logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

10. Konseling ke 2

Selamat membaca!!
~~~
Renata sudah duduk ditempat biasa dia melakukan konseling bersama Sopia. Sebelum memasuki sesi konseling Renata maupun Sopia mengobrol santai lebih dulu.
Renata sudah mulai merasa nyaman dengan Sopia saat ini, berbeda sekali dengan pertemuan pertama mereka, kali ini Renata bersikap tenang dan mulai menunjukan ekspresi wajahnya.
"Hari ini terlihat sangat berbeda." ujar Sopia senang.
Renata menyerit bingung, dia tidak mengerti dengan ucapan Sopia.
Sopia tersenyum mendapati wajah bingung Renata. "Kamu sudah mulai menunjukan berbagai ekspresi dan merespon ucapanku dengan tenang, aku senang sekali melihat perubahan itu."
Benarkah? Apa dia benar-benar menunjukan berbagai ekspresi pada Sopia? Dia tidak menyadari itu.
"Baiklah kita mulai sesi konselingnya." Sopia langsung menyiapkan sebuah buku untuk catatannya.
Dia menulis poin-poin perubahan yang dialami Renata, dia juga menuliskan kalimat yang tadi dia ucapkan mengenai ekspresi wajah Renata.
"Mengenai pembahasan waktu itu di rumah sakit, aku hanya akan sedikit mengulas mengenai itu. Kamu juga pasti sudah mengerti dengan poin-poin yang sudah aku jelaskan waktu itu bukan?"
Renata langsung mengangguk. "Aku mengerti. Hanya saja aku masih merasa bingung, apa mungkin selama ini ada beberapa kejadian yang aku ingat tapi aku sama sekali tidak sadar itu?" tanya Renata penasaran.
"Itu hal yang sangat mungkin terjadi, hanya saja mungkin karena faktor tekanan yang begitu kuat, kamu menjadi tidak bisa memfokuskan diri kamu sendiri. Kamu harus mulai belajar cara membedakannya, jika ada situasi sulit yang sedang terjadi, kamu harus mencoba untuk tenang dan tidak merasa tertekan."
Penjelasan Sopia cukup membuat Renata sedikit mengerti. Inti dari semua itu adalah Renata harus mencoba untuk membaca situasi dan mengingat apa sedang terjadi, sehingga dia bisa membedakan apakah perilaku yang dia tunjukan murni karena kepribadiannya keluar atau karena dirinya sendiri.
"Apa ada yang ingin ditanyakan mengenai itu? Jika tidak aku akan beralih pada topik lain."
"Tidak ada yang ingin aku tanyakan."
Sopia menganguk. "Kamu masih memiliki mimpi buruk?"
Renata sedikit berfikir, dia rasa sudah 2 hari ini dia tidak memiliki mimpi buruk, meskipun dia masih kesulitan untuk tertidur lelap. Tapi itu sudah lebih baik daripada dirinya terus dihantui oleh mimpi buruk itu.
"2 hari ini aku tidak memiliki mimpi buruk, hanya saja aku masih kesulitan untuk tidur." jelasnya.
Sopia diam tak menjawab ucapan Renata, dia masih memikirkan kemungkinan faktor yang menyebabkan Renata sudah tidak memiliki mimpi buruk lagi.
Sopia kembali menatap Renata. "Apa beberapa hari ini ada hal baik yang terjadi?" tanya Sopia.
Renata langsung menggeleng. "Hari-hariku dilalui seperti biasa, tidak ada hal yang baik terjadi. Tapi beberapa hari ini aku lebih sering berinteraksi dengan teman disekolahku." jawabnya.
Sopia langsung menemukan faktor tersebut, dia tersenyum senang. Mungkin saja Renata sudah tidak memiliki mimpi buruk karena dia sudah mulai membuka diri untuk oranglain.
"Apa mungkin artinya kamu sudah sering mengobrol dengan teman sekolahmu?"
Lagi-lagi Renata menggeleng pelan. "Aku tidak mengobrol bersama mereka, mereka selalu berbicara padaku, tapi aku berusaha untuk menjauh dari mereka."
"Kenapa?"
"Aku hanya tidak ingin mereka mengetahui tentang kondisiku jika aku menjadi teman mereka, aku juga tidak ingin kepribadianku muncul ditengah-tengah mereka."
Sopia jelas mengerti tentang kekhawatiran Renata, dia melakukan itu bukan karena tidak ingin berteman, hanya saja dia harus menyesuaikan dirinya sendiri agar merasa aman.
"Boleh aku memberi saran?" tanya Sopia lembut dan dibalas dengan anggukan Renata.
"Aku ingin mulai sekarang kamu coba untuk bisa berteman, pada awalnya memang akan sangat sulit tapi lama-lama kamu akan terbiasa. Cobalah untuk berteman dengan satu atau dua orang saja."
"Tapi..., aku benar-benar tidak bisa melakukannya."
"Aku yakin kamu pasti bisa. Bukankah mimpi burukmu sudah tidak ada? Itu karena kamu sudah sedikit membuka diri dengan oranglain, meskipun hanya melalui interaksi ringan."
Renata kembali terdiam. Apa mungkin ucapan Sopia memang benar? Mungkin saja itu hanya kebetulan.
Jujur saja ini sangat sulit untuknya, Renata sudah terbiasa melakukan apapun sendiri. Dia bahkan bisa bertahan disekolah meskipun tidak memiliki seorang teman.
"Baiklah, aku akan mencobanya."
Sopia tersenyum mendapati jawaban dari Renata. Semoga saja dengan cara dia membuka diri sedikit demi sedikit rasa trauma dalam dirinya hilang.
~~~
Anggsata masih duduk diruang tengah, dia sengaja menonton tv dan menunggu Renata selesai melakukan konseling.
Sejujurnya dia juga sempat mondar-mandir didepan pintu ruangan ibunya, dia sungguh penasaran dan mencoba untuk menguping, tapi dia tidak bisa mendengar apapun.
Pandangannya langsung beralih saat Renata mulai turun dari lantas atas. Anggasta secara terang-terangan menatap Renata, tapi gadis itu terlihat sangat acuh dan tidak peduli, meskipun dia menyadari jika Anggsata tengah menatapnya.
Renata berjalan keluar dari rumah. Tak ingin tertingal Anggasta juga ikut keluar menyusul Renata.
Renata masih berdiri diteras rumah, dia masih menunggu supirnya yang belum tiba.
"Apa ingin aku antar pulang?" ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut Anggasta.
Renata menoleh dan menatap Anggasta dingin. "Supirku akan segera tiba." ucapnya.
"Apa kamu masih marah padaku?" kali ini Anggasta berdiri disamping gadis itu.
Renata tidak menjawab ucapan Anggasta, dia hanya terus menatap kedepan tanpa ingin menoleh padanya.
"Tenang saja, aku tidak akan berbicara apapun mengenai kejadian kemarin."
Renata masih enggan berbicara pada Anggasta. Tapi Anggasta tetap ingin berbincang dengan Renata.
Meskipun Anggasta juga merasa bingung pada dirinya sendiri karena terus ingin menganggu Renata. Kejadian kemarin membuat rasa penasaran Anggasta semakin tinggi.
Dia juga merasa bertanggung jawab akan hal itu, dia merasa gagal karena tidak menjaga Renata dengan baik waktu itu. Kali ini dia ingin menebus semuanya, mungkin jika dia bisa berteman dengannya rasa trauma dalam diri Renata berangsur hilang dan dia bisa hidup normal sepertinya.
"Supirmu tidak kunjung datang, mau aku antar saja?" sekali lagi Anggasta mencoba menawarkan Renata tumpangan. Tapi tak lama supir yang dia tunggu datang.
Renata langsung berjalan menuju mobilnya dan masuk begitu saja, tanpa berbicara apapun pada Anggasta.
"Apa aku diabaikan lagi?" ucapnya tidak percaya.
***

Bình Luận Sách (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất