logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 8 Delapan

Ini baru jam 7 pagi. Tapi sudah ada beberapa orang yang berdiri di depan pintu rumah Wahyu, menatap sekeliling dengan pandangan berminat. Halaman rumah nya tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit juga, cukup untuk memasukkan 2 mobil ke dalam nya. Ada taman kecil yang di tumbuhi bunga dan pohon kecil dengan ukuran 9x4 meter.
“Assalamualaikum!” Arga dengan antusias mengetuk pintu rumah, senyum nya tak memudar. Malah semakin lebar saat melihat Wahyu yang membukakan pintu dengan wajah malas nya.
“Waalaikumsalam” Wahyu menjawab salam. Dia menunjuk tombol bel yang ada di sisi kanan pintu, menatap Arga jengkel. “Nggak tau guna nya bel apaan? Kalau cuman gedor-gedor kadang aku nggak denger”
Wahyu membiarkan mereka masuk. Dia ikut ke dalam, berjalan menuju belakang rumah nya, tempat dimana kolam renang nya berada. Mereka mengikuti Wahyu setelah melepas alas kaki nya, berjalan melewati ruang tamu dan dapur, lalu keluar melewati pintu kaca setelah Wahyu mempersilahkan nya.
Wahyu menyerngit. Jumlah mereka lebih banyak dari yang dia hitung kemarin, lalu saat giliran paling akhir, Wahyu mematung. Annisa ada disana, dengan kedua teman nya. Nameera dan Dewi. Tidak ada yang bilang pada nya jika mereka ikut.
“Nggak pa-pa kan mas kalau aku ikut?” Nameera bertanya setelah tau jika Wahyu sedari tadi menatap nya.
“Nggak pa-pa. anggep aja rumah kamu sendiri” Wahyu tersenyum. Nameera mengangguk, dia mengikuti teman teman nya yang lain.
Halaman belakang rumah Wahyu lumayan luas, sekitar 10x15 meter dengan tembok yang menjulang tinggi melingkari rumah nya, jadi tidak memungkinkan bagi orang iseng untuk memasuki rumah nya tanpa lewat gerbang depan. Kolam renang ada di depan mata, ukuran nya 5x12 meter dengan ruang santai yang ada di sudut kolam. Halaman nya terisi rumput dengan bebatuan datar yang digunakan sebagai jalan setapak. Ada juga ruang santai di depan kolam renang dengan pohon sebagai atap nya.
Terlalu luas. Untuk di huni satu orang sendirian.
“Lagi ngapain kamu tadi?” Doni bertanya. Entah dengan alasan apa dia ikut kemari padahal tidak ada kepentingan apapun.
“Di kamar. Belajar” Wahyu menjawab singkat. Dia berbalik, hendak memasuki rumah. Namun berbalik sambil menatap teman-teman nya. “Dapur terserah kalian mau apa. Minum ambil sendiri, ada camilan di lemari atas kanan. Handuk ada di lemari dekat kamar mandi dapur. Pakaian basah kalian cuci sekalian di mesin cuci, jemur di samping rumah, udah ada gantungan baju disana, biar bisa kalian pakai lagi besok. Kalian boleh keliling di rumah, tapi nggak boleh masuk ke kamar aku. Aku mau ke kamar dulu, ganti baju”
“Kita udah patungan tadi. Udah beli camilan sama minuman sendiri. Kita udah ngerepotin kamu, nggak mungkin lah kita tambah bikin kamu repot. Kecuali buat kompor, aku tadi beli mie instan soal nya” Arga menjelaskan. Dia menyengir setelah mengucapkan kata mie instan nya. Sudah setahun lebih dia kenal Wahyu, jadi dia paham kalau Wahyu paling anti dengan mie instan.
Wahyu mengangguk. Dia tersenyum pada teman teman nya, mereka tau jika Wahyu tinggal sendiri. Jadi tidak menutup kemungkinan Wahyu sedang berhemat walau tidak akan terjadi jika Wahyu kekurangan bahan pangan nanti. “Makasih. Masak aja, ada sayuran di kulkas. Kalau gas nya habis, aku masih ada 1 di bawah rak piring. Jangan lupa pemanasan dulu sebelum masuk ke kolam”
Wahyu masuk ke dalam kamar. Mengganti pakaian nya dengan celana pendek selutut bewarna hitam dan kaos oblong bewarna biru. Lalu keluar kamar setelah selesai, membiarkan mereka yang sudah mengambil porong besar dan gelas untuk membuat minuman.
Wahyu membuka kulkas nya. Mengambil 2 roti tawar yang dia tumpuk menjadi 1, memakan nya sambil berjalan menuju kolam renang.
Mereka berlatih. Hanya asal-asalan. Tidak memperhatikan gerak tubuh mereka, ayunan tangan mereka, waktu yang tepat bagi mereka untuk mengambil napas, mereka bahkan mengabaikan cara mereka saat melakukan start.
“Mas, makan sambil duduk” Wahyu menoleh. Mendapati Nameera yang berdiri di sebelah nya, menegurnya. Wahyu langsung duduk di kursi, masih dengan mata yang menatap Nameera. Dia tidak tersinggung jika Nameera menegur nya. Toh, dia nya sendiri yang salah.
“Yang cewek duduk dulu, perhatiin gimana cara renang yang cowok. Buat mbak Rere juga, duduk dulu. Kalian perhatiin gimana cara renang yang baik, biar nggak ngerusak tubuh kalian nanti nya” Wahyu berdiri setelah menghabiskan roti nya.
Dia berjalan di tepi kolam mendekati Arga, menyuruh nya untuk keluar dari kolam. Meminta nya untuk melakukan start renang.
Arga menurut. Dia membungkukkan tubuh nya, menatap ke bawah lalu langsung meluncur sebelum Wahyu membenarkan posisi tubuh nya.
“Arga, ulang. Cara start kamu salah” Wahyu menginterupsi. Dia hanya berbicara dengan nada seperti biasa –terdengar sedikit lebih tegas-, tapi siapapun akan langsung menurut dengan apa yang dia katakan.
“Tangan kebelakang, liat ke depan. Jari kaki kamu rapatin. Nanti pas kamu denger suara tembakan di turnamen, langsung dorong badan kamu ke depan. Gerakkin kaki kamu, abis itu baru ayunkan lengan kamu” Wahyu memberi nasihat. Arga mencoba, dia melakukan apa yang Wahyu katakan. Dia berenang secepat yang dia bisa untuk mencapai tepi seberang.
“Udah bagus. Tapi kurang cepet, bahu kamu terlalu kaku. Pemanasan lagi”
“Buat yang cowok langsung belajar cara start. Kalau udah bisa, nanti tinggal aku awasin cara renang kalian” Wahyu berucap. 4 laki-laki sudah berdiri di tepi kolam, termasuk Arga setelah Wahyu meminta mereka untuk mengulangi pemanasan. Terlalu berbahaya bagi mereka jika tidak pemanasan dengan benar.
“Start kalian udah bagus. Tinggal cara renang kalian”
“Lemasin otot bahu kamu”
“Kaki! Perhatikan gerakan kaki kamu”
“Atur pernapasan kamu, jangan jadiin itu alesan nanti. Atur timing yang pas waktu kamu mengambil napas”
“Jangan angkat kepala kamu. Kalau mau ambil napas, menoleh ke samping”
“Aku bilang rendahin kepala kamu. kamu bakalan lebih lambat berenang kalau punggung kamu lebih rendah dari yang seharus nya”
***
Wahyu sedang duduk di lantai bersandar pada sofa di belakang nya. Teman-teman nya yang lain juga mengikuti nya. Arga sudah tepar di sofa dengan mulut terbuka. Tidak berbeda dengan yang perempuan. Mereka saling tiduran di kamar kosong dekat dengan ruang tamu dengan pintu yang terbuka.
Mereka selesai berlatih setelah jam menunjukkan pukul 1 siang. Terlalu lama di air membuat wajah mereka lebih pucat dari biasa nya. Mereka belum terbiasa dengan latihan yang Wahyu berikan, apalagi Wahyu terkesan keras saat mengajari mereka.
Wahyu berdiri. Merenggangkan tubuh nya sambil berjalan menuju dapur. Dia lapar, dia hanya memakan roti tawar tadi. Perut nya sudah berbunyi sedari tadi setelah selesai shalat berjamaah.
Wahyu berhenti melangkah setelah sampai di dapur. Mata nya melihat perempuan bergamis warna cream dengan jilbab yang senada tengah memasak di dapur nya, posisi membelakangi nya. Wahyu berdeham, memberi tahu jika dia ada disana.
Nameera menoleh, dia tersenyum saat melihat Wahyu yang ada disana, lalu kembali berkutat dengan masakan nya. “Aku buatin nasi goreng. Kamu cuman makan roti aja tadi pagi, abis itu kamu sibuk ngelatih mereka”
“Bisa masak emang?” Wahyu menggoda. Di balas dengan kekehan kecil dari Nameera. Suara tawa nya pelan, tapi begitu nyaring di telinga nya. Membuat nya mampu berlama-lama mendengar suara tawa Nameera.
“Aku udah di suruh masak dari kecil sama bunda. Kata nya biar nggak nyusahin suami nanti nya”
“Nyusahin suami sesekali nggak pa-pa. nggak salah kalau nggak masak buat suami”
“Tapi kan melayani suami udah kewajiban istri, mas. Istri nggak bisa masak terus suami mau makan apa nanti? Boros banget kalau jajan di luar terus. Lagian kita nggak tau makanan disana higenis atau enggak”
“Beruntung banget orang yang jadi suami kamu nanti”
“Istri juga beruntung kalau punya suami yang bertanggung jawab”
“Nasi nya masih layak makan? Itu nasi sisa kemarin soal nya” Wahyu tersenyum, dia sedikit malu akan apa yang baru saja dia katakan.
“Masih layak kok mas. Cuman agak kering sedikit. Aku udah masakin nasi buat kamu, cuman dikit, biar besok pagi kamu makan nasi yang baru” Wahyu mengangguk. Dia berjalan mundur, lalu duduk di lantai bersandar pada dinding. Mata nya menatap punggung Nameera, lalu menatap teman teman nya yang tengah bersantai di ruang tamu.
“Kamu ngapain duduk disitu, mas? Duduk di kursi, nanti aku siapin disana” Nameera hanya menoleh sekilas, lalu kembali sibuk memindahkan nasi goreng ke piring yang sudah dia siapkan.
“Takut ada yang mikir yang enggak enggak” Wahyu mendekat. Mengambil nasi goreng buatan Nameera lalu duduk di kursi santai dekat dapur. Membiarkan Nameera duduk di ruang makan.
Wahyu berdoa lalu memakan sesuap. Rasa nya tidak buruk, mungkin akan menjadi yang paling enak jika saja nasi nya sedikit lebih baik. “Enak. Kenapa nggak nyoba jadi koki aja daripada bidan?”
“Nggak di bolehin ayah. Kata nya masak itu suatu keharusan, bukan profesi. Padahal kalau di pikir-pikir jadi chef itu hebat loh, bisa makan enak terus, dapet banyak uang juga” Nameera mengeluh, tapi nada suara nya masih terdengar sopan.
“Kamu suka masak, bukan berarti kamu harus jadi chef. Mungkin yang mau ayah kamu sampai in, hobi nggak harus di jadiin profesi. Beliau pengen kamu buat lebih melihat profesi lain yang kamu minati. Dan kamu akhir nya bisa masuk ke jurusan kebidanan kan?”
“Aku milih itu cuman karena aku suka sama anak kecil. Aku nggak mungkin milih dokter karena nggak bisa sentuh yang bukan mukhrim nya. Maka nya aku milih bidan, yang perlu aku rawat cuman ibu-ibu aja. Maka nya ayah setuju. Kamu kenapa nggak nerusin jadi atlet renang aja, mas?”
“Renang cuman buat hobi. Hobi itu aja kebentuk karena di suruh berenang sama kakek aku, dan aku udah agak bosan sama renang. Rasa nya susah banget buat mempersingkat time renang aku sebelum nya. Terus kakek aku nyaranin buat belajar disini, pilih jurusan yang aku suka”
“Kenapa milih pelatihan olahraga?”
“Biar bisa bantu atlet nanti. Aku juga pengen pelajari olahraga lain, nggak renang melulu”
“Ada niatan buat berhenti berenang?”
Wahyu tertawa. Dia menaruh piring nya di meja yang masih tersisa setengah. “Renang itu hobi aku. Sekalipun aku nggak ikut turnamen, aku balakan tetep renang. Lagian disini ada kolam renang, nggak ada yang perlu aku khawatirin”
“Ah, iya, mas. Ini rumah nya luas loh, bayar sewa nya nggak keberatan? Pasti mahal kan?”
“Aku nabung dari hadiah turnamen. Nggak seberapa, tapi aku nabung dari SMP. Bisa lah kalau buat nyewa rumah. Tabungan juga masih ada beberapa, apalagi bokap sering kirim uang, kata nya jaga-jaga kalau ada sesuatu”
“Bokap?” Wahyu menatap lurus ke depan, Nameera bingung apa yang Wahyu katakan tadi, ada satu kata yang tidak bisa dia mengerti. Wahyu tersenyum, “Ayah”
“Nggak takut sendirian di rumah mas?” Nameera bertanya. Wahyu menggeleng. “Lagian Henry sering kesini buat ngelatih aku, sering nginep juga. Lingkungan disini juga bagus, nggak ada yang perlu di takutin”
“Kamu banyak tanya hari ini” Nameera melirik Wahyu, wajah nya memerah. Dia menoleh ke samping, menatap hiasan magnet yang menempel di kulkas.
“Aku seneng kamu tanya ini itu ke aku” Wahyu tersenyum. Dia masih memperhatikan wajah Nameera dari samping. “Berarti kamu ngebiarin aku buat lebih deket ke kamu”

Bình Luận Sách (24)

  • avatar
    Amiey Liya

    jalan cerita yang menarik

    03/08/2022

      0
  • avatar
    HoolzcBlack

    bagus banget 👌

    3d

      0
  • avatar
    SantosoAditya

    sangat menarik untuk di baca

    09/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất