logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Dapat Kerja

Thalia terdiam beberapa saat. Ia melirik Elin yang menatapnya penuh ke ingin tahuan. Thalia menceritakan semuanya kalau mama sudah meninggal dan papa nya ternyata masih hidup, ia pun terpaksa harus mencari keberadaan papanya untuk kelangsungan hidup.
Elin menatap sahabatnya dengan penuh rasa kasihan. Ia bisa merasakan apa yang Thalia rasakan saat ini. Walaupun Elin belum pernah mengalaminya, tapi pasti sangat menyakitkan jika kehilangan orang yang sangat dicintai.
"Maaf aku gak ngedampingi kamu saat itu," ujar Elin penuh penyesalan.
Kini giliran Thalia menatap Elin sambil tersenyum. "Gak apa-apa el, aku juga ngerti kok. Lagi pula aku gak mau ngerepotin kamu terus."
"Kau itu dari dulu selalu seperti itu. Sudah berapa kali aku bilang, kau itu sudah seperti keluargaku!" ujarnya dengan nada kesal.
"Terima kasih ya, kau selalu ada untukku. Aku sangat beruntung sekali punya sahabat sepertimu Elin." Air mata yang sedari tadi Thalia tahan akhirnya lolos dari pelupuk matanya.
Elin memeluk sahabatnya. Thalia tak mampu menahan lagi air matanya. Ia menangis dalam pelukan Elin.
"Aku tahu kamu kuat. Kamu bisa menghadapi ini semua. Kamu jangan sedih lagi, masih ada aku dan orang tuaku yang akan selalu ada buat kamu. Jika ada apa-apa bilang sama aku, aku akan berusaha untuk selalu ada buatmu. Jangan pernah menganggap aku ini orang asing. Aku ini keluarga kamu Thalia." Elin pun menangis.
Thalia bersyukur bertemu dengan Elin dan keluarganya yang selalu membantunya. Sejak dulu Elin dan orang tuanya selalu bersikap baik pada Thalia dan ibunya, walaupun saat itu Nadia hanya seorang asisten rumah tangga.
Elin melepas pelukannya. Ditatap sahabatnya itu dalam-dalam.
"Ingat ya Thalia, aku ini keluargamu juga. Jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan. Jangan sungkan untuk bercerita."
Thalia tersenyum kepada sahabatnya itu.
"Terima kasih Elin. Terima kasih banyak!"
"Udah udah, beresan dulu kita ngedramanya!" ledek Elin.
Thalia melebarkan senyumnya.
"Oh iya Ta, kamu kenapa bisa bertemu orang itu?" tanya Elin.
Thalia mengerutkan alisnya.
"Siapa?"
"Itu loh, siapa ya namanya aku lupa … Da ... Dar." Elin berusaha mengingat.
"Darel," ujar Thalia.
"Nah itu, bagaimana ceritanya kamu bertemu Darel?"
Thalia lalu menceritakan dari bertemunya dengan Darel hinggal diperbolehkan menginap untuk sementara waktu.
"Ohh begitu ya."
Thalia menganggukan kepalanya.
"Terus, tadi kamu dari mana?" Tanya Elin.
"Aku dari rumah papa ku," jawab Thalia.
Elin mengernyitkan alisnya karena tak percaya akan omong kosong Thalia. "Papa? Dari mana kmau tau alamat rumahnya? Sedangkan bertemu saja kamu belum pernah. Gimana kalau salah orang?" Tanya Elin.
Ia pun mencari secarik kertas dan foto tersebut lalu diberikan kepada Elin.
Elin menganga tak percaya saat diberikan secarik kertas dan foto tersebut. Setelah membacanya, sekarang ia mengerti bahwa saat ini Thalia sangat membutuhkan papanya meskipun ia tahu bahwa Thalia belum pernah bertemu dengan papanya sama sekali.
"Jadi, kamu udah bertemu papamu?" tanya Elin.
"Belum, tadi papa gak ada di rumha, aku juga gak tau kapan dia pulang," ujar Thalia sendu.
"Kau tenang saja! Sebelum papamu pulang, kau tinggal di sini dulu saja sama aku. Jadi aku ada teman. Tapi kamu harus tidur denganku!" pinta Elin.
"Gak mauuu!" seru Thalia dengan melipat kedua tangannya.
"Kok, gak mau sih! Aku takut tidur sendirian tau!"
"Kamu itu udah SMA bentar lagi juga lulus, masih saja penakut." Thalia meledek Elin.
Elin yang kesal lalu mencibirkan bibirnya. Jujur Elin itu memang penakut, selalu ditemani pembantu jika tidak ada mamanya tak ada di sampingnya.
...
Tak terasa hari pun semakin larut, saking asyiknya bercerita sampai-sampai mereka tidak ingat waktu.
"Makan malam dulu yuk! Laper!" ajak Elin
"Yuk, malam ini aku yang masak boleh?"
"Boleh dong, aku rindu masakan kamu yang enak itu," ujarnya dengan kepala menengadah ke atas sambil membayangkan makanan.
"Hahaha, kamu bisa aja PUCITTTT.”
Elin yang keheranan hanya mengerutkan alis, tak mengerti dengan yang dimaksud Thalia.
“Alias perut buncit, Ahahaha," tawa bebas Thalia.
‘Dasar bibirnya pedes sekali ini anak’ gerutu Elin dalam hati.
Setelah selesai makan mereka masuk ke dalam kamar. Elin merebahkan tubuh di atas ranjang. "Lelah sekali hari ini."
"Besok, kau masuk sekolah kan?" tanya Thalia, lalu ia mendudukan tubuhnya di samping Elin.
"Sebenarnya aku malas!"
Thalia menatap dingin lalu memukul paha Elin.
"Aduh sakit!" Elin mengelus-elus pahanya yang telah dipukul Thalia.
"Lagian siapa suruh malas sekolah! Kapan lulusnya kalau gitu?!" ujar Thalia kesal.
Elih hanya terkekeh mengingat kelakuannya.
"Karena besok kau akan sekolah. Dan sudah aku pastikan, kalau semua pelajaran hilang dari otakmu! Jadi, malam ini aku akan mengajarimu dan memberitahumu, materi apa saja yang sudah kau lewatkan, selama kau liburan!" ujar Thalia dengan berjalan mengambil buku miliknya.
"Tapi kan ini sudah malam Thalia," ujar Elin memelas.
"Kata siapa ini masih pagi?!" jawab Thalia dengan santai.
"Cepat ambil bukumu!"
Elin pun dengan terpaksa mengambil buku miliknya. "Sudah!" ujar Elin dengan malas.
"Ayo dong semangat, kita itu sebentar lagi mau ujian, masa kau malas-malasan. Pokoknya, aku bakal ngajarin kamu sampai kamu bias!"
Elin tersenyum mendengar ucapan Thalia. "Terima kasih ya Thalia!"
Mereka pun belajar bersama. Thalia dengan sabar memberitahu Elin tentang materi yang kurang dipahami oleh Elin.
"Coba kerjakan soal ini," Thalia memberikan kertas berisi soal kepada Elin. Namun tak ada jawaban.
Thalia melirik ke arah Elin. Ia terkekeh pelan melihat sahabatnya itu sudah memasuki alam mimpi. Thalia membereskan buku-bukunya. Ia pun berbaring di sebelah Elin. Baru saja akan terlelap teleponnya berdering.
Dilihat layar handphone miliknya. Tertera nomor asing.
*“Halo! Siapa ini?”
“Perkenalkan! Saya adalah pangeranmu, yang pernah menolongmu saat kau tersesat tak tahu arah,” ucapnya dengan bangga.
“Darel! PD amat! Tapi makasih ya!”
“Iya sama-sama cantik,” pujinya
‘Ini orang kesambet apa sih’ heran Thalia.
"Ada apa, Rel? kalau gak ada keperluan aku tutup"
"Eh jangan dulu ditutup! Aku hanya ingin tahu apakah kamu sudah tidur apa belum?"
"Belum, buktinya aku bisa angkat telepon darimu," ujar Thalia.
Mereka terdiam beberapa saat.
"Gak ada kepentingan lain, aku tidur ya!" kesal Thalia.
"Oh iya kata Omah, besok kamu bisa ke rumah tidak?" tanya Darel.
"Kata Omah atau kata kamu?" canda Thalia.
"Serius! Omah tanya begitu, dia mintaku buat menanyakan itu padamu!"
"Iya deh percaya …. Um, besok aku gak bisa ... aku ada keperluan. Lusa deh aku ke rumah Omah."
"Oke, nanti aku sampaikan ke Omah. Sudah dulu ya aku mau tidur."
"Iya. Dah"*
***
Thalia sedang sibuk mempersiapkan sarapan pagi.
"Selamat pagi sahabatku," ujar Elin yang sedang berjalan menghampiri Thalia.
"Selamat pagi kembali," balas Thalia sambil tersenyum.
Mata Elin berbinar melihat masakan yang ada di hadapannya. Hidungnya yang langsung menyergap aroma nasi goreng khas Thalia. "Pasti enak nih!" lanjut Elin.
"Enak dong, kalau bikinan aku pasti enak. Yuk makan!" ajak Thalia.
Elin melihat Thalia dengan datar. "Iya deh!"
Selesai makan mereka bersiap untuk pergi ke sekolah bersama menggunakan mobil Elin. Sepanjang perjalanan mereka selalu asyik bercanda.
***
Setelah berjam-jam mereka berhadapan dengan materi yang diberikan oleh guru. Akhirnya bel pertanda jam pelajaran telah selesai pun berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Begitu pun dengan Thalia dan Elin.
Thalia meminta Elin untuk pulang terlebih dahulu, karena sekarang ia akan mencari pekerjaan, walau dibantah oleh Elin, Thalia tetap bersikeras untuk mencari pekerjaaan.
Elin menghela nafasnya.
"Ya sudah deh, aku pulang duluan ya. Ingat! Tidak boleh pulang larut malam! Kalau urusannya sudah selesai kamu langsung pulang!" ujar Elin.
"Siap bos," ujar Thalia.
Elin pun pergi meninggalkan Thalia.
***
Thalia berjalan menyusuri trotoar sambil melihat-lihat toko yang ia lewati. Berharap ada lowongan pekerjaan di sana. Namun nihil. Belasan toko yang ia datangi tidak membutuhkan karyawan baru. Ia beristirahat sejenak di sebuah taman. Duduk termenung di sana.
"Aku harus mencari pekerjaan kemana lagi?" ujarnya.
Krukk ... krukk ...
“Aduh, laparrrr, lupa belum makan, duh perut kritis dompet ikut tipis. Warung makan di mana ya,” Thalia celangak-celinguk mencari warung makan.
Setelah menemukannya, Thalia pun pergi ke warung makan.
“Bu pesan nasi sama dadar telor sama sayur kangkung juga ya!” ujar Thalia kepada ibu warung.
“Iya de, sebentar ya saya cuci piring dulu.”
“Iya, Bu!”
Beberapa saat kemudian datang pembeli yang lain.
“Bu, pesan nasi ayam!”
“Bu, nasi sayur ya!”
“Bu, saya dulu!”
“Bu, cepat dong, saya mau kerja nih!”
“Iya sebentar ya Bapak/Ibu!” ucap bu warung yang kerepotan.
Thalia menghampiri Ibu warung yang terlihat kerepotan melayani pembeli. “Sini Bu, biar saya bantu cuci piringnya, Ibu layani saja pembeli yang lain,” ujar Thalia.
“Tidak usah de, biar sama Ibu saja!”
“Gak apa-apa, Bu!”
“Aduh de, maaf ya jadi merepotkan.”
“Gak kok, Bu!”
Selesai mencuci piring Thalia kembali duduk.
“Ini de, pesanan ade.” Ibu warung memberikan seporsi nasi serta lauknya pada Thalia.
“Terima kasih, Bu!”
Selesai makan Thalia menghampiri ibu warung dan memberikan sejumlah uang kepadanya. Namun, uang tersebut ditolak oleh ibu warung, sebagai ucapan terima kasih karena telah membantunya tadi. Thalia dengn tulus mengucapkan terima kasih.
“Beberapa hari belakangan ini warung saya selalu ramai, karena ada pembangunan gedung. Jadi, pekerja di sana selalu makan di warung ibu. Ibu hanya bekerja sendirian jadi ibu merasa sangat kewalahan. Seperti yang tadi ade lihat!” keluh ibu warung
Thalia tersenyum senang. Bukan karena keluh kesah pemilik warung, tapi karena ada kesempatan.
“Boleh saya bantu ibu?”
“Maksud ade?”
“Saya sedang membutuhkan pekerjaan untuk bekal saya sehari-hari.”
Mendengar ucapan Thalia membuat bu warung terenyuh hatinya ingin juga membantu. Ia pun menerima tawaran Thalia. “Ya sudah, kamu boleh bantu-bantu ibu disini, besok mulai dari jam 2 siang ya,” ujar ibu warung.
“Baik bu, terima kasih!” Thalia tersenyum senang.
“Ade namanya siapa? Saya Ibu Siti,” ujar Bu Siti.
“Saya Thalia, Bu!”
“Thalia, namanya cantik neng.”
Senyum Thalia merekah mendengar pujian bu Siti. Thalia pun sekaligus sangat senang karena sudah mendapat pekerjaan. Meskipun upah yang di dapat tidak seberapa namun ia sangat bersyukur. Setidaknya ia punya bekal sehari-hari.
***
Thalia pulang dengan perasaan yang sangat bahagia. Ia tidak henti-hentinya tersenyum sedari tadi.
“Thalia!”
Thalia terkejut melihat seseorang yang ada di depan rumah Elin.
‘Dia, ngapain ke sini!’

Bình Luận Sách (25)

  • avatar
    Nur jazamalinahNur jazamalinah

    🤍🤍🤍🤍

    02/03/2023

      0
  • avatar
    FernandesAyub

    Sangat mempesona dan menarik ceritanya

    24/01/2023

      0
  • avatar
    AnnaimaAzzahra

    bagus

    22/10/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất