logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

28. Bertengkar

Selamat membaca!!
~~~
Anggasta berlari menyusul Renata, gadis itu ternyata pergi keatap sekolah, Anggasta berhenti saat Renata duduk, dia terlihat membuka sebuah amplop.
Anggasta yakin jika itu adalah surat acaman, Renata kembali mendapat surat itu.
Dia menangis. Ingin sekali Anggasta berlari dan memeluknya lagi tapi dia sadar, ini bukan waktunya seperti itu, dia masih diam menunggu Renata tenang.
"Aku pasti akan menemukannya."
Anggasta berjalan pelan menuju Renata, dia memegang bahu gadis itu, tubuhnya bergetar hebat. Dia sungguh ketakutan saat ini.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Anggasta pelan.
Renata otomatis menghentikan tangisannya dan menoleh pada Anggasta.
Renata menatap dingin Anggasta, sudah cukup Anggasta mengetahui semuanya. Dia tidak ingin Anggasta semakin merasa prihatin padanya, dia tidak butuh dikasihani oleh siapapun.
Renata meremas kertas tersebut dan memasukkannya pada saku rok miliknya.
"Aku baik-baik saja." Renata berdiri hendak pergi, namun Anggasta langsung menahannya.
"Ada apa?"
Renata tidak menjawab ucapan Anggasta dan pergi begitu saja, tapi langkahnya kembali terhenti, Anggasta kembali menahan lengannya.
Renata berusaha menahan air matanya dan membuang nafas pelan sebelum dia menepis kasar lengan Anggasta.
Dia menatap tajam Anggasta. "Kenapa selalu ikut campur dalam urusanku? aku sudah muak dengan semuanya,"
Anggasta mematung, dia tidak menyangka jika Renata akan berbicara sekasar itu padanya.
"Ada apa denganmu, bicaramu sangat kasar." Anggasta menatap Renata.
"Maka tinggalkan aku, jangan selalu ikut campur hanya karena kamu anak dari dokterku bukan berarti kamu harus tau segalanya tentangku." Renata menatap tajam Anggasta.
Ucapan yang dia lontarkan benar-benar sangat kasar, dia sungguh ingin menangis saat ini, tapi dia juga tidak Anggasta terus seperti ini padanya.
"Aku tidak melakukan apapun, aku hanya ingin membantu." nada bicara Anggasta mulai menaik.
"Maka dari itu jangan buat aku salah paham dengan bantuanmu itu, jangan membuatku berharap apapun padamu. aku tau kamu melakukan ini karena merasa kasihan padaku, jika itu benar maka tinggalkan aku." Renata sudah tidak bisa lagi menahan semuanya dia kembali menangis.
"Aku mohon jangan lakukan itu." tangis Renata.
Anggasta diam, dia membeku dengan ucapan Renata. Apa selama ini Renata menganggap semua yang dia lakukannya hanya sebatas rasa kasihan.
Anggasta memegang bahu Renata erat, dia menatap lekat Renata yang tengah menangis. "Tatap aku." perintah Anggasta.
Renta masih enggan menatap dia hanya menunduk sambil menangis. "Tatap aku Renata!!" ucapan Anggasta kembali meninggi,
Renata langsung menatap Anggasta begitu pria ini berbicara dengan nada tinggi.
Mereka saling menatap. "Apa selama ini kamu merasa aku melakukan semua ini untukmu hanya sebatas kasihan?" tanya Anggasta tajam.
Dia benar-benar marah dengan prasangka Renata, dia tidak sebaik itu untuk menolong seseorang. Dia tidak serendah hati itu untuk membantu seseorang.
Renata diam tidak menjawab ucapan Anggasta, dia tidak tau apa yang harus dilakukannya saat ini.
"Dengarkan aku Renata. Aku tidak sebaik itu untuk menolong seseorang, aku tidak serendah hati itu untuk membantu seseorang, aku melakukan itu padamu karena aku menyukaimu. Aku benci melihat masa terpurukmu, aku benci orang-orang yang menyakitimu, aku benci jika kamu terus menggoreng lenganmu. AKU BENCI semua yang membuatmu menderita." kata demi kata anggasta terus tekankan agar Renata yakin jika hal yang dilakukannya selama ini buka hanya sebatas rasa kasihan.
Tangis Renata semakin pecah saat Anggasta berbicara itu, dia lelah. Hatinya hancur.
Kenapa Anggasta menyukainya? Kenapa saat dia dalam keadaan seperti ini, Anggasta malah menyukainya.
"Maaf." Renata berlalu begitu saja, dia sudah tidak sanggup lagi jika terus berdiri dengan Anggasta, dia tidak tau apa yang harus dilakukannya.
Setelah kepergian Renata, Anggasta masih diam ditempat. Dia sangat marah pada dirinya sendiri.
~~~
"Renata...," panggil Andini saat Renata sudah kembali masuk kedalam kelas.
Renata hanya tersenyum tipis berusaha menutupi kesedihannya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Andini khawatir karena mata Renata sembab.
"Aku baik-baik saja." jawab Renata pelan.
Andini menatap Renata, dia tau jika Renata menyembunyikam sesuatu darinya, tapi Andini juga tidak mau ikut campur jika Renata tidak memberitahunya. Mungkin masalah yang dia hadapi cukup berat.
"Jika terjadi sesuatu bicarakan saja denganku, aku siap kapan saja jika kamu mau bercerita." Andini menepuk pelan bahu Renata.
Renata mengangguk, "terimakasih."
Andini kembali ketempat duduknya dan Renata hanya menatap itu. Jika saja Anidni tau tentangnya apa yang akan dia lakukan padanya. Apa dia akan pergi darinya? Atau dia tetal aka bersamanya tapi dengan rasa kasihan. Renata tidak tau apa yang akan terjadi jika Andini mengetahui semuanya.
Perkataan Anggasta barusan sungguh membuat hatinya sakit, dia tidak tau apa yang akan dilakukan padanya nanti. Jika terus seperti ini Anggasta pasti akan ikut tersakiti dan Renata tidak mau itu terjadi. Dia ingin Anggasta menyukai wanita lain daripada harus dirinya.
Renata juga tidak tau bagaimana perasaannya terhadap Anggasta, pria itu terlalu baik padanya dia hanya takut salah paham dengan semuanya, dia tidak mau jika nanti mereka akan sama-sama tersakiti.
Disisi lain Anggasta kembali kedalam kelas dengan wajah murung, dia kehabisa akal dia menjadi tidak bersemangat.
"Kenapa wajahmu seperti itu, apa kamu bertengkar dengannya?" tanya Erik penasaran.
"Jangan bicara apapun, aku lelah." Anggasta menenggelamkan wajahnya diatas meja dengan bantalan kedua tangannya. Harinya benar-benar buruk.
Gadis itu pasti sangat menderita sekarang, tapi dia juga tidak tau apa yang harus dilakukannya jika semuanya membuat Renata salah paham padanya.
Dia juga belum mendapatkan informasi sedikitpun tentang si pengirim surat ancaman pada Renata.
Erik tiba-tiba teringat dengan percakapan seseorang mengenai Renata.
"Beberapa hari yang lalu aku mendenger seseorang membicarakan Renata," ucap Erik.
Anggasta hanya membuang nafas pelan, "Semua orang sering membicarakan Renata." ucap Anggasta pelan.
Erik menganguk setuju. "Benar juga, Renatakan populer dia pasti sering menjadi bahan perbicangan orang-orang, tapi menurutku percakapan mereka sedikit aneh.",
Anggasta menyerit tidak mengerti. "Maksudmu?"
"Aku hanya mendengar mereka membicarakan tentang balas dendam. Apa mungkin Renata memiliki seorang musuh?"
Seperti menemukan sesuatu Anggasta langsung duduk dengan tegap sambil menatap Erik, untung saja dia mempunyai Erik yanh notabennya selalu tau tentang apapun.
"Apa kamu melihat siapa yang membicarakannya?" tanya Anggasta.
Erik berfikir sedikit sebelum dia memberikan gelengan kepala sebagai jawaban. "Aku tidak melihatnya, aku hanya mendengar mereka. ahh tunggu aku ingat, aku hanya melihat satu orang tapi hanya dari belakang, dia seorang pria." jelas Erik.
Anggasta mengangguk, dia sudah memiliki sedikit informasi mengenai itu kemungkinan orang-orang itu adalah si pengirim surat.
Apa mungkin Renata pernah melakukan hal yang tidak baik sampai ada seseorang yang ingin balas dendam padanya.
"Beritahu apapun padaku jika ini mengenai Renata, apapun itu beritahu aku segera." Anggasta menatap Erik.
"Kau sedang bertengkar dengannya? Apa iya? Aku kira tidak."
"Jangan banyak bicara."
Mendengar itu Erik hanya mendelik kesal, untung saja dia sahabatnya jika bukan mungkin dia akan benar-benar memukulnya.
***

Bình Luận Sách (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất