logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

30. Urusanku

Selamat membaca!!
~~~
Anggasta berjalan lesu menuju kelasnya, entah kenapa hari ini dia tidak bersemangat pergi kesekolah, pikirannya terus melayang tentang kejadian semalam.
Dia benar-benar khawatir dengan tubuh asli Renata, bagaimana setelah dia kembali menjadi Renata, dia menjadi sakit. Tentang perkelahian semalam pasti menyebabkan luka ditubuhnya. Anggasta sangat khawatir tentang itu.
Beberapa hari ini Renata selalu menghindari dirinya, dia lebih memilih pergi dan berusaha tidak berbicara padanya.
Baru saja dia memikirkan Renata, gadis itu jalan melewati dirinya begitu saja.
Anggasta langsung menyusul dan menahannya. "Aku harus bicara denganmu." ucap Anggasta.
Renata hanya diam sambil menatap dingin Anggasta. Dia tidak ingin berbicara apapun saat ini.
Renata menepis pelan tangan Anggasta dan berniat kembali berjalan, tapi Anggasta kembali menahannya. "Ada apa denganmu? Apa kamu merasa terganggu saat aku mengatakan bahwa aku menyukaimu? Jika iya maka lupakan, aku tidak ingin kita menjadi seperti ini. Kamu terus menghindariku."
"Lepaskan aku." Renata berusaha untuk melepas pegangan tangan Anggasta.
Anggasta tidak ingin kalah, dia memegang erat tangan Renata agar gadis itu tidak pergi. Dia sungguh ingin berbicara dengan Renata saat ini.
"Ini sakit." rintih Renata saat Anggasta memegang erat tangannya.
Anggasta menyadari itu, dia melepaskan pegangan tangannya.
Mendapat kesempatan untuk pergi, Renata lalu berjalan dengan cepat menuju kelasnya.
"SURAT ITU!!" teriak Anggasta sangat kencang hingga membuat beberapa orang menoleh kaget dan merasa bingung juga.
Dan tentu saja Renata mendengar itu, dia berhenti berjalan. Tangannya mulai terkepal sangat kuat, pria itu sudah mengetahui semuanya.
Renata berbalik dan menatap Anggasta marah. Anggasta tentu saja melihat itu, dia berjalan mendekat kearah Renata, kemudia pria itu menarik tangan Renata dan menjauh dari orang-orang yang tengah menatap mereka.
Anggasta membawa Renata masuk kedalam ruang OSIS dan menguncinya didalam. Dia kemudian menyuruh Renata untuk duduk.
Mereka sama-sama terdiam beberapa menit. Anggasta maupun Renata tidak ingin memulai pembicaraan, lebih tepatnya Anggasta ingin mendenger apapun yang dikatakan Renata soal surat itu, sedangkan Renata dia tidak mau mengatakan apapun.
Anggasta membuang nafas pelan, dia kemudian menatap Renata lembut.
"Aku tau kamu mendapat surat ancaman bukan?" Anggasta memulai pembicaraan karena Renata terua saja diam.,
"Lalu kenapa kamu tidak memberitahuku?" tanya Anggasta lagi.
Tapi Renata sama sekali tidak menjawab apapun, dia hanya diam.
"Jawab aku Renata, aku butuh alasan untuk bisa memahami itu. Biar aku jujur padamu, aku sudah tau semua yang terjadi padamu, aku tau masalalumu, aku tau tentang traumamu, aku tau tentang keperibadianmu."
Renata sudah menduga semuanya, dari awal Anggasta memang sudah tau semua tentangnya, dia tidak merasa kaget lagi tentang hal itu.
"Jika kamu sudah tau semuanya, lalu apa yang harus aku jelaskan hah? Aku menghidar karena aku tidak mau kamu terlibat dengan urusanku lebih jauh Anggasta. Aku benci dengan orang yang sudah tau semuanya tentangku."
"Kenapa?"
"Aku hanya takut, jika kamu menjauh dariku. Aku takut orang-orang akan pergi dariku. Aku takut." Renata mulai menangis, dia sungguh takut jika perlahan Anggasta akan pergi darinya.
"Apa kamu lihat? Aku tetap ada disampingmu, bahkan jauh sebelum aku mengetahui semuanya, aku sudah berjanji pada Ayah dan Ibumu, aku tidak akan pernah pergi dan menjauh darimu. Aku mohon. Buang jauh pemikiran itu Renata, aku sungguh peduli padamu," Anggasta berusaha menyakinakan Renata, hatinya benar-benar sakit saat gadis itu menangis didepannya.,
Anggasta mengambil kedua lengan Renata dan memegangnya erat. "Aku tidak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi."
"Mengenai surat itu, aku akan berusaha mencari orang dibalik itu semua. Jangan pikirkan apapun lagi, jangan menanggung semuanya sendiri, ceritakan apapun padaku jika kamu merasa sulit."
Renata tidak mampu berbicara apapun lagi, yang bisa dia lakukan saat ini hanya menangis dan menangis, ucapan Anggasta begitu tulus padanya tapi dia benar-benar takut jika apa yang Anggasta lakukan saat ini padanya hanya akan membuatnya terluka.
Dia ingin tidak ingin berharap apapun lagi, sudah cukup semuanya seperti ini. Mungkin dia tidak akan pernah mendapatkan kebahagian sedikitpun.
Renata melepas tangan yang masih Anggasta pegang, dia mengusap air matanya. "Aku harus segera kekelas." ucapnya.
"Kamu boleh tidak percaya saat ini, tapi aku sangat jujur dengan perkataanku. Jika ada masalah apapun ceritakan padaku, sekalipun kamu tidak percaya padaku."
Renata keluar dari ruang OSIS setelah Anggasta membukanya, dia langsung pergu begitu saja tanpa menoleh atau sekedar berbicara pada Anggasta.
"Wahhhhh, apa yang kalian lakukan dalam ruang OSIS?" Erika begitu histeris saat melihat Anggasta maupun Renata keluar dari dalam ruangan.
Anggasta hanya membuang nafas kesal, lagi-lagi Erik selalu menganggunya, apa mungkin Erik itu seorang peramal. Dia selalu saja tau apa yang dia lakukan saat ini.
Anggasta juga sedikit heran dengan Erik bagaimana bisa temannya itu selalu memiliki informasi terbaru dia selalu tau apa yang terjadi saat ini. Apapun berita yang dia sampaikan selalu saja benar.
"Jawab aku kenapa malah diam, jangan membuatku berifikir aneh-aneh ini masih pagi."
"Aku tidak melakukan apapun, dan berhentilah berifikir yang tidak-tidak, aku heran kenapa kamu selalu muncul disaat seperti ini." kesal Anggasta.
"Tentu saja, kemampuan bergosipku jangan kau ragukan lagi, aku bisa saja membuat seisi sekolah heboh hanya karena aku mengucapkan satu kata saja. Apa ingin mencobanya? Jika mau, apa ingin aku sebarkan kalian berdua berada di ruang OSIS bersama."
Anggasta langsung membekap mulut Erik, dia benar-benar berbahaya. "Jika kamu mengatakan satu kata tentang itu, lihatlah apa yang aku lakukan padamu."
Erik langsung menepis lengan Anggasta, pria itu benar-benar kurang ajar, bagaimba jika dirinya kehabisan nafas.
"Kau gila, bagaimana jika aku kehabisan nafas. Baiklah apa yang akan kamu lakukan jika aku membocorkan semuanya?" tantang Erik pada Anggasta.
"Aku akan berbicara pada semua orang bahwa pacar yang selalu kau banggakan itu tidak ada. Dan Erik seorang penggosip besar juga ternyata bisa berbohong."
Mendengar itu Erik benar-benar terkejut, bagaimana Anggasta bisa tau tentang itu. Selama ini dia hanya berpura-pura memiliki seorang pacar yang cantik, dia selalu membanggakan pacar yang bahkan tidak ada.
"A-ku benar-benar memiliknya." gugup Erik.
"Jika begitu tunjukan padaku saat instirahat nanti."
Setelah mengucapkan itu Anggasta langsung pergi menuju kelasnya.
"Gasta!! Ayo baiknya kita membuat perjanjian saja." Erik berteriak sambil menyusul Anggasta.
***

Bình Luận Sách (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất