logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Mencari  Papa

Mencari Papa

Igun Rusty


Chương 1 Penderitaan Mama

Adelia Permata, gadis berumur enam belas tahun itu memang cukup terkenal di sekolah. Wajahnya yang bulat,dengan bibir kecil dan bulu mata yang lentik membuat para cowok tergila-gila. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan perhatian Adelia. Tapi gadis itu lebih suka berteman dengan mereka.
Dia bukan hanya cantik,tapi juga pemain basket andalan di sekolahnya. Dalam beberapa pertandingan antar SMA, Adelia selalu mendapatkan top score karena kelincahannya menggiring dan memasukkan bola ke keranjang lawan.
Ya,Adel,begitu biasa dipanggil lebih suka berada di lapangan basket daripada dikelas. Baginya bola basket adalah teman sejati tempat dia meluapkan isi hatinya saat dia sedang bersedih.
"Del,pulang yuk. Udah sore ni!" ajak Ocha sahabatnya.
"Gua masih betah disini,Cha. Lu pulang aja duluan!" jawab Adel masih mendribble bolanya.
"Lu kenapa,dimarahin lagi bokap?" tanya Ocha lagi.
"Bukan gua,tapi mama," jawab Adel.
" Kalo lu masih disini,malah kasian mama lu dirumah," bujuk Ocha.
"Ada adikku Evan yang nemenin," Adel duduk di samping Ocha.
"Tapi Evan kan belum ngerti,lagian dia anak cowok. Anak cowok kan gak bisa diandelin," Ocha tetap membujuk Adel supaya mau pulang bersamanya.
Rumah Ocha tak seberapa jauh dengan tempat tinggal Adel,hanya berbeda gang. Ocha paling tau keadaan di rumah Adel seperti neraka bagi sahabat,ibu dan adiknya. Ayah Adel si pemabuk itu terkenal ringan tangan. Salah sedikit baik mama Adel,Evan dan Ocha,sering kena pukulan dan tendangan. Ocha sering melihat kaki dan tangan Adel membiru akibat pukulan ayahnya.
Adel menghela nafas berat kemudian beranjak mengambil tasnya. Diikuti Ocha di belakang nya. Mereka berdua berjalan menuju pintu keluar lapangan basket sekolah. Didepan pintu berdiri seorang pemuda memandang kearah para gadis itu.
"Mau pulang,ya? Gua anterin yuk!" si pemuda menawarkan. Dia adalah Reno,anak kelas XII. Adel dan Ocha baru kelas X. Tapi kepopuleran keduanya memang sampai di telinga kakak-kakak kelasnya.
Ocha melirik Adel sahabatnya,untuk meminta persetujuan.
"Gak,makasih...lain kali aja" jawab Adel.
Adel tak berani mengajak atau diantar teman cowok kerumahnya. Kalau sampai ketahuan ayahnya,bukan mustahil ikat pinggang sang ayah akan mendarat di punggungnya.
Ocha paham dengan kekuatiran sahabatnya,diapun mengiyakan.
"Reno kayaknya suka sama lu,Del" kata Ocha setelah mereka menjauh dari Reno.
"Biar aja,gua gak mau cari masalah," kata Adel tak acuh.
Ocha hanya terdiam mendengar jawaban sahabatnya. Dalam hati dia merasa sangat iba terhadap Adel. Semestinya Adel bisa menikmati masa remaja seperti dirinya. Mempunyai banyak teman, bisa bermain kesana sini ramai-ramai. Atau sekedar duduk-duduk diteras rumah sambil mengobrol.
Semua itu tak pernah dilakukan Adel. Jika sudah sampai dirumah,dia tak pernah bisa keluar selain jika disuruh ke minimarket untuk belanja. Itupun didampingi ibu dan adiknya.
Ayahnya Adel tidak punya pekerjaan tetap. Dia hanya membantu kakaknya di tempat jasa pengiriman barang. Kadang dia menjadi sopir kakaknya keluar kota. Upah yang diberikan kakaknya tidak pernah diberikan pada ibu Adel. Hanya dihabiskannya untuk minum-minum dan bersenang-senang diluar.
Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, terpaksa mama Adel membuka usaha salon perawatan rambut dirumahnya. Untungnya mama Adel punya keahlian dalam hal yang berkaitan dengan rambut,jadi mereka tidak terlalu kesulitan.
Dony memang mempunyai perangai buruk. Dia mudah terpancing emosi dan sukanya membabi buta kalau marah. Jika dia ada dirumah,semua penghuni rumah bagaikan berada di neraka. Semua harus menuruti apa katanya,tak boleh sedikitpun membantahnya.
Sedangkan Erna,mamanya Adel adalah perempuan yang sabar. Apapun perlakuan suaminya terhadap dia dan kedua anaknya,tak pernah sedikitpun melawan. Dia hanya bisa menangis meratapi nasibnya.
Seperti pagi itu, anak-anak,Adel dan Evan tengah bersiap pergi sekolah. Erna sibuk menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya ketika bunyi ponsel memanggilnya. Cepat-cepat Erna mengangkat telpon.
"Hallo selamat pagi" sapa Erna sambil tangannya sebelah kanan memegang Sutil penggorengan dan tangan kiri memegang ponsel.
Rupanya telpon dari pelanggan salon yang membuat janji ingin creambath dan potong rambut. Saking asyiknya berbasa-basi, sampai lupa jika dia sedang menggoreng ikan kesukaan Dony. Walhasil ikan yang di gorengnya hangus.
Bukan main murkanya Dony melihat kejadian itu. Wajan panas yang masih diatas kompor, ditendangnya. Minyaknya menciprat wajah Erna. Bukannya kasihan malah dijambaknya rambut istrinya.
"Kalau lagi masak,jangan angkat telpon. Ini kerjaan lu,hangus ikan gua," katanya dengan suara keras.
"Ampun, mas...maaf!" jawab Erna.
"Maaf,maaf,bisanya cuma maaf...bukan sekali lu kayak gini. Katanya maaf tapi lu ulangi terus," kemudian sumpah serapahnya meluncur bagai hujan deras menghantam ulu hati.
Adel dan Evan yang hendak menyuapkan sarapan ke mulut mereka,urung. Ingin membela ibunya tapi tak ada keberanian. Mereka hanya diam terpaku didepan meja makan.
"Lu berdua malah sibuk makan,bantuin emak lu kek!" bentak Dony ketika mereka tidak jadi sarapan.
"Tadi aku udah bantuin mama nyapu sama ngepel,kakak nyuci piring sama beresin kamar," jawab Evan yang masih duduk di kelas 5 SD,suaranya ketakutan.
"Berani ngelawan lu ya!" kata Dony menghampiri Evan. Erna cepat-cepat menghalangi,dan Adel langsung menarik adiknya keluar ruang makan.
"Kamu diem dek,jangan bantah ayah. Ntar kamu dipukulnya juga," kata Adel setengah berbisik.
Air mata keluar dari pipi anak itu,Adel ikut menangis. Dari dalam ruang makan terdengar hardikan-hardikan dan suara tamparan. Kakak beradik itu hanya bisa menangis dan berharap ayahnya segera menghentikan amukannya.
Adel menuntun adiknya keluar pergi menjauh dari orangtuanya. Hatinya ingin berontak dan membela ibunya,tapi tidak ada keberanian. Dia tahu kalau berani melawan,bukan saja dirinya kena tamparan tapi ibunya akan semakin bertubi-tubi mendapat hajaran. Ayahnya akan menuduh ibunya tidak bisa mendidik anak,mereka jadi kurang ajar dan kata-kata kasar lainnya.
"Kita ke rumah eyang aja,Kak. Aku gak mau sekolah," kata Evan disela Isak tangisnya.
"Gak usahlah dek,eyang malah akan nyalahin mama kalau tau masalahnya. Lebih baik kita sekolah aja. Lagian kalo kita gak sekolah,ayah bisa tambah marah," bujuk Adel pada adiknya.
Dengan perasaan berat,mereka pergi juga ke sekolah. Evan pergi diantar ojek langganan sedangkan Adel sudah biasa ikut Ocha diantar ayahnya dengan mobil Xenia. Ayah Ocha yang pegawai kantor Pemkot memang selalu mengantar anaknya ke sekolah sebelum dia berangkat kerja.
Adel memang tidak mau mengadu perihal ibunya yang dipukul ayahnya kepada eyang putri. Karena Adel tau eyang tidak menyukai mamanya. Jika kedua orangtuanya ribut,selalu mama Adel yang disalahkan eyang putri. Katanya Erna tidak becus ngurus suami,pantas aja dapat perlakuan gak baik dari Dony.
Adel tidak mengerti kenapa eyang putri nya membenci mamanya. Padahal mama tidak pernah membantah ayah ataupun eyang. Kadang Adel pun merasa kalau eyang tidak suka terhadap Evan apalagi Adel. Entah ada apa diantara mereka.

Bình Luận Sách (320)

  • avatar
    Amir Pandai

    mantap

    28d

      0
  • avatar
    Agung Mardhotilah

    bismillah

    19/07

      0
  • avatar
    nurulsyahirah

    ✨✨✨✨✨✨

    02/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất