logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 12 Spicy and Salty

Arini dan Brandon
“Kamu beneran nggak apa-apa, Sayang? Nggak biasanya lupa kirim uang bulanan sama Ayu,” selidik Bran melangkah mendekati Iin.
Arini mengusap tengkuk sambil mengangguk. “I am okay, Bran. Beneran. Mungkin kecapean aja.”
Bran menarik pinggang ramping Arini ke depan. Dia menatap istrinya lekat.
“Apa sebaiknya usaha catering ditutup aja? Weekend kamu masih sibuk dengan usaha kalau ada orderan untuk nikahan.” Pria itu menarik Iin ke dalam pelukan sambil mengusap belakang kepala yang masih dibungkus kerudung.
“Aku tahu kamu membangunnya susah payah, Sayang. Tapi pikirkan juga kesehatanmu. Nggak tega rasanya lihat kamu urus dua perusahaan sekaligus,” sambungnya lagi.
Arini terdiam beberapa saat. Dia mengeratkan pelukan sehingga tubuh keduanya semakin rapat.
“Kita lihat aja dulu, barangkali setelah pulang honeymoon pikiran jadi lebih rileks,” balasnya melonggarkan pelukan.
Netra cokelat lebarnya bertemu dengan mata sayu milik Bran.
“Ya udah. Aku janji selama honeymoon nanti akan bikin kamu lebih rileks lagi,” tutur Brandon tersenyum nakal.
Wanita itu sedikit berjinjit, lantas melabuhkan ciuman di bibir Bran. Keduanya larut dengan kegiatan yang mampu memberi ketenangan satu sama lain.
“Sekarang capeknya udah pergi. Aku mau ganti baju dulu, trus bikin request-an anak-anak,” kata Arini mundur dua langkah ke belakang.
“Nanti aku bantu.”
“Nggak, Bran. Aku nggak bisa kerja kalau kamu ada di dapur.”
“Bantu lihatin doang, In.” Brandon terkekeh.
“Tetap aja, nanti kalau curi-curi kesempatan gimana?” protes Arini menoleh sekilas ke arah Bran, kemudian kembali melepaskan kerudung.
“Ya nggak pa-pa. Aku ‘kan suami kamu,” goda Brandon lagi.
Dia senang sekali menggoda Iin seperti itu. Apalagi ketika melihat rona merah di wajahnya karena malu. Sejak dulu, Bran sangat menyukai ekspresi paras Arini saat malu.
Arini hanya geleng-geleng kepala, lalu mengambil pakaian ganti sebelum beranjak ke kamar mandi.
“Eh, mau ke mana?” tanya Brandon melihat Iin bergerak menuju kamar mandi.
“Ganti baju di kamar mandi. Bahaya kalau ganti baju dekat kamu,” jawabnya sambil menjulurkan lidah.
“Lidah kamu tolong dijaga, Sayang. Apa mau aku ke sana sekarang?”
“Bran?!” Arini menatap nyalang suaminya.
Brandon kembali terkekeh melihat reaksi menggemaskan sang istri.
Tak lama kemudian, Arini dan Brandon turun bersamaan ke lantai bawah. El dan Al telah menunggu di ruang keluarga.
“Aku bantu Mami di dapur dulu ya, Bang, Pi,” ujar Al setelah melihat Arini berada di dapur.
“Mau bantu recokin ya, Dek?” ledek El.
“Bantu masak dong. Enak aja. Aku ‘kan udah pintar masak sekarang,” cibir Al.
Brandon hanya tertawa melihat tingkat putrinya. Dia memilih berbincang dengan El di ruang keluarga. Sore ini Sandy dan Lisa tidak berada di rumah, karena berkunjung ke rumah paman Brandon, ayah Gadis. Mereka baru pulang setelah makan malam.
“Aku bantu apa nih, Mi?” tanya Al setelah tiba di dapur.
“Bersihkan ayam aja kalau udah Mami potong-potong,” jawab Arini sambil memotong ayam.
“Oke. Sekarang Al bantu kupasin bumbu ya.”
“Boleh. Kamu masih ingat bumbunya, ‘kan?” Dia melihat sekilas ke arah Al.
“Masih dong, Mi.”
“Good. Nanti dipisah, jangan dicampur ya, Sayang.”
“Siap!” sahut Al semangat.
Ibu dan anak itu sama-sama larut dalam kegiatan masak memasak hingga tiga puluh menit kemudian. Setelah semur ayam, tumis brokoli dan ayam pedas manis selesai dimasak, keduanya beranjak menuju ruang makan.
“Panggil El dan Papi gih,” suruh Arini.
Al bergegas memanggil Brandon dan El agar segera makan malam. Kedua pria itu langsung bergerak ke ruang makan.
Arini telah menunggu di meja makan dengan senyum mengambang. Dia sudah tidak sabar menyuguhkan makanan favorit kedua buah hatinya.
“Sebelum makan, ada yang mau Mami dan Papi omongin sama kalian,” cetus Brandon setelah berada di ujung meja tempat kepala keluarga duduk.
El dan Al mengalihkan pandangan dari semur ayam dan ayam pedas manis kepada Bran. Keduanya bersiap mendengarkan apa yang ingin disampaikan pria itu.
“Kalian minggu depan ada ulangan?”
Kedua anak itu menggelengkan kepala serentak.
“Aku nggak ada jadwal ulangan. Ujian juga masih bulan depan sih. Kenapa, Pi?” sahut El.
“Al juga nggak ada,” imbuh Al.
“Papi dan Mami berencana mau ajak kalian liburan ke Raja Ampat. Bolos sekolah seminggu nggak pa-pa, ‘kan?” ungkap Bran melihat El dan Al bergantian.
Kedua remaja itu saling berpandangan beberapa saat dengan mata membulat.
“Tumben ke Raja Ampat, Pi. Kan jauh,” komentar El.
“Melanjutkan misi tertunda, El. Papi dulu pengin ngajak Mami honeymoon ke sana, tapi keburu hamil kamu,” tanggap Arini mengerling usil kepada Bran.
“Cie … honeymoon.” Al menaik-naikkan alis menggoda ibunya.
“Mami dan Papi pergi berdua aja deh. Aku dan Al kapan-kapan. Masih ada kesempatan lain. Lagian mau persiapan ujian juga. Ya ‘kan Al? Kapan lagi Mami dan Papi honeymoon.” El mencolek kaki adiknya di bawah meja dengan jari kaki.
Dia menggerakkan bola mata, agar Al satu suara dengannya.
“Setuju, Bang. Aku dukung Mami dan Papi pergi berdua aja. Kita masih bisa nanti. Penginnya sih nggak ke sana, tapi ke Swiss aja sekalian ketemu Bang Farzan,” sahut Al tak lupa memberi usulan.
Kali ini giliran Arini dan Brandon saling berpandangan. Keduanya berkomunikasi melalui tatapan mata.
“Apa ditunda aja dulu? Kita jalan-jalan ke Swiss aja pas libur naik kelas nanti?” usul Arini.
“Jangan, Mi. Mami dan Papi honeymoon aja ke Raja Ampat, habis itu kita bareng-bareng ke Swiss sekalian jenguk Abang di sana,” tanggap El.
Lagi-lagi El mencolek kaki Al pertanda meminta dukungan.
“Abang bener, Mi. Katanya mau mewujudkan keinginan yang tertunda. Kasihan Papi kalau nggak jadi ke sana.” Al mengerling usil ke arah Bran.
“Bran?” Kali ini Arini meminta pendapat Bran.
Brandon diam beberapa saat sambil memangku kedua tangan di depan dada. Dia mengamati kedua buah hatinya satu per satu.
“Kalian bisa ditinggal satu minggu?” selidik Bran.
“Bisa dong, Pi. Kami ‘kan udah gede sekarang,” sahut El, “ya ‘kan Al?”
“Bener, Pi. Ada Abang juga yang jagain aku. Nenek Kakek nggak ikut juga, ‘kan?”
Brandon menggelengkan kepala. “Nenek Kakek nggak ikut.”
Dia mengalihkan pandangan kepada Arini. “Menurut kamu gimana, Sayang?”
“Ya terserah kamu. Aku ikut kamu aja.”
Bran kembali hening beberapa menit. “Oke. Kalau gitu Mami dan Papi aja yang pergi. Kalian janji dulu nggak akan macam-macam selama Mami dan Papi nggak di rumah.”
El dan Al serentak mengangguk penuh semangat. “Janji,” seru mereka bersamaan.
“Jangan sampai nanti Papi dengar kalian bikin Nenek Kakek pusing,” tegas Bran.
“Tenang, Pi. Aku dan Al nggak akan nyusahin Nenek Kakek,” janji El tersenyum lebar.
“Karena udah deal. Sekarang kita makan dulu. Kasihan tuh makanannya udah dingin,” kata Iin menunjuk ke arah hidangan dengan ujung dagu.
Mereka berempat langsung mengambil hidangan sesuai dengan porsi dan makanan kesukaan masing-masing. Setelah berdoa, semuanya mulai menyantap makanan.
Wajah Al langsung mengernyit ketika satu suap nasi dan semur ayam masuk ke mulut. Dia langsung mengeluarkan potongan ayam yang baru saja dimakannya.
“Mi, semur ayam ini kok asin banget?” komentarnya setelah minum air putih.
“Ayam pedes manisnya juga pedes banget,” imbuh El dengan bibir memerah karena pedas.
Kening Arini berkerut dalam melihat reaksi kedua buah hatinya.
“Masa sih?”
Arini langsung mencicipi kedua makanan itu satu per satu. Brandon juga melakukan hal yang sama. Apa yang dikatakan oleh El dan Al benar.
Desahan pelan keluar dari bibir Iin setelah mencicipinya. Sementara Bran memandangi lekat sang Istri, karena tidak pernah melakukan kesalahan ketika memasak selama ini. Ada apa dengan Arini? Kenapa akhir-akhir ini seperti tidak fokus?
Bersambung....

Bình Luận Sách (141)

  • avatar
    WINATA WIJAJAADHI

    ngetot

    01/07

      0
  • avatar
    arya dinda

    novel nya sangat lah bagus dan saya menyukai nya dengan novel ini

    20/05

      0
  • avatar
    IkrimahFani

    baguss

    09/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất