logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Herman Vs Kirana

Herman Berkeliling kelas IPA. Cewek-cewek IPA memang berparas cantik, manis, pintar-pintar tentunya.
Menyelam sambil minum air. Herman menggait siswa IPA bukan cuma di jadikan pacar, sesekali Herman ingin mengobrol mengenai pelajaran di sekolah yang tidak iya mengerti dengan baik. Sesekali Herman menginginkan agar pacarnya nanti bisa diajak belajar bareng, tidak hanya minta ditemani ke salon lalu ditunggu berjam-jam.
Herman berhenti di depan kelas 2 IPA 1 ketika matanya menangkap sosok cewek yang menarik. Kulitnya putih, orangnya tinggi, wajahnya juga cantik. Rambut sebahu yang lurus membuatnya terlihat imut. Kemudian Herman beralih pada cewek yang satu lagi, yang sedang tertawa bersama teman sebangkunya.
Penampilan cewek yang ini agak beda. Roknya sebelas dua belas dengan rok cewek-cewek IPS, di potong agak terlalu pendek. Rambut panjang diikat ke atas, kulitnya sawo matang dan ujung bajunya keluar. Di tangannya ada gelang aneh. Herman menyipitkan matanya saat berusaha melihat dengan jelas gelang itu.
"Shit."
Gelang yang membuatnya penasaran ternyata hanya karet gelang yang sering ia temui ketika membeli nasi bungkus.
Cewek yang memakai karet gelang tiba-tiba menoleh. Matanya bertabrakan dengan mata Herman.
Dia?
Kirana sedikit heran kenapa siswa IPS itu nongol di area IPA. Acara tatap-tatapan itu terhenti saat Herman disenggol oleh seseorang.
"Enggak apa-apa," ucap Herman setelah orang yang menyenggolnya meminta maaf.
Ketika Herman melihat ke dalam kelas lagi, Kirana sudah tidak tampak di kursinya.
"Hei!"
Herman berbalik setelah merasakan bahunya ditepuk dengan pelan.
"Cari siapa?" tanya Adit. Dia ikit celingak-celinguk ke dalam kelas.
"Adit, lo kan baru sembuh, jangan ke mana-mana dulu. Yuk balik ke kelas." Herman merangkul Adit, berusaha mengajak di segera pergi dari kelas IPA itu.
Adit melepaskan diri setelah langkah kedua."Gie mau ketemu seseorang dulu di kelas tadi. Kayaknya lo juga cari seseorang di sana."
"Enggak, gue cuma liat-liat," bantah Herman."Lo cari siapa?"
"Ada deh, mau tahu aja. Nanti lo pacarin lagi."
Herman mencibir."Cewek ya? Gue enggak akan ambil pacar sahabat gue sendiri kali. Ngomong-ngomong dia cantik, enggak?"
Adit menyipitkan matanya."Dia cantik banget, gue jamin lo langsung suka kalau ketemu dia. Makanya gue enggak mau ngenalin kalian. Udah ah, lo kembali ke kelas aja, Tiara nyari lo."
Adit mendorong Herman lalu berjalan menuju kelas tadi.
Herman memantulkan bola dengan malas beberapa kali, tidak bersemangat mengikuti latihan basket pagi ini. Guru olahraganya menghilang sejak tiga puluh menit yang lalu. Katanya ada urusan mendadak di kantor. Herman dan teman kelasnya disuruh main basket sampai jam pertama selesai.
"Herman, lempar ke kesini!" teriak Adit yang sudah berdiri di bawah ring basket.
Herman mengoper bola setengah hati pada Adit, jadinya bola iti berputar dengan lambat dan tidak sampai pada Adit.
"Ahh, lo salah sasaran Herman." teriak Adit lagi. Bola direbut oleh lawan. Serangan balik dimulai. Herman menghela napas di tengah lapangan. Iya tertinggal sendiri disana, sementara yang lain begitu semangat mengajar bola yang bergerak dari tangan yang satu ke tangan yang lain.
Di waktu yang sama kelas 2 IPA 2 bergerombol memasuki lapangan basket, membuat barisan tidak beraturan di tepi lapangan. Para cewek mengobrol dengan berisik tertawa. Heboh sekali. Herman menoleh karena mendengar suara ribut dari mereka.
Pada jam kedua, kelas 2 IPA 2 diisi oleh mata pelajaran olahraga. Tepat setelah kelas 2 IPS 1 selesai dengan mata pelajaran olahraga mereka. Tapi karena guru jam pertama dari kelas 2 IPA 2 tidak hadir hari ini, kelas itu berngganti baju lebih cepat dan bersiap olahraga.
Siswa kelas 2 IPA 2 yang cowok ikut bergabung dalam pertandingan basket, sedangkan yang cewek duduk di tepi lapangan menjadi penonton sambil melanjutkan obrolan mereka. Cewek yang dilihat Herman kemarin ada dalam barisan yang duduk itu.
Herman mengankat tangan sambil berseru dalam nada memerintah,"Lempar ke sini!"
Yang memegang bola kebetulan adalah Adit, langsung aja dia mengoper bola pada Herman. Walau posisi Herman agak jauh, lompatan dan tinggi badannya membuat bola sukses masuk ke ring lawan.
"Nice shoot." Tepukan mendarat pada bahu Herman. Bangga dengan kemampuan menembak temannya.
Herman membalasnya dengan satu tangan terangkat ke atas sambil berlari kecil ke tepi lapangan. Orang yang memujinya tadi menatap bingung."Mau ke mana? pertandingan belum selesai, her."
"Gue capek. Kalian lanjutin aja mainnya," ucap Heman saat sampai pada tepi lapangan. Kemudian iya ikut duduk di samping seseorang.
"Pinjam dong," ucap Herman tepat setelah tangannya merebut kipas plastik bergambar Hello Kitty dari tangan Kirana. Sang pemilik menatap Herman sinis.
"Nama cewek yang berambut pendek itu siapa?" tanya Herman. Matanya lurus pada cewek yang iya maksud.
Kirana langsung tahu siapa yang Herman tanyakan, hanya ada satu cewek berambut pendek di sekitarnya. "Karin," jawab Kirana singkat lalu menyambar kipasnya dari Herman.
Herman mengangguk-anggukan kepala," cantik, kayak orangnya.Karin, Karin, Karin." Herman merampas kipas Kirana lagi.
Kirana mulai jengkel, belum menikmati dengan puas angin yang dihasilkan kipasnya saat Herman mengambilnya dengan lancang.
"Dia udah punya pacar atau masih jomblo?" tanya Herman sambil menoleh untuk pertama kalinya semenjak mereka mengobrol.
"Hem?" Kirana mencium bau-bau Playboy dari cowok di sampingnya. Yah, dari zaman mereka kelas satu, Herman dikenal sebagai tukang gonta-ganti pacar. Dia putus dari satu cewek ke cewek berikutnya kayak aturan makan, tiga kali sehari, tapi sehari diganti seminggu. Herman paling sering ganti pacar itu tiga kali seminggu.
"Apa?" tanya Herman karena Kirana masih menatapnya.
"Ah, enggak."Kirana memalingkan wajahnya."Dia jomblo kok. Kalau naksir, tembak secepatnya. Banyak cowok di kelas gue yang naksir dia," usulnya.
"Oh ya?" Herman mempertimbangkan info yang diberikan Kirana. Sayang banget kalau cewek secantik Karin gagal dia taklukin minggu ini.
Bola di tangan Adit lepas. Lawan mainnya dengan gesit mengambil alih. Iya tidak fokus bermain ketika melihat Herman duduk di samping Kirana. Makanya iya meninggalkan permainan dan berjalan keluar dari lapangan tanpa peduli dengan teriakan teman mainnya.
"Pagi, Na,"sapanya dengan senyum simpul pada Kirana.
Herman menatap Adit dan Kirana bergantian." Dia orangnya?" tanya Herman tapi tidak ia keluarkan dalam bentuk kata-kata.
Adit meminta dengan sopan pada cewek yang duduk di samping Kirana bergeser. Cewek itu langsung bergeser sedikit untuk memberikan tempat ke Adit ketika menyadari Siapa yang ada di depannya. ketua OSIS.
"Jadi kalian udah saling kenal?" tanya Adit ketika duduk manis di samping Kirana.
Kirana menoleh pada Herman, lalu pada Adit, apa maksud dari pertanyaan itu.
"Gue sahabatnya Adit," Kata Herman.
Kirana manggut-manggut. Otaknya merespon dengan baik lalu berkata, "Kalau gie teman SMP-nya Adit."
"Gue juga satu SMP sama Adit."Herman menunjuk dirinya dengan ibu jari."Kok gue enggak pernah liat lo pas SMP?"
Melihat kebingungan di wajah Herman, Adit tertawa pelan lalu meluruskan dengan mengatakan, "Ya iyalah. Kirana cuma sebulan di sekolah kita, dia pindah ke sekolah lain."
"Kalian sendiri, kenapa bisa kenal?" tanya Adit.
"Kami...."
Herman Kirana saling lirik, keduanya bersamaan menjawab.
"Lo aja yang jelasin," ucap Kirana.
"Kami enggak sengaja ketemu di belakang sekolah. Terus besoknya, gue ketemu dia lagi di musholla," jawab Herman dengan penjelasan ala kadarnya.
Kata musholla yang iya sebutkan Adit mengangkat alis. Dia pikir Herman dan Kirana baru selesai shalat dan ketemu di sana. Tapi kemudian Adit meragukan pemikirannya.
"Belakang sekolah?" Adit memastikan. Bukannya tempat itu, tunggu!" BELAKANG SEKOLAH?" teriaknya kemudian.
Kirana berdiri dari duduknya. Guru olahraganya sudah datang."Sampai ketemu lagi," ucapnya lalu berlari pergi.
Adit melongo menatap kepergian Kirana." Maksud lo, dia membolos bareng elo?" tanya dengan wajah tidak percaya. Satu-satunya alasan siswa berada di belakang sekolah adalah bolos.
"Yaps, masa lo enggak tahu hobi cewek incaran lo? Parah. Kebanyakan diinfus lo, makanya Ketinggalan informasi. Jangan-jangan lo juga nggak tahu nama lainnya Kirana."
Adit menoleh dengan tampang polos."Nama lainnya siapa?" tanyanya.
Herman menghela napas. Sahabatnya sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Kirana." buronan Senin, jawab Herman dengan lantang.
"Ah, lo ngarang ya?" Adit mengibaskan tangannya di depan muka Herman Sambil tertawa hambar. Mana mungkin cewek sepintar Kirana melakukan perbuatan nekat itu.
"Kalau gue jago ngarang, nilai bahasa Indonesia gue nggak akan dapat nilai enam puluh. Kirana itu memang tukang bolos. Kalau masih enggak percaya, lo bisa nanya ke Pak Yoga. Dibanding gue, Pak Yoga paling sering berurusan dengan Kirana dalam hal membolos.
"Oke gue percaya. Tapi yang enggak masuk dalam akal sehat gue, kok Kirana mau ngelakuin itu? Dari wajahnya, dia seertinya cewek baik-baik."
Herman berpikiran sama dengan Adit pada awalnya tapi kemudian dia mendapat jawaban atas tanda tanya Itu." Ya kali aja Kirana yang lo kenal selama ini hanyalah topeng. Kirana yang sebenarnya adalah Kirana yang sekarang, seorang pembolos."
Adit menatap Herman dengan serius."Gue nggak mau berpikiran negatif dulu, lo bisa aja salah mengenali orang. Mungkin lou ketemu cewek lain di belakang sekolah dan dia mirip dengan Kirana. Ya-ya, mungkin kejadiannya begitu.
Karena di mata Adit, Kirana begitu baik. Dia membuat kemungkinan-kemungkinan lain.
"Yeee, lo sampai segitu percayanya kalau Kirana seorang siswa teladan yang nggak mungkin membolos, dikasih makan apa lo sama dia?" tanya Herman, sedikit kesal karena tidak dipercaya oleh orang yang paling dekat dengannya di sekolah ini.
"Lagian, coba lo pikir, Kirana membolos itu wajar atau aneh?" tanya Adit. Dia menatap kearah Kirana yang melakukan pemanasan dengan berlari mengitari lapangan bersama teman-temannya.
Herman ikut-ikutan memperhatikan Kirana. Di lihat dari sudut mana pun, cewek itu memang tipe petempuan yang jauh dari kata 'pembuat onar'. Dengan berat hati, akhirnya Herman menjawab, "Enggak wajar."
Tapi kemudian ia berdiri sambil meraih tangan Adit." Kalau gitu kita ke ruang guru ketemu Pak Yoga, gue akan buktiin kalau gue nggak ngarang cerita dan... mata gue masih normal."
Adit menarik tangannya dan Herman sekaligus."Hei, Kirana membolos atau enggak, bukan urusan kita. Anggap aja gue percaya seratus persen omongan lo."
"Kalian ngobrolin gie, ya?" tanya Tiara. Dia kembali dari kantin membeli air dingin. Tiara memilih duduk di dekat Herman.
"Bukan lo, tapi Kirana. Kenal, enggak?" Herman memgambil botol minuman Tiara dan membukanya.
Adit merampas botol itu dan meneguk airnya saat Herman selesai membukanya. Setelah meminum setengah isinya, Adit menyerahkan kembali botol itu pada Herman. Cowok itu menghabiskan air yang disisakan Adit.
"Ih, kalian ini, yang beli gue, tapi gue enggak sempat minum," omel Tiara.
"Berisik lo, Ra. Salah lo juga Kenapa nggak diminum dari tadi. Gue kira minuman itu buat gue dan Adit," ucap Herman pandai sekali mencari alasan untuk membenarkan tindakannya.
"Nyebelin!" Tiara mendengus. Lalu beralih pada Adit."Kirana ynag disana itu?" tanyanya sambil menunjuk cewek yang berdiri di dekat gurunya.
"Iya. Siapa lagi? Di sekolah ini hanya ada satu Kirana," cerocos Herman.
Adit yang ditanya hanya manggut-manggut.
"Cantik ya orangnya," puji Tiara. "Target lo yang berikutnya Her?"
Adit berdeham keras. Herman langsung terkesiap dan menyilangkan tangan ke depan dadanya."Dia bukan tipe gue. Yang gue targetkan minggu ini, yang rambutnya pendek itu," tunjuk Herman pada Karin.
"Cantikan gue kalau itu."
Adit dan Herman menatap Tiara dengan kening berkerut lalu saling memalingkan wajah.

Bình Luận Sách (241)

  • avatar
    AshaPrincess

    serasa nya cerita ini bagus,sebab dari awal bacaan saya jalan cerita nya menarik..bagaimana kesudahan hidup kirana dan herman..lanjutkn saja bacaan nya..ok

    29/01/2022

      6
  • avatar
    Devi Framsisca

    bagud banget

    16d

      0
  • avatar
    HidayatGiyan

    bagus

    21d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất