logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

part 15

Pov pak Dirman
Aku duduk di pos seperti biasanya. Saat hendak masuk ke dapur belakang untuk sarapan, ku dengar ada suara bel dari gerbang. Ku intip dari celah dan ternyata Karti dan suami nya yang datang.
"Monggo masuk! Dek Marni ada dk belakang. Mungkin nyiapin sarapan nyonya sama tuan"ucap ku mempersilahkan keduanya.
"Kamu masuk saja ya dek! Mas tunggu di sini sama kang Dirman"kata Kasno pada Karti istrinya.
"Iya mas"ucap Karti.
Karti ku antar dari dari teras rumah dengan ku bekali arah ke dapur. Kemudian aku kembali ke pos menemani Kasno mengobrol sambil menunggu istrinya selesai.
Kami ngobrol ngalor ngidul dan bercanda tentang apa saja. Dia ternyata orang nya sangat bersahabat. Suasana jadi tidak terasa canggun jika dengan nya.
Karti muncul di temani Marni saat aku dan Kasno sedang membicarakan tentang Tania anaknya yang kemarin. Dia baru bercerita bahwa anak itu adalah anak kesayangannya.
Kemudian mereka pun akhirnya pamit pulang. Marni mengantar mereka sampai depan gerbang. Ku lihat nyonya pun melihat kami dari balkon lantai atas.
"Bagaimana dek?"tanyaku pada Marni.
"Besok mulai kerja mas. 2 hari sekali mencuci baju dan jika ada panggilan membantu ku memasak seperti kemarin itu"jelasnya padaku.
"Alhamdulillah kalau begitu"ucap ku
"Tapi ada yang aneh mas"lanjutnya setengah berbisik.
"Apa?"tanya ku heran.
"Tadi sebelum keluar dan melihat Kasno, tatapan nyonya biasa saja. Tapi setelah keluar dan melihat Kasno, tatapan nyonya jadi berubah. Mandang Karti dari ujung kaki sampek kepala. Ada apa ya?"katanya.
"Ach perasaan mu saja itu dek! Paling karena Karti putih bersih sedangkan Kasno hitam. Di pxandang kurang serasi saja"ucapku menenangkannya.
"Mungkin ya mas. Ya udah. Ayo sarapan dulu! Bareng aku"ajaknya kemudian.
Kami pun melangkah ke dapur setelah mengunci pintu gerbang. Tak lupa ku bawa bekas kopi pagi ini agar Marni tak perlu mengambil lagi ke pos.
◇◇◇◇◇
Malam ini begitu dingin. Aku berkeliling rumah untuk berpatroli seperti biasanya. Jam masih menunjukan pukul 8 malam tapi sudah seperti jam 10 saja dingin nya.
Aku berniat ke dapur untuk membuat kopi sebagai teman jaga ku malam ini. Namun saat akan masuk, ku lihat nyonya duduk di meja makan dapur sambil ngobrol dengan nyonya. Akhirnya ku urungkan dulu niat ku meminta kopi pada Marni.
Aku tak begitu bisa mendengar apa yabg sedang mereka bicarakan. Namun samar ku dengar nyonya menyebut nama Kasno. Apa ya kira-kira yang di bahas mereka?
Aku ingin langsung masuk saja. Tapi pasti sangat tidak sopan karena mereka perempuan. Rasanya tak pantas jika aku ikut nimbrung dengan perempuan. Akhirnya ku langkah kan kaki saja menuju posko jaga ku. Nanti saja akan aku tanyakan tentang apa yang mereka bahas.
◇◇◇◇◇◇
Pukul 10 malam udara makin dingin. Tapi kenapa Marni tak juga berangkat tidur. Seserius itukah bahasan mereka? Pikiran ini mulai melayang dan makin berpikir yang tidak-tidak. Semoga aja tidak ada hal buruk.
Saat sedang asyik-asyiknya melamun, Marni datang membawakan ku kopi.
"Maaf lama kopinya mas! Nyonya ngajak ngobrol dulu tadi"ucapnya memberi alasan.
"Iya ngga papa dek. Emangnya ngobrolin apa siech?"tanya ku tanpa ku katakan aku sempat menguping mereka tadi.
"Ach itu lho mas. Tentang dek Karti. Nyonya tanya siapa mereka, tinggal di mana, dan bagaimana kehidupan mereka"ucapnya ringan.
"Lhah, kok aneh! Emangnya kenapa?"tanya ku keheranan.
"Emang aneh. Aku kan tadi udah cerita sama sampean kalau nyonya aneh setelah melihat mas Kasno kan"ucapnya seolah mencibir ku karena aku seperti tak percaya ucapan nya pagi tadi. Kemudian kami terdiam beberapa saat.
"Apa jangan-jangan, mas Kasno pernah ada hubungan sama nyonya?"kata Marni tiba-tiba.
Aku sampai tersedak karena saat dia berkata seperti itu, kopi panas itu sedang berada di ujung tenggorokan ku.
"Kamu ini ada-ada aja dek! Mana mungkin begitu"ucap ku setelah tenggorokan ku mulai lega.
"Ya abisnya aneh lho mas. Masak pertanyaan nya kayak lengkap bangey gitu. Padahal dulu kita ngga gitu kan"katanya lagi.
"Udah jangan buruk sangka dulu! Nanti juga akhirnya kita tahu apa maksud nyonya sampek segitunya. Udah malem. Tidur sana! Besok kan harus bangun subuh"ucap ku.
"Hemb, iya lah mas. Yawes tak tidur dulu aku"pamitnya sambil beranjak.
Aku hanya mengangguk saja. Setelah kepergian Marni untuk tidur, aku mulai kepikiran ceritanya barusan. Memang sangat aneh jika di pikir kan lagi. Buat apa nyonya bertanya sampai sedetail itu tentang Karti dan Kasno. Padahal nyonya bukan tipe orang yang sangat pemilih. Aku harus pasang telinga ini. Akan aku cari tahu sendiri.
◇◇◇◇
Hari pun berganti. Karti sudah mulai bekerja di rumah bu Joko. Ternyata kedua anak nya pun ikut serta di bawa nya. Pun sampai saat ini pun aku belum bisa menyimpulkan tentang pertanyaan nyonya saat itu pada Marni. Tapi istri ku itu sudah ku beri tahu agar tidak menceritakan nya dulu kepada siapapun sebelum tahu alasan pastinya.
Hari ini ku lihat Karti datang sambil menggendong Sandi, sedangkan Tania berjalan mengekor di belakang nya. Ada yang aneh jika kuperhatikan dari cara Karti memperlakukan kedua anaknya. Dia cenderung bengis jika menghadapi Tania. Padahal ku amati gadis itu begitu pandai dan dewasa.
Pernah sekali waktu ku lihat dia menyuapi Sandi makan. Namun tak pernah Tania di tawari nya ataupun di ambilkan sekalian. Kalau bukan Marni yang mengambilkan, Tania tentu pulang dalam kondisi kelaparan karena seharian membantu ibu nya. Ya , anak sekecil itu mengerti membantu pekerjaa ibu nya. Salut sekali sebenarnya terhadap perangai bocah itu. Tapi kenapa sikap Karti demikian pada anak kandung nya sendiri. Apa jangan-jangan Tania anak tiri? Ach sudah lah! Lebih baik ku cari tahu nanti.
Aku duduk di posko seperti biasa saat ini. Ku lihat Sandi bermain sendiri. Pasti saat ini Tania sedang di depan mesin cuci membantu ibu nya. Tak berapa lama, ku lihat Tania keluar dari dapur dan berjalan mendekati adiknya. Dia hanya duduk diam di dekat adiknya.
Ku amati matanya sedang basah. Tania menangis. Ku lihat ibunya tidak ada di dapur. Ku coba mendekati nya.
"Ndok Tania!"sapaku kala sudah dekat dengan nya.
"Nggeh pak dhe"jawabnya sambil mengusap matanya yang basah itu.
"Kamu nangis ndok? Ada apa? Coba cerita sama pak dhe. Barangkali pak dhe bisa bantu kamu ndok"ucap ku pelan sambil jongkok di samping bocah itu.
Tania hanya menggeleng. Dia bahkan berusaha menutupi kesedihan nya. Bocah sekecil itu tahu menyimpan rahasia. Ku lihat Sandi masih asyik bermain. Akhirnya ku coba sekali lagi membujuknya bercerita.
"Tania ngga percaya sama pak dhe ya?"ucap ku pelan.
"Ngga kok pak dhe. Tania ngga papa"ucap nya lagi.
"Ya sudah. Jangan sedih ya ndok! Nanti cantiknya hilang. Main sama pak dhe sini. Gini-gini pak dhe masih bisa di ajak main"ucap ku melunak kan suasana.
Dia mengangguk dan tersenyum. Kami bermain tanah bertiga. Namun banyak ku lihat dia melamun. Aku yakin ada sesuatu. Hingga,
"Pak dhe. Apa Tania nakal?"tanya nya lirih hampir tak terdengar oleh pendengaran.
Aku terkejut mendengar ucapan nya. Sepertinya anak ini butuh tempat bercerita. Aku berpikir sejenak kemudian menemukan inisiatif.
"Ndok. Jangan ngobrol di sini! Ayo ikut pak dhe main di posko saja. Adek Sandi kita ajak sekalian. Biar ibu mu ndak dengar. Kamu pasti takut ibu mu dengar kan?"ucap ku kemudian.
Tak ku sangka dia mengangguk. Berati ini memang tentang Karti. Akhirnya ku ajak mereka berdua ke posko. Ku duduk kan Sandi di karpet. Aku dan Tania ikut duduk selonjoran pula di samping Sandi. Tak lupa ku keluarkan snack yang sempat ku beli tadi di warung saat beli rokok. Maka mengalirlah cerita Tania.
"Ibu marah pak dhe. Katanya Tania anak nakal. Anak yang tidak bisa di banggakan"katanya kala itu.
"Memangnya kenapa ibu sampai marah? Apa Tania tadi pukul ibu?"tanya ku.
"Tadi Tania ngga sengaja jatuhin baju yang mau di jemur pak dhe. Itu karena Tania belum sarapan tadi pagi. Jadi Tania gemeteran"ucapnya sendu.
Aku kaget mendengar penuturan bocah itu. Bocah sekecil itu di caci hanya karena masalah yang menurut ku sangat lah sepele sekali.
"Sekarang Tania sudah makan?"tanya ku mencoba mengalihkan kesedihan nya.
"Belum pak dhe. Ngga berani minta ibu"ucapnya lagi.
"Pak dhe ambilkan ya? Tania makan di sini"kataku sambil beranjak akan pergi.
"Ngga pak dhe. Nanti saja. Tunggu pulang"ucap nya memcegah ku.
Aku yakin dia takut ibunya marah jika ketahuan makan di rumah bu Joko. Bagaimana ini? Alu bahkan bingung menyikapi keadaan bocah kecil ini.
"Ndok cah ayu. Apa ibu mu di rumah juga selalu marah seperti hari ini?"tanya ku pelan.
"Iya pak dhe. Ibu selalu marah-marah. Bahkan ibu pernah bilang kalau ngga sayang sama Tania. Katanya anak ibu hanya Sandi"ucapnya sambil menitikkan air matanya.
"Kamu sudah bilang sama ayah mu ndok?"tanya ku lagi.
Dia mengangguk
"Lalu ayah mu bilang apa ndok?"tanya ku kemudian.
"Ayah bilang mungkin ibu lagi capek. Jadi Tania harus sabar. Tania harus kuat. Itu kata ayah pak dhe"
"Ya Allah ndok"tanpa sadar ku peluk bocah itu dengan air mata ku yang menetes.
Bagaimana mungkin anak sekecil dia begitu tangguh seperti ini ya Allah. Kasihan sekali dia.
"Sabar ya ndok! Sudah sekarang kamu makan jajan nya sama adek mu ini. Habiskan saja! Pak dhe punya banyak"kataku kemudian melepas pelukan ku.
Dia makan snack itu dengan lahap. Nampaknya dia memang sedang lapar. Sandi tak begitu memperhatikan makanan nya karena sibuk dengan mainan nya. Ku lihat, Karti mengintip dari samping teras depan. Aku harap ini tak akan jadi masalah untuk bocah kecil ini. Semoga saja!
Tapi apa yang sebenarnya terjadi. Siapa Tania sampai dia harus mendapat perlakuan seperti itu. Aku sungguh penasaran sekali di buatnya
◇◇◇◇
Aku duduk seorang diri di posko. Hari sudah mulai malam. Bu Joko dan keluarga sedang makan malam saat ini.
Sambil menikmati secangkir kopi panas, ku pikirkan bagaimana cara ku agar mengetahui rahasia tentang siapa Tania sebenarnya.
"Apa mungkin dia anak bawaan dari Kasno ya? Kalau memang iya, itu wajar saja terjadi. Tapi bukankah waktu itu Kasno bercerita bahwa anal kandung mereka ada dua orang?"dialog ku pada diri ku sendiri.
Tak lama berselang, ku lihat nyonya sedang duduk di balkon atas sambil memandang lurus ke depan. Marni melambaikan tangan dari teras samping pertanda ingin aku ke sana. Saat melangkah di bawah balkon, ku lihat jelas nyonya sedang melamun.
Tak ku hiraukan pemandangan itu. Ku langkahkan kaki menuju dapur dan menemui istri ku. Ternyata dia mengajak ku makan malam bersama.
Aku duduk bersama istri ku. Dia melayani ku dengan baik. Betapa beruntung nya diri ini bisa memilikinya.
"Dek. Karti itu wataknya gimana siech?"tanya ku.
"Emb, baik siech mas anak nya. Kami memang jarang bertemu. Setahun sekali saja pas lebaran. Tapi yang ku tahu, dia orangnya baik. Sabar. Penyayang juga. Walaupun dia anak terakhir, tapi sikapnya paling dewasa di antara kakaknya. Itu yang bisa aku nilai dari Karti mas"jelas nya padaku.
"Kamu yakin dia sebaik itu dek?"tanya ku tak percaya.
"Iya. Yakin banget. Emangnya ada apa mas? Tumben sampean tanya begitu sama aku. Padahal sebelumnya ngga pernah tanya-tanya soal Karti"tanya nya menyelidik.
Ku hela nafas ku yang sesak karena tak tahu harus mulai ku ceritakan dari mana. Marni memandang ku dengan heran dan menunggu penjelasan ku.
"Ada yang mau mas ceritakan dek. Tapi mas minta kamu ngga perlu bercerita pada siapapun. Cukup mas dan kamu yang tahu"ucap ku serius.
"Ada apa mas?"tanya nya penasaran.
"Ini tentang Tania. Putri adek mu Karti itu"ucap ku mengawali.
Marni diam. Akhirnya ku ceritakan kejadian saat ku lihat Tania menangis. Ku ceritakan detail tanpa aku kurangi dan ku tambah sedikitpun.
Awalnya ku lihat ekspresi Marni saat aku menceritakan nya. Ku lihat ekspresi nya biasa saja. Namun saat ku ceritakan akhir kata Tania, dia sedikit terkejut.
"Itulah dek sebenarnya. Mas kasihan. Mas rasa ngga mungkin bocah seumur itu mengarang cerita sendiri. Itu pasti memang benar terjadi di keseharianya"ucap ku mengakhiri cerita.
"Mas. Sebenarnya aku juga sedang memperhatikan Tania dan Karti diam-diam. Mas ingat kan aku pernah bilang bahwa ada yang aneh dari Karti jika menyangkut Tania. Inilah maksud ku mas"ucapnya serius.
"Lalu apa pendapat mu dek? Ngga mungkin kan penyiksaan terjadi tanpa sebab. Ku perhatikan bocah itu baik dan sopan. Bahkan dia dewasa sebelum usianya. Tapi kenapa Karti jadi seperti itu sama anaknya?"kata ku lagi.
"Aku juga bingung mas. Padahal saat ku tanya waktu itu, dia menceritakan bahwa Tania lahir karena dia banyak bekerja keras di masa kehamilan tuanya. Jadi jelas dia anak kandung. Bukan anak pungut ataupun anak tiri"jelaa Marni yang makin membuat ku berpikir keras.
"Mas kasihan dek. Anak sekecil itu malahmendapat perlakuan buruk dari orang yang harusnya menyayangi nya"ucap ku.
"Iya mas. Kadang bahkan aku melihatnya memegangi perutnya atau menelan air liur nya saat melihat adeknya nyemil sedang dia ngga di kasih dengan alasan akan di ganti jajan di rumah nanti. Malah aku pernah melihatnya di marahi hanya karena adiknya tersandung dan jatuh. Padahal Sandi yang jatuh saja ngga nangis"cerita Marni lagi.
Ku hela nafas ku yang terasa kian sesak. Bagaimana bisa dia setega itu pada anaknya sendiri. Anak yang di lahirkan dengan taruhan nyawanya sendiri.
"Kalau begitu begini saja dek. Setiap kali ke sini, kasih aja dia makan diam-diam. Kalau ngasih jajan juga langsung 2 biar bisa di bagi sama rata. Kan nanti adek mu itu ngga ada alasan buat ngga bagi si Tania nya"ucap ku.
"Iya ya mas. Kenapa aku ngga kepikiran ya! Baiklah. Mulai sekarang gitu aja"ucap Marni sumringah.
"Yawes. Ayok makan! Abis ini mas mau ke posko lagi soalnya"ajak ku yang di jawab anggukan kepala Marni.
Kami lanjutkan makan malam yang sempat tertunda karena bahasan penting ini. Semoga saja aku bisa mengetahui alasan Karti memperlakukan anaknya demikian.
◇◇◇◇
Waktu telah berlalu lama sekali sejak kejadian itu. Tapi aku belum juga tahu tentang rahasia Karti tentang Tania. Bahkan tentang nyonya.
Kini bahkan semakin aneh saja tindak tanduk nyonya. Beliau selalu menitipkan uang untuk tambahan uang jajan Tania. Bahkan hampir setiap Tania ke sini seperti nya. Tapi itu jika nyonya tidak ada di rumah, baru di titipkan padaku.
Bahkan semakin ku perhatikan, nyonya menjadikan Tania seperti anak kandungnya sendiri. Kasih sayang nya seperti ibu pada anaknya. Beda sekali dengan Karti yang bahkan ibu kandungnya.
Berkali-kali aku melihat nyonya memberikan pekerjaan ringan pada Tania agar terhindar dari tugas ibunya mencuci pakaian. Bahkan sekarang nyonya tak segan untuk menitipkan hadiah pada anak itu. Ada apa ini sebenarnya.
Hari ini nyonya menyetir sendirian karena sopir sedang berhalangan hadir. Aku yang memang mampu menyetir mobil pun akhirnya menawarkan diri untuk menyopiri nyonya seharian ini. Karena ku lihat nyonya sedang kelelahan. Terlihat dari betapa lesunya dia berjalan ke arah mobilnya pagi ini.
Tanpa ku sangka, nyonya justru berterima kasih karena aku mau mengantar nya seharian ini. Ku antar beliau ke toko satu dengan toko lainya. Ternyata usaha nyonya sangat banyak. Pantas saja beliau jarang sekali ada di rumah.
Hari sudah sangat sore. Tujuan kami adalah kantor tuan. Nyonya ingin mengambil sebuah berkas katanya. Saat di jalan, terpikirkan oleh ku untuk menanyakan tentang kebaikan nyonya pada Tania. Tapi aku bingung bagaimana mengawali nya. Hingga,...
"Pak Dirman. Kenapa bapak melamar kerja sebagai satpam jika bisa jadi sopir pribadi? Bukankah menjadi sopir pekerjaan yang lebih mudah dari pada harus begadang sepanjang malam?"nyonya mengawali pembicaraan dengan ku sesaat setelah aku memikirkan cara mengawali pembicaraan dengan nya.
"Ach nyonya. Saya ini kan hanya mencari lowongan kerja kosong nyah. Jadi apapun boleh asalkan di gaji nyah"ucap ku sambil tertawa ringan.
"Ach iya juga. Tapi kalau tahu pak Dirman bisa mengemudi, tiap Hari libur saya bisa minta tolong antarkan ini berati"ucap nyonya lagi.
"Tentu boleh nyah. Lagian kan rumah sudah banyak kamera. Saya merasa kurang berguna juga jadi satpam rumah nyonya sebenarnya"ucap ku lagi.
"Ngga kok pak. Kan rumah makin banyak orang makin bagus. Apalagi kalau ada asisten rumah tangga. Perempuan lagi. Takutnya butuh bantuan ngga ada orang. Pasang gas misalnya"ucap nyonya kemudian.
"Iya nyah" ucap ku kemudian.
Kami terdiam cukup lama hingga ku beranikan diri bertanya pada nyonya perihal kebaikanya pada Tania.
"Nyah. Boleh saya tanya sesuatu?"tanya ku takut-takut.
"Tanya apa pak? Tanyakan saja dulu!"ucap nyonya datar.
"Ini tentang kemenakan saya nyah. Tania"ucap ku menggantung karena melihat nyonya mengerutkan keningnya tanda heran.
"Ada apa pak?"tanya nyonya kemudian.
"Saya hanya penasaran nyah. Kenapa nyonya baik sekali pada Tania. Padahal Tania bukan keluarga nyonya. Pun nyonya juga baru mengenalnya. Saya dan Marni saja belum tentu bisa sebaik itu pada kemenakan sendiri"ucap ku ragu.
"(tertawa) Pak Dirman curiga saya ada maksud tidak baik pada keponakan pak Dirman?"tanya nyonya setelah habis tawanya.
"Bukan nyah. Tentu saja bukan karena itu. Hanya....."kataku tak dapat ku lanjutkan.
"Tenang saja pak! Saya hanya merasa kasihan anak sekecil itu harus membantu pekerjaan ibu nya yang bisa di bilang ringan. Usia segitu belum seharusnya di perkenalkan pada pekerjaan. Apalagi saya lihat, ibunya pun terlalu keras dalam mendidiknya. Hanya itu saja tidak lebih. Lagipun, saya ini kan sangat ingin punya anak perempuan. Pak Dirman tahu kan! Saya punya anak satu, laki-laki pula. Itupun jarang berkumpul karena dia tinggal di pondok"ucap nyonya menjelaskan masih dengan tawa nya.
"Ouw iya ya nyah. Maaf ya nyah! Saya ngga ada maksud..."kataku lagi.
"Ngga papa pak. Cuman tanya juga. Penting ngga nuduh"ucap nyonya di akhiri tawa.
Akupun akhirnya ikut cengengesan karena merasa malu pada diri ini sendiri. Hingga tanpa terasa kami sudah sampai di kantor tuan. Kantor tuan sangat besar. Aku sampai bingung mencari tempat parkirnya. Hingga nyonya minta di turun kan di lobi kantor dulu karena sudah di tunggu.
Setelah nyonya turun, satpam memberi tahu ku letak tempat parkir nya. Setelah memarkirkan mobil,aku keluar dan duduk di bawah pohon dekat sana. Sejuk sekali angin sore ini.
Hingga seolah-olah ingin memejamkan mata sejenak di bawah pohon itu jika ada dipan dan bantal. Untungnya tidak ada. Kalau ada, aku pasti sudah terbuai mimpi di buatnya.
♤♤♤♤♤♤

Bình Luận Sách (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    15d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất