logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Melodi Senin

Melodi Senin

Pelangi


Chương 1 Prolog

Sebuah tangga dengan bentuk aneh bersadar ke tembok. Batu yang agak lempeng, kardus yang dilipat dan beberapa balok di tumpuk hingga tangga itu terbentuk.
Kirana menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan sebelum naik ke atas tangga dengan hati-hati. Tujuannya cuma satu, menakhlukan pagar setinggi tiga meter yang mengelilingi SMA Negeri 1 Karya
Kurang dari dua menit, Kirana berhasil melompat turun. Ia mendarat dengan posisi jongkok dan tangan yang ikut menapak tanah.
Sambil membersihkan sisa tanah di telapak tangannya. Kirana mendongak, menatap pagar dengan fondasi tua yang baru ia lewati. Seketika matanya membulat. Seorang siswa sedang menggerak-gerakkan tangan ke arahnya dengan wajah panik.
"Minggir dong!" seru siswa itu.
Kirana mengerjap.
"Ya ampun," ucap siswa itu lalu bendengus."Eh, bisa minggir dari sana, enggak? Gue buru-buru banget, nih. Kalau lo tetap di sana, gue mungkin akan bikin lo jadi area pendaratan."
Mendengar peringatan itu, Kirana menghela napas lalu bergeser.
Saat siswa tadi melompat dari bawah, suara lain terdengar.
"HEI, ANAK NAKAL, JANGAN KABUR KALIAN!" Pak Yoga di balik pagar tiba dengan napas memburu.
Siswa yang melompat tadi tertawa tanpa suara sambil memegang perutnya. Puas mengerjai gurunya yang tiap minggu tidak pernah kapok mengejarnya. Namun, menit berikutnya,ia berhenti tertawa lalu memasang raut wajah super tenang. Ia menoleh ke samping di mana Kirana berada. Cewek itu kini sibuk membaca pesan masuk di ponselnya.
Saat Kirana mengalihkan pandangan, tatapannya memandang mata Herman yang melihatnya dengan ekspresi bingung .
Menanggapi hal itu alis kiri Bima terangkat?
Herman menerawang ke atas lalu detik selanjutnya melotot. "Lo?!" ucapnya lagi dengan nada tinggi.
Kirana baru mau bicara tapi pak Yoga menyela dari balik pagar."AWAS KALIAN, YAAA!"
Enggak ada waktu mengurusi pak Yoga, batin Kirana. Diliriknya Herman sekilas sebelum pergi dari sana.
Herman tersentak ketika Kirana menghilang di sampingnya. Ia menoleh dengan cepat dan mendapati Kirana sudah berlari semakin jauh. Ia terus mengikuti Kirana sampai cewek itu berbelok ke kiri dan menghilang.
"Hah, kamu mau ke mana sekarang?"
Pak Yoga masih di dalam kawasan sekolah tapi sekarang ia bisa melihat secara langsung siapa siswa nakal yang membuatnya pusing pagi ini. Pak Yoga berdiri di atas tangga buatan Kirana. Kepalanya melewati pagar dan celingak-celinguk menyadari kalau satu siswanya hilang. Ia yakin melihat dua siswa melompat pagar.
"Pak," panggil Herman sambil mendongak ke arah pak Yoga.
Pak Yoga menunduk. Sejujurnya ia tidak bisa melewati pagar, makanya dengan tegas ia berkata," Herman jangan buat bapak lebih marah lagi. Kembali ke kelas sebelum kesabaran Bapak hilang!" ancamnya.
Herman berdeham pelan sambil mengangkat tangan ke depan mulutnya lalu berdeham sekali." Maaf, Pak, saya ada urusan hari ini."
Herman menatap jam tangannya."Wah, saya terlambat. Sampai jumpa besok di sekolah, pak."
Herman melesat ke depan. Berlari tanpa rasa takut dengan tatapan Pak Yoga yang tajam mengikutinya.

Kirana membuka pintu toko roti dengan napas terengah-engah. Pegangannya pada gagang pintu terlepas karena dorongan tubuhnya yang kelelahan.
Seorang karyawati yang berdiri di balik lemari berisi beragam roti melambaikan tangan.
Kirana mengangguk sambil mengangkat tangannya.
Gue napas dulu beberapa detik, kak, batinnya.
Begitu pernapasan Kirana normal kembali dadanya tidak naik turun lagi, dan pengunjung toko semakin ramai, Kirana berlari kecil ke arah karyawati tadi.
"Gue enggak telat, kan kak?" tanya Kirana pada Veni, karyawati yang sudah lama menjadi pasangan kerja Kirana di toko roti.
Veni menggeleng singkat pada Kirana lalu menyambut pengunjung yang datang. Veni adalah karyawati full time sementara Kirana part time. Meski demikian, keduanya berinteraksi layaknya teman sebaya.
Setiap hari Minggu dan Senin, Kirana akan datang bekerja pada jam sembilan sampai jam tiga sore. Dan setiap Senin pada jam sembilan kurang sepuluh menit, Kirana membolos.
Ini bermula ketika orang tua Kirana bercerai. Kirana memilih tinggal bersama neneknya yang hanya penjahit di pasar. Penghasilan neneknya yang tidak menentu membuat Kirana khawatir dengan biaya sekolah dan biaya hidup mereka. Ayah dan ibu Kirana tidak pernah lagi mengirim uang untuknya. Mereka menghilang setelah hasil sidang perceraian keluar.
Kirana bukan siswa yang sengaja terlihat nakal di hadapan guru-gurunya, apalagi terhadap Pak Yoga yang hampir tiap hari Senin memburunya tapi tak pernah sekalipun berhasil menangkap Kirana.
"Jadi lo berhasil kabur lagi sebagai buronan Senin?" tanya Veni sambil memasukkan roti yang dipesan pengunjung ke dalam kotak khusus.
"Yoi, kak. Gue udah menimbang segala kemungkinan yang bakalan terjadi, gue atur dengan cermat Kapan harus keluar dari kelas dan kapan Harus bergerak ke pagar belakang sekolah. Yaa, walaupun pada akhirnya pak Yoga muncul tapi beliau nggak sempat menyerang gue dengan tatapan berbahayanya," ucap Kirana dengan bangga. Sambil dalam hati berdoa semoga pak Yoga tidak menyiapkan hukuman yang tidak sanggup ia hadapi, karena mau tidak mau mereka akan bertemu di sekolah besok.
Jika bukan besok, pasti lusa atau hari-hari berikutnya. Kecuali Pak Yoga pindah ke sekolah lain.
Veni menggeleng dengan tingkah aneh Bima. Masa bolos sekolah tiap minggu demi kerja paruh waktu, ditambah dia adalah salah satu siswa kelas unggulan, 2 IPA 1. Mereka punya keistimewaan dibanding siswa dari kelas lain. Veni tahu karena ia alumni sekolah itu.
"Kak, minta pendapat, gimana kalau gue berhenti sekolah dan cari kerja saja? Kayaknya lama-lama Pak Yoga akan melibatkan kepala sekolah kalau gue terus-terusan membolos tiap senin,"ucap Kirana dengan wajah lesu.
Veni menyerahkan roti yang sudah ia bungkus kepada pelanggan sambil tersenyum hangat. Kemudian ia memutar tubuhnya menghadap Kirana sambil bertolak pinggang." itu adalah pemikiran orang paling bodoh. Lo kira sekolah itu nggak penting? Jangan berpikir seperti itu lagi. Lagian gue lihat hidup lo nggak miskin-miskin amat."
Kirana cemberut." Nggak miskin Gimana maksud kakak? kalau gue nggak miskin, mana mau gue bolos sekolah dan kerja di sini sekarang, kak. Mending gue duduk manis di kelas nyimak pembalajaran."
"Nah, itu." Veni mengarahkan matanya pada jam tangan Kirana."Mana ada orang miskin yang pakai jam tangan semahal itu."
Kirana langsung menyembunyikan tangannya ke belakang."Ini hadiah, kak, hadiah."
"Hadiah? Dari siapa? Hadiah semahal itu siapa yang ngasih? Lo bohong, kan? Ayo ngaku,"ucap Veni.
Kirana cuma tersenyum masam. Jam tangan itu adalah pemberian orang tuanya sebelum perceraian. Saat keluarganya masih utuh dan bahagia. Di rumah masih banyak barang mahal lain tertumpuk. Kirana tidak menjualnya Karena itu adalah bukti bahwa dulu kehidupannya pernah bahagia, dan suatu saat ia akan kembali merasakannya. Iya, suatu hari nanti.
"Kalau lo enggak mau cerita soal jam tangan itu, enggak apa-apa," kata Veni akhirnya.
Kirana tertawa pelan.

"Bolos lagi?"
Herman mengangguk sekali sambil terus membangkang jari-jarinya, Memetik senar gitar.
"Kapan lo mau serius sekolah? Sudah kelas dua SMA tapi kelakuan masih sama saat SMP," ucap Adit di atas ranjang. Satu tangannya dipasangi infus.
"Kalau lo udah sembuh dan masuk sekolah lagi, gue akan berhenti bolos," jawab Herman asal. Iya membalik halaman buku di depannya lalu memetik senar sesuai nada yang ada di buku itu.
Adit mengdengus dan tiba-tiba ia mengambil buku tadi dari hadapan Herman.
Herman berdesis panjang sambil berusaha merebutnya kembali tapi Adit mengangkat tangannya lebih tinggi dan menyamping." Janji?" tanyanya.
Herman yang ingin segera melanjutkan sesi belajar main gitarnya, mengangguk mantap pada Adit."Pegang janji gue. Kalau gue ingkar, lo.boleh mengutuk gue jadi ketua OSIS."
Herman terkekeh. Ia tidak serius mengatakan itu. Tidak ada orang yang lebih pantas jadi ketua OSIS dibandingkan Adit. Dengan mengabaikan kondisi kesehatannya yang kadang memburuk. Kadang.
"Tapi kayaknya susah untuk nepatin janji itu." Herman menghentikan jari-jarinya.
"Susah apanya? Cari alasan aja lo."
Herman menatap Adit sejenak."Pokoknya susah."
"Tuh, lo cari alasan," tuduh Adit.
Herman memamerkan giginya sebagai balasan. Nada-nada sumbang berhasil ia mainkan dari gitarnya. Adit terpaksa menutup telinga karena tidak tahan mendenar Herman menyanyi. Liriknya ke mana, nadanya ke mana.

Bình Luận Sách (241)

  • avatar
    AshaPrincess

    serasa nya cerita ini bagus,sebab dari awal bacaan saya jalan cerita nya menarik..bagaimana kesudahan hidup kirana dan herman..lanjutkn saja bacaan nya..ok

    29/01/2022

      6
  • avatar
    Devi Framsisca

    bagud banget

    16d

      0
  • avatar
    HidayatGiyan

    bagus

    21d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất