logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Satu Kenangan

Hansel menggunakan jasnya untuk menutup tubuh bagian bawah sang istri agar tidak dipandang seenaknya. Meskipun Calvin sendiri tidak bermaksud buruk dengan mengambil kesempatan. Justru baru sadar akan kekhawatiran itu sekarang, melupakan bahwa Erin mungkin saja tidak nyaman saat menerima bantuan untuk mengambilkan anting yang terjatuh.
"Apa Kau ingin terus berjongkok di bawah sana?"
"Oh,"—Calvin segera bangkit dengan sikap canggung—"ini milikmu." Tanpa sadar dia berkata seakan mereka sudah dekat sebelumnya.
Erin mengambil antingnya bertepatan saat pintu lift terbuka. Dia segera keluar setelah memberikan hormat pada atasannya. Lebih baik jika dia mundur lebih awal sebelum situasi menjadi buruk.
Erin mengambil cermin yang dia simpan di dalam laci dan mengenakan antingnya dengan cepat. Pada saat yang bersamaan dering singkat ponselnya terdengar, membuat dia langsung membaca pesan yang masuk.
[Hansel: Kau baik-baik saja?]
Seharusnya Erin yang menanyakan hal itu karena suaminya terlihat sangat marah. Dia hanya tegang saat menghadapi situasi di mana suaminya dan pria yang masih berharap padanya ada di satu ruangan.
"Erin!"
Ponsel yang masih menyala hampir terlompat dari tangan. Erin langsung mengusap dadanya agar gerak pompa jantungnya kembali tenang. Sudah cukup menegangkan pagi harinya, kini Gina sebagai temannya tidak meringankan itu semua.
"Aku sangat iri karena Kau mendapatkan pesan dari kesayanganmu, sedangkan aku tidak."
"Kalau begitu Kau harus melakukan kencan buta untuk mendapatkannya satu."
"Aku tidak punya banyak waktu untuk mengencani mereka satu persatu. Cukup kenalkan aku pada seorang teman priamu."
"Kau pikir aku punya banyak waktu untuk menghabiskan waktu bersama teman-temanku?"
"Memang wanita karier yang begitu sibuk." Gina berucap lesu.
Pada waktu yang sama Calvin muncul, menatap wanita yang tampak tidak acuh akan kehadirannya. Dia ingin meminta maaf atas kejadian tadi, tetapi mungkin lebih baik untuk tidak membahasnya lagi.
"Calvin, Kau sudah datang?" Gina mendekat.
"Ya, Senior."
"Duduklah di tempatmu. Aku akan mengajarkan beberapa hal mengenai Kya Corporation."
Erin duduk di tempatnya dan mulai bekerja, tidak memedulikan apa pun yang ada di sekitar. Memang seperti itu dirinya setiap kali bertemu dengan pekerjaan. Sering kali lupa waktu kalau tidak diingatkan.
Sama dengan hari ini, saat semua beristirahat di jam makan siang, Erin tetap setia di depan komputer. Dia bahkan tidak tahu kalau perutnya sejak tadi sudah berbunyi dan meminta untuk diisi.
Ketika Erin berbalik, hendak menyalin dokumen yang sudah dicetak, langkahnya terhenti lantaran menemukan Calvin. Ruangan kosong sekarang dan melihat ada dua cangkir di tangan itu membuat dia berpikir bahwa satunya ditujukan padanya.
"Aku membawakannya untukmu."
Erin tidak menggubris, justru segera keluar dari ruangan, tidak memberikan waktu untuk mereka berbasa-basi lebih dulu. Dia meninggalkan Calvin seorang diri dan menyelesaikan tugasnya. Detik itu juga dia terpikirkan, mengapa harus melangkah terburu di saat ruangan terbilang kosong? Tidak akan ada yang memakai mesin kopi.
Selesai urusan mengopi, Erin kembali ke ruangan. Satu cangkir minuman ada di atas meja kerjanya. Pastilah Calvin yang meletakkan di sana. Baru setelah itu kabur entah ke mana.
Sekarang apa yang harus dia lakukan dengan satu cangkir minuman itu? Jika meminumnya, Calvin akan memaruh harapan besar pada hubungan mereka yang sejujurnya sudah berakhir. Jika tidak meminumnya, bukankah itu akan menjilat air ludah sendiri?
Erin akan menjadi orang yang memikirkan masa lalu di dalam hubungan satu rekan kerja. Tidak ada yang salah dari memberikan secangkir minuman padanya, karena bukan hanya Calvin saja yang pernah melakukan itu. Gina juga sama atau rekan kerja lainnya.
Erin mengembuskan napas panjang seraya merapikan rambut kepalanya ke belakang. Memutuskan perkara secangkir minuman saja membuat dia sangat frustrasi.
Suara dering ponsel menarik Erin untuk merogoh isi tas. Dia langsung waspada memperhatikan sekeliling sebelum mengangkat panggilan. Orang yang membuat dia harus bersikap seperti itu sudah pasti adalah suaminya.
"Erin, aku membutuhkanmu sekarang."
"Apa maksudmu?"
"Hanya datang saja dan bantu aku." Suara itu terdengar sangat panik.
"Sesuatu sedang terjadi? Kau baik-baik saja?" Erin ikut panik.
"Tidak. Maka dari itu, aku membutuhkanmu."
"Ada di mana Kau saat ini?" tanyanya, meraih tas dengan segera.
"Aku di tempat parkir."
"Baiklah. Aku akan segera ke sana," ucap Erin, kemudian pergi dengan tergesa.
Apa yang tidak diketahui sejak tadi yaitu Calvin masih ada di dalam ruangan. Dia berjongkok di dekat meja kerjanya karena harus mencari sebuah dokumen di dalam laci. Sudah pasti dia kecewa ketika melihat cangkir minuman pemberiannya tidak usak isinya sedikit pun.
Sementara Erin sudah sampai di basemen, mencari-cari keberadaan suaminya. Dia mengamati lampu yang menyala di antara semua mobil hingga menemukan di mana letak kendaraan pribadi Hansel.
Erin langsung naik ke dalam mobil bersama ekspresi kekhawatiran yang tidak lepas dari wajah. Tepat saat dia sudah duduk dengan aman, menoleh ke bangku kemudi, dia menemukan Hansel sedang tersenyum. Saat itu pula dia sadar kalau tidak ada hal buruk yang terjadi.
"Kau mengerjaiku?"
"Aku harus memakai cara itu agar Kau datang."
Erin memijat pangkal hidungnya, menyingkirkan semua kekhawatiran. "Jadi, untuk apa Kau memintaku datang?"
"Makan siang. Aku yakin jika perutmu itu belum diisi setelah aku memperingatimu tadi malam. Kau sudah lupa?"
"Aku berniat untuk mengindahkan peringatanmu tadi, tapi Kau sudah meneleponku lebih dulu."
Hansel mengangkat sebelah alisnya, lalu memeriksa jam tangan. "Sudah lewat setengah jam dari waktu makan siang seharusnya dan aku masih menemukanmu berada di ruanganmu."
Erin sedikit gelisah. "A—apa Kau datang ke ruanganku?" Dia berharap momen antara dia dan Calvin tidak dilihat.
"Ya. Aku sengaja melewati ruanganmu dan melihat keseriusanmu saat bekerja. Aku akan memberikan gaji tambahan untukmu karena menjadi pegawai teladan."
Kalau pada saat itu seharusnya Calvin belum muncul, pikir Erin.
Suara mesin membuat perhatian Erin teralih. "Ke mana kita akan pergi? Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."
"Aku sudah katakan padamu kalau kita akan pergi makan siang."
"T—tapi aku—"
Hansel mengangkat tangannya hingga mencapai kepala sang istri, lalu menekannya ke bawah. "Tundukkan kepalamu agar tidak ada yang memergoki kita."
Erin menunduk saat ini, tetapi dia masih saja bersuara. "Sebaiknya jangan terlalu jauh karena waktu istirahat akan segera berakhir."
Hansel tidak bersuara dalam beberapa waktu. Perlahan menjauhi perusahaan, perlahan pula tangannya menjauh dari kepala sang istri. Erin juga ikut memosisikan tubuhnya untuk duduk dengan nyaman kembali dan apa yang dilihat di depan adalah jalanan, seperti mereka baru saja terbebaskan akan sesuatu.
"Apa Kau ingat? Ketika kita berada di universitas, Kau juga mengatakan hal yang sama. Aku mengajakmu pergi begitu jauh dari kelas hanya untuk membawamu ke suatu tempat. Dan sekarang aku juga akan melakukan hal yang sama."

Bình Luận Sách (113)

  • avatar
    BilqisAqila

    Hansel tersenyum jahil dan hal itu membuat Erin semakin naik saja hasratnya. senyuman yang selalu menawan hati dan memaksanya untuk merelakan diri tenggelam dalam mata terpejam, melanjutkan ciuman mereka yang sempat berhenti dengan gairah membara.. dari bait inilah saya senyum dan tertawa sendiri saat membaca

    16/07/2022

      0
  • avatar
    16serli

    bagus thor ceritanya sangat menarik

    26/06/2022

      0
  • avatar
    SyifaAskiya

    aplikasinya bagusss banget aku suka semoga barokah bagi ku

    06/04/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất