logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 6

“Ayana….”
Suara panggilan lembut berusaha membangunkan Ayana.
“Ayana bangun.”
Ferdi mencoba untuk menggoyang-goyangkan tubuh anak gadisnya pelan. Namun gadis ini belum juga bangun-bangun.
“Ayana bangun, di depan ada teman kamu tuh nungguin.”
Kedua mata Ayana langsung terbuka sempurna. Tidak ada lagi mata kantuknya yang terlihat.
“Hah? Teman? Siapa, Pa?” tanya Ayana terkejut.
“Cowok. Papa nggak nanya namanya,” jawab Pak Ferdi.
“Papa lihat sih orangnya ganteng,” tambah Pak Ferdi.
Ayana memegang dadanya kuat, ia merasakan jantungnya yang berdegup sangat cepat. “Masa Argatha sih? Nggak mungkin banget,” ucap Ayana dalam hati.
“Kok malah bengong, cepat sana mandi. Kasihan tuh teman kamu nunggu kelamaan,” ucap Pak Ferdi.
“Iya, Pa.”
“Teman kamu ganteng juga ya. Papa nggak nyangka anak papa udah gede,” bisik Pa Ferdi seraya tertawa kecil.
“Ih, papa ngeselin,” teriak Ayana.
°°°°°
“Pa, Ayana berangkat ya,” ucap Ayana berpamitan kepada sang Papa.
“Iya, hati-hati sayang.”
Ayana melangkah keluar rumah.
“Astagfirullah!” kaget Ayana ketika melihat Argatha tengah duduk di atas motor sembari memainkan ponselnya.
Argatha menghela berat, memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
“Argatha ngapain disini?” tanya Ayana.
Argatha menatap gadis itu tajam. “Menurut lo?”
Argatha turun dari motornya, lalu mendekat ke arah Ayana. Membuat Ayana memundurkan langkahnya.
“Argatha mau ngapain? Jangan macam-macam ya, di dalam ada Papa loh,” ucap Ayana.
Kedua sudut bibir Argatha mengembang, membuat ketampanan pria itu terlihat jelas. “Ternyata benar kata Aldi,” ucap Argatha.
“Apa? Aldi ngomong apa ke Argatha?”
“Lo cantik, tapi sayang aneh.”
“Argatha sekarang mengakui nih kalau Ayana cantik?” goda Ayana.
Argatha mematung sejenak. Ia tersadar dengan kata-kata yang barusan ia ucapkan. “Aduh, bego banget gue ngomong kayak tadi,” ucap Argatha dalam hati.
“Argatha udah naksir ya sama Ayana? Iya ya?” tanya Ayana.
“Ayo berangkat, nanti telat,” Argatha memberikan helmnya pada gadis itu.
“Argatha nggak usah salting gitu kali, Ayana Cuma bercanda kok,” goda Ayana terus.
Argatha tidak mempedulikan ucapan Ayana, pria itu langsung menaiki motornya. “Pegangan,” ucap Ayana datar.
“Nggak mau.”
Tanpa aba-aba Argatha langsung menarik tangan Ayana, dan meletakkannya di perutnya.
Kedua sudut bibir Ayana mengembang sedikit, ia merasa hari ini adalah hari paling luar biasa di dalam hidupnya.
“Argatha tadi nunggu lama ya?” tanya Ayana membuka pembicaraan.
“Lumayan,” jawab Argatha datar.
“Maaf ya nunggu lama, Ayana nggak tau kalau Argatha beneran bakal ngajak Ayana berangkat bareng,” ucap Ayana.
“Nggak apa-apa kok.”
“Ohiya, tadi Papa nggak ngomong apa-apa kan sama Argatha?” tanya Ayana lagi.
“Ngomong,” jawab Argatha jujur.
“Apa?” tanya Ayana penasaran.
“Katanya, titip anaknya yang cantik,” jawab Argatha dengan sedikit senyum yang terlukis di bibir tipisnya.
“Ih, apaan sih! Serius Argatha!” Ayana memukul punggung pria itu pelan.
Argatha melihat Ayana dari spion, gadis itu nampak sangat menggemaskan, apalagi saat raut wajahnya cemberut. Seperti anak kecil yang merengek dibelikan balon.
“Kok Argatha jadi diam gitu? Ayana kebanyakan ngomong ya? Argatha ilfeel ya? Maaf ya Argatha, kalau lagi sama Argatha tuh mulut Ayana berasa nggak bisa direm,” ucap Ayana polos.
“Hahaha.. lo unik,” jawab Argatha tertawa kecil.
“Biasanya cewek tuh jaim kalau lagi dekat sama orang yang dia suka, sok kalem lah, sok imut. Tapi lo beda, lo tetap jadi diri lo sendiri,” jelas Argatha.
Ayana merasakan kedua pipinya memanas, andai bisa terlihat, pasti pipinya sudah berwarna kemerahan sekarang. “Please Argatha, jangan bikin Ayana terbang.”
°°°°°
Jam olahraga. Seluruh murid 12 IPA 2 berkumpul di lapangan. Cuaca mendung sangat diidamkan oleh murid-murid yang akan melakukan kegiatan outdoor saat ini.
“Alhamdulillah mendung, skincare gue jadi aman terkendali,” ucap Farah.
“Skincare beli flash sale aja sombong,” sahut Aldi.
“Selamat pagi anak-anak” ucap Pak Rino, guru olahraga 12 IPA 2.
“Pagi, Pak” sahut murid kompak.
“Bapak akan memasangkan cowok dan cewek untuk permainan bola kita pagi ini. Sebelumnya bapak akan bacakan peraturannya. Bagi cewek yang terkena lemparan bola, berarti harus keluar, sedangkan cowok, tidak apa-apa, bisa melempar ke lawan yang lain. Kelompok yang bisa bertahan sampai akhir, mereka yang akan jadi pemenangnya,” jelas Pak Rino.
“Kalian mengerti?” tanya Pak Rino.
“Ngerti, Pak” jawab murid.
Pak Rino menggambungkan kedua kelas tersebut, dan membagi mereka menjadi beberapa kelompok.
“Bapak sudah membagi kelompok, jadi sebisa mungkin kalian harus bekerja sama agar kelompok kalian bisa menang” ucap Pak Rino.
Ayana melirik ke pria yang berada di sampingnya. Jantungnya mulai berdegup tidak beraturan. Muncul pertanyaan dalam benak Ayana, bagaimana bisa dari total dua puluh murid, ia bisa satu kelompok dengan Argatha? Entah takdir atau hanya kebetulan, tapi hal itu membuatnya tidak tenang.
“Ayana nggak bisa mainnya,” bisik Ayana pada Argatha.
“Lo tenang aja, lo cukup diam di belakang gue” sahut Argatha tenang.
Pertandingan pun di mulai. Argatha merentangkan tangannya melindungi Ayana. Saat ada bola yang datang, Argatha lalu memutar tubuhnya dan melindungi Ayana agar tubuh gadis itu tidak terkena bola.
Kelompok lain sudah gugur dan hanya menyisakan tim Argatha dengan Ayana dan Farah dengan Aldi. Argatha terus melindungi Ayana agar tidak terkena lemparan bola.
Farah mendesis pelan, ia merasa kesal melihat Ayana yang selalu dilindungi oleh Argatha. Ayana selalu berada di belakang Argatha, membiarkan pria itu terkena lemparan bola.
“Ayana jangan curang dong! Lo nggak kasihan sama Argatha apa? Dari tadi kena lemparan bola terus demi ngejaga lo biar nggak kena!” ucap Farah dengan nada tinggi.
Argatha tetap merentangkan tangannya untuk melindungi gadis yang berada di belakangnya. Kedua sorot matanya fokus pada bola yang berada di tangan Aldi.
“Jangan dengerin Farah. Tetap diam di belakang gue, selangkah lagi kita menang” ucap Argatha.
“Tapi, dari tadi Argatha udah kena lemparan terus” sahut Ayana.
“Lo mau bikin pengorbanan gue sia-sia?” tanya Argatha.
“Tetap di belakang gue, jangan sampai lo kena bola” tambah Argatha penuh penekanan.
Farah mengambil bola dari tangan Aldi. Ia melemparkannya, lalu mengarahkan bola itu ke Ayana.
Kedua mata Ayana fokus menatap bola yang dilemparkan Farah ke arahnya. Ayana menyingkirkan tangan Argatha dan maju ke depan untuk menangkap bola itu.
Melihat Ayana maju, Argatha langsung menarik tangan gadis itu, membuat tubuh Ayana kehilangan keseimbangan. Dengan sigap, Argatha menangkap tubuh Ayana dan tangannya menjaga kepala Ayana agar tidak membentur lapangan.
Ayana membuka matanya perlahan, melihat pria yang berada di sampingnya. Pria itu nampak terlihat kesal. “Lo sih nggak dengarin omongan gue. Kan udah gue bilang, tetap diam di belakang gue. Kenapa lo maju?”
Ayana bangkit dan merapikan seragamnya. “Maaf, tapi Ayana nggak mau kalau Argatha terus nahan bola itu buat Ayana,” jawab Ayana.
Prittttt!
Pak Rino meniup peluitnya. Lalu berkata, “Pelajaran hari ini selesai, kalian semua boleh beristirahat, dan setelah itu silahkan kembali ke kelas.” Ucap Pak Rino.
“Baik, Pak” sahut murid secara bersamaan.
Beberapa murid mulai meninggalkan lapangan. Dengan cepat Aldi langsung menarik Argatha untuk mengikutinya.
“Lo ngapain ngejagain Ayana sampai kayak tadi? Lo naksir sama dia?” tanya Aldi dengan sorot mata tajam.

Bình Luận Sách (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    11d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    17d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất