pun tertawa, Jono masih saja belum sadar sepenuhnya, dikiranya itu hantu beneran apa.
Aku pun menjelaskan pada Jono soal hantu yang menyamar itu, Jono pun mengingat kembali bahwa dia sedang bersamaku untuk memeriksa rumah tua dan mencari Nadia. Benar – benar, dia pun kini manggut – manggut tanda paham.
”Lalu, bagaimana dengan hantu tua yang tadi benar-benar muncul setelah pertempuran? Dia datang dan benar-benar seperti tembus pandang saat malam.”
Aku pun tersenyum dan menjawab penasaran Jono dengan mengatakan kalau mereka semua hantu itu penjahat yang menyamar. Jadi, yang terakhir juga mungkin saja teman mereka. Soal kemana dia pergi, Aku menjawabnya juga tak tahu dan biarlah kita tinggal urus sisanya saja. Jono pun mulai paham situasinya.
Dia masih saja penasaran, meski ketakutan memang dia suka sekali dengan tantangan. Maka, dia akan mengikuti malam ini kemanapun aku pergi untuk menguak misteri rumah tua peninggalan mbah Pati.
Kami membangunkan para penjahat yang menyamar itu, muka mereka celometan dengan pupur dan aku mengusap wajah mereka. Salah satu dari mereka pun akhirnya bangun dan memohon ampun kepada kami.
Aku memaksanya menjelaskan apa yang disimpan di dalamnya, dia mengaku tak tahu dan hanya diminta untuk selalu menakuti siapapun yang mendekat rumah itu dengan bayaran yang besar.
Satu lagi, apakah benar tadi ada wanita dibawa masuk dan dia pun menjawab ia, seorang gadis disekap di dalam. Artinya, apakah itu Nadia?
Aku bertanya lagi soal yang lain namun dia tak mau membocorkan hal lainnya, daripada berlama – lama dan dia tak mau mengaku yang lain maka aku memukulnya sekalian agar dia pingsan lagi.
Aku segera mengambil hanphoneku dan menelepon polisi agar mereka segera datang ke rumah tua di desaku. Aku juga menghubungi rekan yang lain yang tadi menuju rumah pak Kusrin dan pak Lurah. Aku meminta mereka bersama masyarakat untuk bersama menggerebek rumah tua.
Persiapan pun beres, kini aku mengajak Jono untuk masuk ke rumah tua dan melihat situasinya sekarang. Misteri rumah tua itu, harus dibongkar segera mungkin.
Aku melangkah diikuti Jono, tapi Jono menyalipku dan mendahului jalanku. Dia berlagak sekarang, jalannya seperti pahlawan kesiangan.
”Sekali-kalilah mas Bos!” begitu ujarnya.

Bình Luận Sách (228)

  • avatar
    GunawanMia

    novelnya cukup baguss... bahasanya ringan dan menghibur..... 👍👍

    07/02/2022

      6
  • avatar
    yuliawati

    bagus cakpaibhh

    1d

      0
  • avatar
    MasudAli

    bagus banget ceritanya dan seram terimakasih untuk dukunganya

    5d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất