logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

2. Kebahagiaan Dari Hal Sederhana

Manik matanya menatap lekat-lekat setiap sudut ruangan yang bisa dijangkau pandangannya. Sejak awal masuk dari gerbang utama sampai melewati koridor menuju kamar apartemen Jevras, tidak hentinya gadis itu berdecak kagum dalam hatinya.
Bahkan dia mulai menebak-nebak harga yang ada di dalam ruang tamu. Semua serba mewah dan elegan. Dia menyukai suasana apartemen Jevras yang terasa nyaman.
“Sampai kapan kamu mau berdiri di situ? Ikutlah,” ajak Jevras.
“Iya, Om.” Eve mengikuti Jevras dari belakang.
Dia tiba di dapur dan lagi-lagi terkesima untuk kesekian kalinya. Jevras memberinya instruksi untuk duduk di kursi meja makan.
Dia menurut dan menaruh tangan di atas meja seperti seorang anak yang sedang menunggu pelajarannya dengan baik.
“Aku harus memasak apa untuknya?” batin Jevras. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dia jarang di apartemennya untuk makan, apalagi memasak. Biasanya dia selalu delivery makanan. Namun, sisi baik yang mana membuat ia mengajak Eve di sini tanpa perlengkapan dapur yang banyak.
“Hanya ayam dan lobster,” gumam Jevras.
Dia menoleh sebentar melihat wajah Eve yang menahan lapar. Dia memutuskan mengambil keduanya dan mulai mengolahnya menjadi makanan sederhana.
Butuh hampir satu jam lebih untuk menyelesaikan masakannya. Dia membuatkan Eve lobster asam manis dan juga soto ayam kuah bening. Lalu, meletakkan di depan Eve.
Eve meneguk ludah melihat makanan yang biasanya hanya liat terpampang di sepanduk rumah makan. Namun, kini dia melihatnya di depan matanya. Bahkan hanya mencium aromanya saja rasanya air liurnya ingin menetes.
“Om, apa ini untuk Eve?” tanyanya.
“Iya, untukmu. Makanlah,” ujar Jevras seraya menarik kursi di depan Eve. Dia duduk memperhatikan Eve yang kini mengambil supnya.
Gadis itu sangat lahap makan membuat Jevras seperti melihat Eve tidak pernah makan. Andai dia tahu kalau kenyataannya memang seperti itu.
Gluk ... gluk ....
Eve menghabiskan air yang disoorkan Jevras kepadanya dalam sekali tegukan. Dia tersenyum lebar kepada Jevras membuat Jevras sebenarnya hampir ikut tersenyum.
“Dia terlihat bahagia hanya dengan makan? Kenapa dia bisa bahagia pada satu hal sekecil ini?” batin Jevras.
Dia saja merasa sulit menemukan bahagia, sedangkan gadis remaja di depannya seolah bisa menemukan bahagia dari hal sederhana sekalipun.
“Om, suatu hari nanti kalau Eve sukses. Eve akan mentraktir Om makanan yang enak juga,” ujar Eve membuat Jevras hanya mengangguk mengiyakan.
Dia tidak mungkin bertemu gadis di depannya lagi. Ini kemungkinan hanya sebuah kebetulan saja.
“Siapa namamu dan di mana alamatmu? Saya akan mengantarmu pulang, karena saya harus bekerja kembali,” ujar Jevras saat sudah melihat jam hampir menunjukkan pukul 23:00 malam.
Dia harus mendampingi Axelio karena Denuca sendiri masih sibuk menikmati masa-masanya bersama sang istri.
“Namaku Eve Claire, Om dan Om, tidak perlu mengantarku pulang,” tolak Eve.
Dia takut kalau paman dan bibinya melihat dia pulang bersama pria. Mereka bisa marah besar. Kecemasan di mata Eve membuat Jevras bisa menangkapnya dengan jelas.
“Gadis ini kenapa?” batin Jevras.
Eve berdiri dan mengambil piring kotornya. Dia mencucinya dan menyimpan di rak piring. Lalu, dia menghampiri Jevras.
“Kalau begitu saya akan mengantarmu sampai sekitar rumahmu saja,” ujar Jevras. Dia tidak mau Eve pulang dan bertemu pereman lain yang bisa saja membunuh gadis itu.
Jevras sudah tahu sepak terjang bagaimana liciknya para penjahat karena dia pun penjahat. Apalagi kelasnya memang di atas.
Eve mengangguk. Dia menurut untuk di antar di dekat jalan rumahnya. Ah, lebih tepatnya rumah paman dan bibinya.
***
“Terima kasih, Om.” Eve memamerkan deret giginya setelah sampai dekat kompleks rumah bibinya.
Dia turun dan melambaikan tangan. Berlari kecil masuk ke dalam lorong menuju rumahnya. Jevras memperhatikan sekitar kompleks rumah Eve.
Tempat ini lumayan jauh dari kota dan bukan kompleksnya juga hanya kompleks sederhana. Dia melajukan mobilnya setelah tidak melihat punggung Eve lagi.
Drtttt ....
Suara ponselnya membuat Jevras menekan tombol erphone dekat telinganya.
“Halo, Tuan.”
“ ....”
“Baik, Tuan. Saya sudah menangkap pelakunya dan sekarang sudah dibawa oleh anggota Black Hold ke bawah tanah. Saya akan segera ke sana untuk membuat dia membuka mulut.”
“ ....”
“Baik, Tuan. Selamat malam.”
Jevras segera menancap gas menuju markas Black Hold. Salah satu cabang perusahaan Mr. Waston di Miami memberi laporan kalau akhir-akhir ini terjadi bocoran data. Mereka tentu akan mencari pelakunya dan memberi hadiah, semisal mempercepat proses pertemuannya dengan Tuhan.
***
Tap ... tap ....
Eve masuk ke dalam rumah. Dia melihat bibinya sudah berdiri di sana dengan tatapan menyalang. Di tangannya terdapat bambu rotan yang dipakainya memukul Eve sewaktu pulang sekolah.
Eve menatap takut bibinya. Dia memekik saat didapatkannya kembali pukulan.
“Akh!”
“Kau ini benar-benar membuatku murka, Eve! Kalau kau terlambat pulang, jangan pulang sekalian!” bentak Bibi Eloise.
Dia menyeret Eve keluar. Membanting tubuh kecil yang penuh luka itu hingga terjembak di lantai.
“Kamu tidur di luar!”
Blam!
Eve menatap nanar pintu yang sudah ditutup Bibi Eloise. Dia menunduk merasakan nyeri di tubuhnya. Dengan perasaan sedih dia menarik tungkainya menuju dekat teras.
Dia tidak tidur dengan keadaan meringkuk. Merasakan pukulan dinginnya lantai menusuk kulitnya dan juga sepoi angin yang semakin menghunus.
Tubuhnya menahan gigil. Apalagi saat rintik-rintik hujan mulai turun menambah penderitaannya. Dia berusaha tidur.
***
Bersambung ....
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya.

Bình Luận Sách (436)

  • avatar
    SusantoDinar

    pinjam uang dana

    6d

      0
  • avatar
    LawatiSusi

    membaca sekilas sudah seru

    6d

      0
  • avatar
    FirdausMuhammad

    cerita yang sangat menarik dan saya amat menyukainya

    9d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất