logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Penampakan di Lobi

Irwan dan Jamet menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Ya, kali ini tugas PKL sangatlah banyak. Mau tak mau mereka lembur. Suasana kampus pada malam hari menambah aura menyeramkan. Kampus mulai sepi, mungkin mahasiswa banyak yang takut akan rumor penampakan arwah Beno yang masih gentayangan di sekitar kampus. Jadi, setelah selesai kuliah mereka pulang, takut dihantui. Pernah suatu saat Irwan mendengar ada mahasiswa yang dihantui seusai praktikum ketika dia hendak menuju ke parkiran. Banyak rumor-romor lain di kampusnya.
"Kok ngeri, ya, Wan, " ucap Jamet sembari memegang tengkuk belakang.
"dah nggak apa-apa, " jawab Irwan santai. Irwan tidak mau Jamet selalu menjadi orang yang penakut.
"Nggak apa-apa, gimana? Lo nggak tahu gue takut banget kalau dihantuin dia. Lo tahu sendiri, lah, gue sering didatangin dia. Ngeri!" Jamet mengedikkan bahu, sangat ketakutan.
"Ya kali aja dia pengin tenang, Met. Pasti dia belum bisa tenang sebelum pembunuhnya tertangkap. Mungkin kalau gue jadi dia gue akan melakukan hal yang sama." Irwan fokus pada jari-jari kukunya yang mulai panjang-panjang.
"Bisa, tuh, lama-lama kita duluan yang dibunuh cepat sama pembunuh Beno" celetuk Jamet. "Kalau dia tahu kita mau mengungkap kasus ini."
"Ya kita doanya jangan, lah. Setidaknya pembunuh itu bisa menebus kesalahannya di penjara, " jawab Irwan.
Jamet mengangguk. Ketika tepat di depan lobby, Irwan dan Jamet melihat Hamdan sedang duduk sendirian. Mereka berdua pun menghampiri cowok itu.
"Ndan, lo ngapain sendirian?" tanya Jamet, lalu duduk di sebelah Hamdan.
Hamdan hanya terdiam.
"Ndan?" Irwan mengibaskan tangan ke wajah Hamdan. Hamdan tetap tak bergeming sekali, tatapannya sangat kosong.
Jamet mengalihkan pandangan dari Hamdan ke Irwan. Irwan mengedikkan bahu. Sikap Hamdan sangat aneh malam ini. Wajahnya pucat pasi, menambah kesan menyeramkan.
"Ndan, lo sakit?" Irwan memegang tangan Hamdan yang dingin.
"Tangannya dingin?" Jamet merasakan ada hawa tak enak dalam dirinya. Dia mulai berpikir negatif, dan mulai berpikir jika itu bukan Hamdan, tapi arwah Beno.
Irwan mengangguk. "Ndan, ayo balik. Gue anterin, ya?"
Hamdan tetap diam.
"Wan, kayaknya kita balik aja, deh, " ucap Jamet mulai was-was.
"Kok lo gitu, sih? Ini temen kita, lho. Hamdan, " jawab Irwan sembari menepuk bahu Hamdan.
Untuk memastikan feelingnya, Jamet mengirimkan pesan pada Nuno, memastikan jika Hamdan berada di kos. Jamet hanya bisa menelan ludah, pikirannya sudah sangat kacau. Sedang Irwan masih mengajak ngobrol Hamdan, padahal cowok itu hanya diam sedari tadi.
"Kok lo diam aja, Ndan? Lo masih marah sama gue, " ucap Irwan.
Hamdan terdiam.
Drt
Drt
Ponsel Jamet bergetar, segera dia membuka ponsel pintarnya membuka pesan.
Hamdan di kos sama gue.
Jantung Jamet seolah berhenti berdetak, dugaannya benar. Lehernya tercekat, dia menoleh ke sampingnya. Yang tadi Hamdan sekarang berubah menjadi arwah Beno. Sayang, Irwan belum menyadarinya. Dia malah terus menguncangkan bahu yang dikira Hamdan.
Jamet berdiri dan langsung menghampiri Irwan. "Wan, dia bukan Hamdan."
Irwan memandang Jamet aneh. Jelas-jelas yang ada di hadapannya adalah Hamdan. "Lo nggak usah ngaco, Met."
Jamet sangat gregetan. Dia menghentakkan kedua sepatunya di lantai. Jamet menghela napas. "Wan, gue serius!" Jamet menarik lengan Irwan untuk segera pergi dari sana, tapi Irwan kekeh ingin menemani Hamdan.
"Lo harus peduli sama temen, Met, " celetuk Irwan.
"Ya, tapi dia bukan Hamdan, Bro."
"Lo ngaco mulu, Met." Irwan menghela napas kasar. "Lo nggak boleh dendam sama Hamdan gara-gara dia kemarin ngatain gue."
Jamet menepuk jidat. Sungguh, dia benar-benar kesal dengan Irwan yang tidak percaya ucapannya. Dengan paksa, akhirnya Jamet menarik paksa tangan Irwan keluar dari lobi kampus.
"Masak lo tega ninggalin Hamdan sendirian? Dia baru sakit, Met, " celoteh Irwan.
Jamet langsung menyodorkan ponsel pada Irwan, yang menunjukan chat-nya bersama Nuno. Membaca pesan itu, Irwan sangat kaget, seolah dia tidak percaya apa yang dilihatnya tadi adalah arwah Beno. Benar dugaan Jamet tadi.
"Lo udah percaya sekarang?" tanya Jamet.
"Sori, tadi gue nggak percaya sama lo, " ucap Irwan, merasa bersalah.
Jamet menepuk-nepuk bahu Irwan. Jamet baru tahu jika arwah seseorang bisa menjelma menjadi siapa saja, mirip seperti dalam film cerita horor.
"Ya udah, yuk, kita balik aja," ajak Jamet.
Irwan berjalan terlebih dahulu, diikuti Jamet di belakang. Jamet pun menyamakan langkah. Saat sampai depan pintu, penampakan yang mirip Hamdan sudah menghilang. Benar, itu pasti arwah Beno yang menyamar. Mereka berdua melewati bekas warmindo yang setahun laluterbakar. Irwan berdiri di tempat itu, rasa bersalah kembali menghantui pikirannya.
"Wan, lo ngapain berhenti di sini?" tanya Jamet.
"Setiap gue lewat sini, gue selalu merasa bersalah, Met, " jawab Irwan sendu.
Jamet menepuk bahu Irwan erat. "Udahlah, Wan, semua bukan salah lo, kok. Ini salah yang bunuh." Jamet berkata seperti itu agar Irwan tidak kepikiran terus dan tidak menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi. "Dia sengaja ngebakar warmindo itu biar jejak dia nggak ketahuan. Toh, polisi juga nggak menemukan bukti apapun di sana."
"Tapi, andai aja gue nggak minta info detail sama dia, Met." Irwan menekuk lutut di jalan, tangannya menyentuh aspal. Dia menunduk, kembali merenungi rasa bersalahnya.
Jamet pun membangunkan Irwan. "Udah lah, Bro. Ayo kita pulang aja, " ucap Jamet. "Nggak baik terus-terusan menyalahkan diri sendiri."
Irwan menghela napas. "Oke, kita balik."
Kedua remaja itu pun melanjutkan perjalanan menuju kos. Saat sampai pertigaan jalan, mereka dikejutkan oleh seseorang yang berlarian dengan langkah tergopoh-gopoh.
Irwan dan Jamet pun saling pandang. Dengan langkah cepat, Irwan menghadang orang itu.
"Lo ngapain lari-lari?" tanya Irwan.
"Arwah mahasiswa itu muncul."
"Maksud lo Beno?" sahut Jamet.
"Nggak tahu namanya. Pokoknya itu, " jawabnya.
"Lo lihat dia di mana, Bro?" tanya Irwan lagi.
Cowok berbadan gempal itu menjawab, "Depan gerbang kampus, Bro. Gue pikir mahasiswa yang nunggu jemputan atau apalah, eh ternyata arwah mahasiswa itu."
"Ya sama, Bro, kita juga barusan dihantuin sama dia, " celetuk Jamet, yang mengundang reaksi kaget dari cowok berbadan gempal itu.
"Gue takut banget, Bro, " ucapnya lagi. "Udah lah, gue mau balik."
"Lo ngekos?" tanya Jamet.
Cowok itu mengangguk. "Kos di kos Wenduri."
Jamet memanyunkan bibir. "Oke, balik sana. Hati-hati, Bro."
Seusai cowok berbadan gempal itu pergi, Irwan dan Jamet pun melanjutkan perjalanan menuju kos. Irwan ngeri mendengar penuturan mahasiswa tadi. Tandanya arwah Beno sekarang menghantui siapa saja, sama seperti saat di hari pertama dia meninggal.
"Beno makin ngeri aja, " ucap Jamet bergidik ngeri.
"Gue rasa karena kita nggak bisa nuntas kasus ini cepat, " jawab Irwan.
"Ya, tetap aja ngeri, Wan." Jamet menghirup udara malam. Udara dingin pun menusuk kulit.
"Gue tahu, tapi kita harus apa? Kita belum punya bukti banyak." Irwan membuka pintu kos sesampainta di kos.
"Gue juga nggak tahu, " jawab Jamet. "Suruh aja si Hamdan ngungkap semua. Dia, kan, hebat, cibir lo mulu."
Irwan tersenyum. "Udahlah, Met, jangan bilang gitu, nggak baik."
Jamet menirukan gaya bicara Irwan. "Udahlah, Met, jangan bilang gitu, nggak baik."
Irwan terbahak melihat tingkah Jamet. Mereka berjalan menuju kos.

Bình Luận Sách (417)

  • avatar
    MoeSITI NUR SARAH BATRISYIA BINTI RIDHWAN TONG

    thankyou author , alur cerita menarik , plot twist dia memang power lah 😭💗

    11/08/2022

      0
  • avatar
    NouviraErry

    ya menarik x ngwri

    22d

      0
  • avatar
    Gorengan88Sambalpedas1989

    bagus banget

    24d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất