logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bahu Laweyan

Bahu Laweyan

novi_aji


Chương 1 Saya Dikutuk

Wajahnya tampak segar. Dia baru mandi di bawah pancuran air gunung Penanggungan. Kamar mandi itu terbuat dari alam. Cuma ditutupi anyaman bambu. Sementara di atasnya beratapkan langit. Di dalamnya terdapat pancuran yang aliran airnya diambil dari sumber air pegunungan.
Perempuan itu tersenyum. Dan senyumannya itu bisa diartikan dengan beribu-ribu arti. Nampak kecantikannya ditelan oleh kegelapan hutan Penanggungan. Selama ini pikirannya dipenuhi hal-hal seram, merampas segala yang dikatakan nikmat. Sehingga menghilangkan segala kepastiannya.
Nunuk, itu namanya.
Selesai mandi, rambutnya yang basah nampak mengembang. Sesekali dia mengibas-ngibaskannya, mirip ekor sapi bergoyang kesana kemari. Namun saat bertemu orang, Nunuk buru-buru menutupi rambutnya. Malu. Bukan muhrim.
Wajah Nunuk terlihat sumringah pada setiap orang. Pembawaannya sopan. Selalu menjaga tata karma. Saat ada pencari kayu melintas, dia langsung menawarkan diri.
“Mampir, Mbok,” tutur katanya kalem dan sopan, tampak pula jari-jarinya tidak lepas dari tasbih yang digenggam. Sesekali mulutnya komat kamit seperti sedang berdzikir.
“Kalau belum makan, di sini banyak lauk dan nasi,” tawarnya.
Mungkin saking pegalnya, si pencari kayu hanya menanggapi sekilas. “Sudah, Nuk. Terima kasih!”
Nunuk membuka warung kecil-kecilan di bawah kaki gunung Penanggungan. Sudah hampir 6 tahun dia hidup di hutan. Hanya mengandalkan pendapatan dari warung. Namun baginya itu sudah cukup. Kalau sekedar untuk makan saja, warung itu sudah cukup untuk memberinya makan. Malah dia jarang makan. Lebih banyak puasanya.
Keputusan Nunuk tinggal di hutan semata-mata faktor keadaan. Ya, jika Nunuk mengenangkan kejadian demi kejadian yang pernah dialaminya, betapa hal itu teramat menyakitkan. Banyak buruknya, banyak pula hikmahnya.
Sebelum mengasingkan diri dari keramaian, Nunuk sering begonta-ganti pasangan hidup. Keadaan yang membuatnya demikian. Saat itu tak ada sesuatu yang bisa diandalkan. Nunuk telah mengenal gelapnya kehidupan. Dia mengenal bentuk dan dalamya kegelapan.
Cerita Nunuk kemudian bergeser pada hal-hal yang tidak mengenakkan hidupnya hingga kisah percintaannya yang tidak disangka-sangka. Meski tak ada perselingkuhan dalam kisah hidupnya, namun bila diuraikan satu persatu kisahnya, akan membawa derai airmata.
Nunuk sendiri usianya tak lagi muda. Dari perawakan, dari cara bergerak, dan dari kekuatannya, dia seperti perempuan berumur 29 tahun. Tapi, salah. Usia sebenarnya 41 tahun.
Soal usia, Nunuk selalu malu bila ditanya demikian. Maklum, dia merasa usia tidaklah penting. Sebab usia bisa menipu seseorang. Apalagi, bila menyangkut soal asmara. Yang namanya cinta tak pandang usia. Dalamnya cinta tak bisa sekedar diukur dengan kata-kata. Jika cinta bisa memberi pencerahan bagi jiwa-jiwa nelangsa, maka orang perlu mencari cintanya masing-masing.
***
Sebagai penjual makanan, Nunuk senantiasa bersikap ramah pada pengunjungnya. Maklum, selama ini warungnya tak pernah sepi. Kalau pun sepi, itu hanya faktor cuaca. Pasalnya, cuaca di gunung Penanggungan kerap tidak menentu. Kadang cerah, kadang mendung. Kalau cerah, banyak yang kemari. Kalau gerimis atau hujan, ya sepi. Biasanya pengunjung yang datang ke warungnya sekedar untuk melepas lelah akibat penatnya hidup di perkotaan.
Mengenai aktifitasnya sehari-hari, otomatis Nunuk hanya berputar di tempat-tempat itu saja. Tidak ada yang wah. Kecuali jika ada waktu-waktu tertentu, Nunuk turun ke kampung, di rumahnya sana. Semisal ingin menelpon anak-anaknya. Memang sudah 6 tahun ini Nunuk berpisah dari anak-anaknya, Mereka sedang mondok di Kediri.
Warung Nunuk sederhana. Terbuat dari kayu dan bambu. Sangat mungil tetapi cukuplah untuk sekedar tempat tidur. Di warung itu Nunuk tinggal dan tidur. Warung itu ibarat rumah kedua.
Bahkan warung juga menjadi tempat penantian cintanya yang tidak kunjung tiba.
Ya, Nunuk saat ini sedang menanti kedatangan suaminya yang kesembilan.
Sebelumnya, perempuan itu telah menikah sebanyak 8 kali. Semua laki-laki yang dinikahinya memiliki kesan tersendiri. Sayangnya pernikahannya selalu diliputi kegelapan. Yang mengejutkan, para suaminya meninggal dengan tragis.
“Saya menikah lagi karena suami saya selalu mati. Mereka jadi tumbal makhluk halus. Sebab, saya telah dikutuk.”
Nunuk sendiri termasuk perempuan bahu laweyan. Setiap kali menikah, pernikahannya berakhir dengan kematian. Ada yang selamat, ada pula yang tidak selamat.
Karena alasan itu Nunuk memilih hidup menyendiri di hutan. Menunggu suami kesembilannya/ Sebab hanya suami terakhirnya yang dapat membebaskan dari belenggu makhluk halus yang selama ini menganggunya.
Berapa lama Nunuk harus menanti kedatangan suaminya kesembilan? Dia sendiri tidak tahu. Yang jelas dia terakhir dibisiki mantan suaminya atau suami kedelapan untuk menunggu datangnya pertolongan.
“Saya tahu jodoh dan maut sudah ada yang mengatur. Saya serahkan segalanya pada Yang Maha Kuasa. Hari ini saya menunggu, esok pun demikian. Kalaupun jodoh bersama dengan pertolongan itu belum datang, saya akan tetap menunggu.”
Selama menetap di hutan, Nunuk tak pernah merasa kesepian. Sebab, ada Allah yang selalu menjaganya.
“Saya nyaman di hutan, meski sendirian. Teman saya ya suara-suara binatang. Bahkan kalau malam, suasananya sangat mencekam. Tapi kalau sudah biasa, ya waktu malam di sini tak beda dengan waktu siang. Semua sama saja. Untuk menghilangkan rasa sepi, saya selalu mengingat Allah.”
Selalu hidup dalam kesendirian, tidak lantas membuatnya menyesali diri. Suaminya yang terakhir telah mengajarkan banyak hal padanya. Selain itu kehidupan masa lalunya yang kelam telah menjadikan perempuan itu kuat dan mandiri.
“Semenjak saya dikutuk, banyak hal buruk saya lalui dalam hidup ini. Mengenangkan satu persatu peristiwa berdarah itu, rasanya sulit.”
Sejenak dia mendongakkan kepalanya. Matanya menerawang ke atas. Mengenangkan peristiwa berdarah yang pernah dilaluinya. Dia berharap kenangan itu dapat dikubur sedalam-dalamnya, tanpa menyentuhnya lagi.
Nunuk membiarkan angan-angannya melayang. Menyelidiki wajah demi wajah, satu persatu. Rasa-rasanya tak ada sesuatu pun yang dapat mengobati kepedihan perempuan itu. Sebab itu sudah karmanya. Jalan hidupya harus dia sendiri yang menanggung. Kasihan.
Memang benar Nunuk tidak memiliki semua jawaban atas beban hidupnya. Sekiranya kedatangan suami kesembilan dapat membantu membebaskan dia dari kegelapan. Selama ini Nunuk telah diintai oleh kegelapan. Dan kegelapan itu seperti mau menerkamnya hidup-hidup.
[bersambung]

Bình Luận Sách (72)

  • avatar
    atushalma

    nunggu kapan tamatnya nggak sabar, bener" dapet pelajaran karena baca novel ini💕💕💕💕

    18/01/2022

      0
  • avatar
    KamidanDida

    banyak pelajaran yg dapat saya petik dari cerita ini. dari semua tokoh2nya adavhalbyang dpt dipelajari. perjalanan panjang menuju kepasrahan pada Allah. merasa diri kecil.... setah baca. tapi.... blm tuntas..... penasaran...

    11/01/2022

      0
  • avatar
    MeydenLivia pratama pratama

    bagus

    09/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất