logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 8 Satu Ketakutan

Isi percakapan mereka yaitu kekhawatiran seorang rekan kerja, menghubungi Erin sampai ponsel mati dan sekarang meminjam ponsel orang lain demi mengetahui bagaimana kondisinya yang meninggalkan perusahaan begitu saja tanpa memberi kabar.
"Masalahnya tidak begitu besar, Gina. Aku akan datang bekerja besok. Jangan khawatirkan apa pun lagi."
"Baiklah. Jangan lagi seperti itu. Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan kehilanganmu pada suamimu nanti. Oh, benar! Tadi Calvin tidak sengaja mendengar kepanikanmu sebelum pergi. Jadi, aku juga ikut panik mendengarnya. Kalau tidak karenanya, peristiwa ini tidak akan disadari oleh orang-orang."
"Apa?"
Erin langsung menoleh pada sang suami yang mengalihkan perhatian darinya. Dia tidak bisa membahas tentang Calvin yang ternyata ikut pula mendengar kepanikannya.
"Gina, sepertinya sekarang sudah larut malam dan aku perlu beristirahat. Kita akan melanjutkannya besok di kantor."
"Ah, maafkan aku. Kau pasti sedang bersama suamimu saat ini. Sebaiknya aku tidak mengganggu waktu kalian. Selamat beristirahat, pasangan baru." Gina terdengar seperti sedang menggodanya.
Erin menggelengkan kepala, berpikir bahwa temannya begitu lucu untuk membuat dia tergelitik.
"Apa Gina yang menelepon?"
"Ya. Dia mengkhawatirkan aku karena seseorang telah membawaku kabur."
"Orang itu harus diberi pelajaran karena telah membawa istriku kabur."
Erin menampar dada suaminya. "Kau yang membawaku kabur, Mister Hansel."
"Kalau begitu, aku memang harus dihukum."
Erin memajukan wajahnya hingga mereka bisa saling menatap dekat. "Hukuman apa yang bagus untukmu, ya, Mister Hansel?"
"Apa pun hukumannya akan aku terima."
Erin tersenyum jahil. "Apa pun?"
Hansel menyentuh pinggang kecil istrinya dan berkata, "Apa pun."
Erin yang lebih dulu tergoda pun menyentuhkan bibir mereka dengan lembut dan singkat. Dia dapat merasakan kedua pipi terangkat akibat menahan malu, tetapi itu adalah hal biasa yang akan dirasakannya ketika mengambil inisiatif untuk ciuman mereka.
"Kali ini biarkan aku yang memimpin."
"Oh, baiklah ...."
Meskipun berkata begitu, akan tetapi Hansel cukup terkejut karena baru kali ini Erin menampakkan sisi liar. Dia sedikit kewalahan ketika menghadapi Erin yang hendak duduk di atas tubuhnya. Mengingat bahwa hanya Erin saja yang berpakaian sekarang, itu pun baju tidur yang begitu tipis dan dapat dirasakan bagaimana kulit tubuh istrinya.
"E—erin, aku rasa,"—Hansel menelan ludah, wajahnya seperti terbakar saat menemukan istrinya sudah memosisikan diri untuk duduk—"Kau yakin akan melakukannya? Aku pikir Kau begitu lelah tadi s—setelah percintaan kita sebelumnya."
Erin tersenyum, tidak dapat menahan diri. "Salahkan dirimu yang begitu tampan hari ini, Mister Hansel." Dia pun bergerak maju dengan gagahnya.
"Tidak! E—erin! Tunggu!" Teriakan itu begitu nyaring, mengejutkan larut malam yang sepi seharusnya.
***
Hansel tidak tahu kalau dia akan kesulitan saat berjalan. Semua adalah ulah Sakya Erina yang begitu bersemangat sampai membuat dia—seorang pria, seorang lelaki—harus terkapar tidak berdaya. Kini dia harus merasakan tegang di setiap ototnya.
"Apa Anda baik-baik saja, Mister Hansel?" Sekretaris yang ikut menyaksikan pun berkata.
"Aku baik-baik saja."
"Ke mana Anda akan pergi? Biarkan saya membantu."
"Makan siang. Aku akan pergi seorang diri, tidak akan mengajak siapa pun untuk ikut bersamaku."
Meskipun tampak khawatir, tetapi sang sekretaris tetap menganggukkan kepala. "Baik. Kalau begitu berhati-hatilah di jalan, Mister Hansel."
Hansel menghampiri lift dengan terhuyung-huyung. Dia mengangkat tangan yang gemetar, lalu menahan dengan tangan lainnya untuk menekan tombol. Entah bagaimana dia harus menghadapi situasi, yang pasti dia tidak berhak marah ketika dia sendiri juga menikmati waktu semalam.
Rasa sakit telah membuat ekspresinya menjadi lebih tidak bersahabat. Hansel bergerak dengan perlahan seperti seekor predator yang sedang memindai mangsa. Dia melewati para karyawan seperti itu, melunturkan usaha kerasnya untuk tersenyum pada setiap orang.
Tidak sengaja berpapasan, Erin yang tadinya ingin menyapa langsung sadar bahwa mereka tidak seharusnya terlihat dekat. Jadi, Erin hanya menundukkan kepala. Hansel juga bersikap sama.
"Kenapa dengan Mister Hansel? Apa mendapatkan kecelakaan hingga membuat jalannya seperti itu?" Gina bertanya-tanya.
"Entahlah. Aku ... juga tidak tahu."
Padahal, Erin sendiri adalah penyebabnya.
"Semoga Mister Hansel cepat pulih. Walaupun kita memiliki atasan yang tidak bersahabat tampangnya, tetapi orang-orang berkata bahwa dia sangat baik."
"Saya juga setuju." Calvin yang juga ikut bergabung menimpali. "Beberapa waktu lalu, Mister Hansel menggunakan jasnya untuk menutupi rok Ketua Tim ketika saya hendak mengambil benda yang jatuh."
"Oh, benarkah?!"
"Ya. Saya pikir itu mengagumkan."
Tampak ekspresi Gina seperti tersentuh. "Ternyata Mister Hansel sangat perhatian terhadap kaum wanita. Aku jadi tertarik untuk mendapatkan hatinya."
Erin mengerutkan dahi, tentu tidak suka jika ada wanita lain yang mendekati suaminya. Tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan karena semakin berbicara, maka hanya akan membuat rahasia mereka terbongkar.
"Tapi," Gina menjadi muram, "sepertinya aku akan kalah jika disandingkan dengan wanita yang sedang dekat dengan Mister Hansel."
Erin menaikkan sebelah bibir, berpikir bahwa sudah pasti karena tidak ada yang bisa mengalahkan dia sebagai satu-satunya pendamping di sisi Hansel.
"Wanita itu seorang selebritas."
Erin mengerutkan dahi. "Selebritas?" Ternyata bukan dia orang yang sedang dibicarakan Gina.
"Mereka pernah kedapatan makan siang bersama."
"Apa? Makan siang bersama?"
Gina mengangguk. "Kenapa begitu terkejut?"
Erin baru sadar kalau responsnya terlalu berlebihan. Hal itu membuat dia berubah kikuk. "S—sudah pasti, bukan? Atasan kita tidak pernah terlihat memiliki hubungan dekat dengan seorang wanita karena sibuk bekerja."
Gina menyipitkan mata, menilai secara menyeluruh. "Apa Kau menyukai Mister Hansel?"
Tiba-tiba ditanya begitu membuat Erin kewalahan bagaimana menjawab. Dia melihat Calvin yang kini juga sedang menanti sebuah kalimat keluar dari mulutnya.
Erin tertawa, berusaha untuk tidak dicurigai. "Apa maksudmu? Siapa yang tidak suka dengan pria tampan dan juga kaya? Atasan kita memiliki dua komponen yang paling penting untuk diincar, bukan? Semua wanita pasti menyukainya."
"Benar juga. Kalau begitu, aku tidak akan menjadi sainganmu,"—Gina melingkarkan tangannya di lengan Calvin—"karena masih ada Calvin. Bukan begitu?"
Calvin menggeragap. "Ah, saya hanya pria biasa."
"Tapi di mataku, Kau adalah pria luar biasa! Lihatlah matamu yang begitu indah ...."
Erin tidak ingin ikut campur meski Calvin terlihat tidak nyaman dengan interaksi Gina yang begitu dekat. Dia memilih untuk kembali lebih dulu ke ruangan, meninggalkan Gina yang berusaha menggoda mantan kekasihnya itu.
Sampai di meja kerjanya, dia terpikirkan mengenai perkataan Gina tadi. Bagaimana bisa dia meninggalkan berita penting seperti itu? Hansel tidak pernah mengatakan apa-apa padanya.
Memang benar bahwa dia dan Hansel sudah kenal begitu lama. Namun, percakapan tadi menyadarkan dia kalau ternyata selama ini belum begitu mengenal Hansel. Dia tidak pernah tahu ke mana suaminya akan pergi karena berpikir bahwa Hansel hanya sibuk bekerja.
Erin mengepalkan tangan yang menggenggam ponsel. Pada akhirnya, cara dia mengikat Hansel dalam sebuah pernikahan bukan sesuatu yang membuat hubungan mereka bebas dari ancaman.
Bagaimana jika suatu saat Hansel menyukai orang lain dan meninggalkan pernikahan mereka? Apalagi dia adalah pihak yang paling banyak merugikan dengan kesepakatan tentang memiliki anak.
Siapa yang tidak ingin mendampingi pria seperti Hansel? Ada banyak wanita yang lebih darinya.
"Ketua Tim, Anda tampak pucat."
Panggilan itu membuat Erin menolehkan kepala. Calvin berdiri di sampingnya, pria populer yang berulang kali menyakiti perasaannya. Satu hari setelah mereka putus, manusia yang disebut tampan bagi semua teman-temannya sudah menggandeng orang lain.
Kenapa dia harus menghadapi ketakutan yang sama untuk ke dua kalinya?
Erin mengerjapkan matanya berulang kali. Dia masih melihat Calvin tepat di hadapan, tengah khawatir akan kondisinya. Dibandingkan dengan hal itu, apa yang dikatakan padanya tadi? Dia terlihat pucat?
"Aku baik-baik saja," ucap Erin, kemudian menepis tangan yang menyentuh bahunya.
Calvin termenung menatap wanita yang beranjak duduk dan mulai bekerja, tidak lagi menghiraukannya. Dia tidak tahu apa yang terjadi kemarin saat mendengar suara kepanikan, tetapi tidak juga bisa menanyakan dalam posisi Erin yang selalu bersikap dingin padanya.
Jika diingat lagi kejadian di dalam bus, Calvin sangat terkejut mengetahui bahwa mantan kekasihnya sudah menikah. Seharusnya mereka bertemu lebih cepat agar dia bisa memperbaiki semuanya.
Calvin mengakui kesalahan yang telah dia lakukan dan sangat menyesal. Kepergian Erin adalah masa yang sulit. Suasana hatinya tidak pernah baik semenjak itu. Ada perasaan marah, benci, kesal yang baru disadari kalau sebenarnya dia telah jatuh hati pada Erin.
Memang terlambat, sangat terlambat.
Dia sudah pernah menyerah untuk mencari Erin. Sekarang setelah bertemu, mana mungkin dia lepaskan begitu saja? Kalau bisa, dia akan membuat Erin jatuh cinta sekali lagi padanya.

Bình Luận Sách (113)

  • avatar
    BilqisAqila

    Hansel tersenyum jahil dan hal itu membuat Erin semakin naik saja hasratnya. senyuman yang selalu menawan hati dan memaksanya untuk merelakan diri tenggelam dalam mata terpejam, melanjutkan ciuman mereka yang sempat berhenti dengan gairah membara.. dari bait inilah saya senyum dan tertawa sendiri saat membaca

    16/07/2022

      0
  • avatar
    16serli

    bagus thor ceritanya sangat menarik

    26/06/2022

      0
  • avatar
    SyifaAskiya

    aplikasinya bagusss banget aku suka semoga barokah bagi ku

    06/04/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất