logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Pertemuan yang gagal

Gerar mendekatkan wajahnya ke telinga Thalia hingga menyisakan 1 inci antara mulut Gerar dengan telinga Thalia.
“Kak jangan seperti ini,” desah Thalia dengan bercucuran keringat.
“Siapa kamu? Cepet pergi dari rumah ini!” ujar Gerar dingin.
Deg …
‘Ni orang niat banget ngusirnya, sampe kaya gini segala, pemilik rumahnhya aja gak kaya gini, ni orang siapa sih?’ Tatap Thalia serius.
“Maksud kakak, apa?” Thalia tidak mengerti tujuan Gerar mengatakan hal itu padanya.
Gerar menjauhkan tubuhnya dari Thalia dan hanya menyisakan tatapan yang tajam.
“Kamu ….” Tunjuk Gerar pada Thalia.
“Orang asing yang tiba-tiba masuk ke rumah ini. Dan kamu pasti punya niat buruk kan ke keluarga Darel?!” ucap Gerar dengan mengerutkan alisnya.
Thalia terkejut mendengar ucapan Gerar yang menuduhnya orang jahat. ‘Dikira aku orang jahat apa, sedihnya hidup ini cobaannya banyak.’
“Kak maaf! saya tidak punya niat buruk apa-apa, lagi pula bukan saya juga yang mau tinggal di sini, tapi Darel yang meminta saya buat tinggal di sini. Saya tinggal di sini hanya malam ini dan besok, lusa nanti saya juga mau pulang ke rumah kok!” tegas Thalia yang merasa tidak terima akan ucapan Gerar.
“Terserah lah!” ketus Gerar.
“Yang harus kamu tau, kalau kamu ngelakuin hal aneh di sini, kamu bakal kena akibatnya!” ucapnya denga pergi meninggalkan Thalia.
‘Ini orang maksudnya apa sih? Ada juga dia yang aneh, dasar!’ kesal Thalia pada Gerar.
***
Thalia berusaha untuk memejamkan matanya, tapi perkataan Gerar soal keluarga Darel tidak bisa hilang dari pikirannya.
“Maksud perkataan kakak yang tadi itu, apa ya?” gumamnya.
‘Sudahlah mendingan tidur aja, buat apa memikirkannya, toh hanya dua hari ini aku bermalam di sini, lusa aku udah gak tinggal di sini lagi.’
"Sudah Thalia, ayo cepat tidur! Besok kamu harus sekolah, lalu mencari pekerjaan,” ujarnya pada diri sendiri.
Thalia pun tertidur dengan lelap.
Tanpa sepengetahuan Thalia, sedari tadi Gerar diam di depan pintu kamar Thalia. Memandang pintu yang tertutup rapat.
‘Maaf, aku hanya tidak ingin ada orang yang menyakiti Darel dan omah. Meskipun aku tidak tahu apakah kamu punya niat buruk atau tidak, aku hanya berusaha melindungi keluarga darel,’ batin Gerar.
Dan juga kamu, sambungnya lalu pergi.
***
Kring ...
Alarm Thalia berbunyi tepat pukul 6 pagi.
Thalia bangun dan mandi, lalu membantu Omah di dapur, mereka masih bercanda seperti biasa. Gelak tawa pun memenuhi dapur.
“Ahhh Omah sudah, jangan bikin Thalia ketawa terus, perut Thalia sakit,” ujar Thalia yang tidak berhenti tertawa.
“Iya iya.”
“Aku simpan makanannya di meja dulu ya omah,” ucap Thalia dengan mengambil beberapa makanan.
“Iya, omah mau ke kamar dulu sebentar.”
Saat sedang menata makanan di meja makan Thalia melihat Darel dan Gerar yang sedang berjalan menuju meja makan. Thalia yang melihat Gerar langsung menundukan wajahnya, tidak ingin menatap Gerar.
“Masak apa nih?” tanya Darel.
“Nasi goreng,” jawab Thalia dengan nada pelan.
Darel yang merasa aneh pun bertanya kepada Thalia.
“Kamu kenapa?”
Thalia hanya menggelengkan kepalanya.
“Terus kamu ...”
“Ayo makan! Nanti kalian telat ke sekolahnya!”
Darel yang hendak bertanya pun mengurungkan niatnya ketika omah menghampiri mereka.
“Iya omah,” ujar mereka.
Seketika suasana di ruang makan pun menjadi hening hanya terdengar suara sendok dan piring yang beradu.
“Thalia kamu nanti berangkat sekolahnya bareng saja sama Darel ya,” ujar Omah memecahkan keheningan.
“Tidak usah Omah, Thalia mau naik kendaraan umum saja,” tolak Thalia.
“Bareng sama aku saja, Thalia!” ujar Darel dengan penuh harap.
“Ya sudah deh, terima kasih ya!”
Gerar yang mendengar ucapan Thalia pun menatap Thalia dengan tajam, seakan-akan mengisyaratkan bahwa dia akan terus mengawasi Thalia. Thalia yang merasa di tatap tajam oleh gerar pun menundukan kepalanya, menghindari tatapan tajam Gerar yang dingin dan menusuk.
"Ehem!" Deheman Darel menghentikan kelakuan Gerar.
"Bro, berapa hari nginap disini?" tanya Darel.
"Kenapa, mau mengusirku?" jawab Gerar dengan datarnya.
‘Eh dasar si balok es ini’ "Cuma nanya bro, ketus amat!" gerutu Darel.
"Pertanyaanmu ini aneh sekali, seberapa lamanya aku menginap biasanya kamu tidak pernah mempertanyakannya," ucap Gerar.
“Apa ada kaitanya sama kucing liar?" sinisnya.
Darel geram dengan perkataan Gerar yang sudah keterlaluan. Namun, Gerar berbuat seperti itu hanya ingin membuat Thalia tidak nyaman dan cepat pergi dari rumah itu.
Thalia hanya bisa tertunduk diam dengan perkataan Gerar. Thalia tahu perkataan Gerar itu ditunjukkan untuk nya. ‘Kucing liar kataya, nyebelin nih abang-abang. Mama, apa yang harus Thalia lakukan,’ batin Thalia.
"Sudah! Ayo cepat habiskan, nanti kalian bisa terlambat!" suruh Omah.
***
“Silakan masuk non dan aden, yang cantik dan tampan ini,” ucap Pak supir dengan membukakan pintu untuk Thalia.
“Terima kasih, Pak!” ujar Thalia.
Thalia, Darel dan Garer pun berangkat ke sekolah. Di sepanjang perjalanan tak ada yang bersuara.
"Oh iya non, kan belum kenal sama saya ya, kenal kan non, nama saya Pak Omat, saya supir di sini non, sudah bekerja lama di tempat omah, nanti kalau non ingin pergi ke mana, tinggal panggil saya saja," ucap Pak Omat.
Semua orang yang ada di dalam mobil itu menghiraukan perkataan Pak Omat.
“Kok pada diem-dieman, lagi pada musuhan ya?” ujar Pak Omat.
“Nih bapak kasih tahu ya non, den, sesama manusia itu tidak boleh musuhan, apalagi sesama teman. Kalau kata bapak saya ya, kalo kita musuhan itu seperti kita diem gunung yang beda. Emang sih non dan aden tidka punya gunung, tapi itu adalah perumpamaan. Coba deh non dan aden bayangkan kalau non dan aden musuhan, terus non dan aden diem di tempat sendiri-sendiri kan takut ya. Ihhh kalau bapak sih takut,” ujar Pak Omat sambil bergidik ketakutan.
“Siapa yang musuhan sih Pak!” ucap Darel malas.
“Ya kalian lah, masa tetangga bapak,” jawab Pak Omat.
“Kita gak musuhan Pak!” ujar Darel.
“Ahhh jangan bohong. Kalau tidak musuhan kenapa pada diem-dieman kaya yang lagi pada sakit gigi saja, hahaha.”
“Sudah Pak bercandanya, Pak Omat fokus nyetir saja. Kalau bapak bercanda terus, nanti kita telat ke sekolahnya, gara-gara Pak Omat bawa mobilnya pelan-pelan!” Darel pun merasa jengkel.
“Siap komandan,” sahut Pak Omat.
"Oh iya, kalau boleh saya tahu, ini kita bakal pergi kemana dulu ya?" sambungnya yang kebingungan.
"Pak Omat, Pak Omat,”-Darel geleng-geleng kepala-“ya ke sekolah lah! Kan, mana mungkin kalau kita mau ke pasar!" ucap Darel yang kewalahan dengan ocehan pak Omat.
"Kalau itu saya juga tau, maksud saya, ke sekolah Aden dulu, ke kampus den Gerar dulu, atau ke sekolah nona yang cantik ini dulu? Kecuali kalau sekolahnya memang sama," jelasnya.
"Oh iya, Thalia di mana sekolahmu?" tanya Darel
"Itu, Pak! Sekolah saya yang di depan sana." Thalia menghiraukan perkataan Darel dengan menunjuk ke gedung sekolah yang bertuliskan SMP Nusa Pertiwi.
"Ck." Gerar memalingkan wajahnya ke jendela.
Darel pun merasa bingung terhadap sikap Thalia dan Gerar. Gerar yang biasanya menjahilinya kini mendadak menjadi pendiam. Begitu pun dengan Thalia. Yang Darel tahu, sejak Thalia bertemu Gerar, Thalia lebih banyak diam.
Ada apa dengan mereka, Ucap hati Darel.
***
“Terima kasih ya, udah dikasih tumpangan,” ucap Thalia.
“Iya, sama-sama!” ujar Darel.
“Nanti pulang sekolah kamu tunggu dulu ya di depan gerbang, nanti pulangnya bareng lagi sama aku!” lanjut Darel.
“Gak perlu!” Thalai menolak secara spontan.
“Kenapa?”
“Aku masih ada urusan yang lain.”
“Kamu mau pulang ke rumahmu hari ini?" tanya Darel.
Thalia hanya menggelengkan kepalanya.
“Sudah selesai belum ngobrolnya! nanti telat nih!” ketus Gerar.
“Ya udah ya, aku duluan ya, bawel tuh anak orang,” ujar Darel dengan melirik ke arah Gerar.
“Iya, hati-hati!”
Darel melambaikan tangannya. “Dahh.”
***
Bel pulang sekolah berbunyi, Thalia langsung pergi untuk mencari pekerjaan. Tapi tak ada seorang pun yang mau menerimanya bekerja, karena di lihat Thalia masih belia untuk menerima pekerjaan yang berat.
***
"Sudah mau malam, tapi Thalia belum juga pulang," ujar Omah resah.
"Sebaiknya kalian cari Thalia sana, Omah takut dia kenapa-kenapa!" suruh omah pada Darel dan Gerar yang sedang asik main game.
"Tadi kata Thalia setelah pulang sekolah dia ada urusan dulu, sepertinya itu urusan pribadi omah, Darel tidak mau mengganggunya," ucap Darel yang sedang serius memainkan game.
"Hm …." Omah hanya menghela nafasnya.
Apa dia mencari sedang kerja ya, pikirnya Omah
Menjelang malam Thalia baru kembali kerumah Omah dengan wajah lesu.
***
"Dari mana saja kamu Thalia, kamu membuat omah khawatir," ucap Omah cemas.
"Tadi, Thalia cari kerja, Omah, tapi belum dapet." Thalia menundukkan kepalanya dengan wajah kecewa.
"Kan sudah omah bilang, jangan dulu cari kerja!" tegur Omah.
"Tapi, Omah –," belum selesai bicara.
"Sudah, cepat kamu mandi dulu, lalu kita makan malam!" tukas Omah.
"Baik, Omah."
Thalia menuju kamarnya, saat melewati ruang kumpul keluarga dia melihat Darel dan Gerar yang sedang asyik main game.
"Thalia!" seru Darel dengan menghampiri Thalia, ia meninggalkan gamenya begitu saja.
"Kau ini sudah membuat omahku cemas, tau!" ucapnya.
"Kan aku sudah bilang, kalau aku ada urusan," jawabnya.
"Iya aku tau! Tapi, Omah sangat cemas padamu." Darel menepuk-nepuk pundak Thalia.
Thalia sangat senang, karena ada seseorang yang mengkhawatirkan dirinya.
"DAREL!" seru Gerar.
"Lihat! Kalah nih!" sambungnya yang langsung meninggalkan game tersebut.
"Kalah ya kalah!" teriak Darel pada Gerar yang sedang menuju kamar.
“Si Gerar kenapa jadi aneh begitu ya," gumamnya.
"Aku permisi dulu ya, Darel," ucap Thalia.
Darel pun kembali melanjutkan gamenya.
Makan malam pun seperti biasa terbalut dalam keheningan.
***
Saat Berangkat sekolah pun mereka masih bersikap acuh, hanya Darel dan Pak Omat yang mengoceh.
"Terima kasih telah mengantarkan aku lagi," ucap Thalia
"Thalia, bagaimana kalau sekarang pulangnya bareng?" tanya Darel penuh harap.
"Sekarang aku mau ke rumah papa dulu," jawabnya.
"Memangnya papamu sudah pulang?” tanya Darel.
“Gak tahu. Makanya, nanti sepulang sekolah aku mau ke rumah papa, siapa tahu papa sudah pulang, jadinya aku bisa pulang hari ini ke rumah papa. Lagian aku juga tidak enak kalau terlalu lama tinggal di rumahmu.”
“Aku gak keberatan kok, kalau kamu tinggal di rumah aku. Aku senang, karena sejak ada kau di rumah, Omah jadi ada teman. Jadi, kamu jangan berpikiran seperti itu ya, anggap saja aku ini keluargamu. Kalau kamu mau ke rumah papamu dulu, hati-hati ya! Nanti kamu ke rumah aku dulu kan?” ujar Darel.
“Iya, nanti aku ke rumahmu dulu, kan barang-barang aku masih di sana,” ujar Thalia sambil tersenyum.
"Oke sampai nanti."
***
Sepulang sekolah Thalia pun bergegas menuju rumah ayahnya. Sesampainya di sana ia tidak melihat seorang pun, bahkan pos satpam pun kosong. Thalia melihat-lihat sekeling rumah tersebut.
“Adek!"
Thalia terkejut mendengar suara tersebut. Ternyata Pak Satpam yang memanggilnya.
“Ehh maaf de, kaget ya,” ucap Pak Satpam tak bersalah dengan menggaruk kepala yang tak gatal.
“Iya Pak, tidak apa-apa.” Dengan artian ‘Kaget tau pak, hadehhh, serasa maling yang kepergok warga!’
“Ada perlu apa lagi de?” tanya Pak Satpam.
“Saya mau bertemu dengan Pak Ardian, Pak! Apa Pak Ardiannya sudah pulang?”
“Tuan belum pulang de!”
“Kata Pak satpam, hari ini Pak Ardian pulang,” ucap Thalia kecewa. ‘Ini papa betah banget dah di luar rumah’
“Iya de, seharusnya Tuan pulang hari ini, tapi kata beliau, kerjaan di sana belum selesai, jadi Tuan belum bisa pulang.”
Thalia merasa sedih. Keinginanya untuk bertemu papanya tertunda lagi. Yang membuat ia sangat sedih adalah ia tidak tahu kapan ia bisa bertemu dengan papanya.
“Terus pulangnya kapan, Pak?” tanya Thalia.
“Saya tidak tahu de.”
“Kalau boleh saya tahu, ade ini siapanya Tuan?” tanya Pak Satpam.
“Sebenarnya saya ….”
“Ada siapa pak?”
Ucapan Thalia terhenti ketika mendengar suara tersebut.

Bình Luận Sách (25)

  • avatar
    Nur jazamalinahNur jazamalinah

    🤍🤍🤍🤍

    02/03/2023

      0
  • avatar
    FernandesAyub

    Sangat mempesona dan menarik ceritanya

    24/01/2023

      0
  • avatar
    AnnaimaAzzahra

    bagus

    22/10/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất