logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 4.1 Bayangan masa lalu

Ahhh gemess akutuh.  Pengen nyapa kalian dulu yang udah baca sampe sini. Di mana pun kalian berada  Love youu so much pokoknyaa. Makasih banyak udah mau baca Novel abal-abal ini. Yukk follow yukk biar makin akrab sama aku. Di follow yah IG sama Fb nya. (@Ayyana_haoren)
Jangan lupa selalu Vote dan Komen yah all
****
Bonus Foto buat kalian, tiga pemeran dalam Novel ini.
Happy Reading...
Aku lupa tidak memberi tahu Bunda terlebih dahulu sebelumnya. Atas kepulangan ku pagi ini ke bandung. Sepanjang perjalanan tadi aku hanya disibukan dengan menangis dan obrolan bersama Mas Hanif, sampai-sampai lupa mengabari Bunda terlebih dahulu.
Sesampainya di rumah ternyata bunda tidak ada di tempat, dan itu membuatku bingung harus berbuat apa. Satu sisi aku ingin sekali rasanya masuk ke dalam untuk beristirahat dan rebahan. Karena memang aku memiliki kunci candangan rumah ini, di sisi lain ada Mas Hanif yang ikut bersamaku. Tidak mungkin juga aku menyuruh dirinya masuk ke dalam rumah dengan kondisi tidak ada seorang pun di dalamnya.
"Apa kata Bunda, Ca?" tanya Mas Hanif saat melihatku  mengakhiri panggilannya dengan Bunda.
"Bunda ada di rumah Rara, Mas," jawabku. "Apa sebaiknya kita langsung ke rumah Rara aja yah, Mas," sambungku bingung harus berbuat apa.
"Emangnya kamu gak capek, Ca."
Aku pun menghela napas panjang dengan raut wajah yang sedikit kelelahan. "Capek, tapi mau gimana lagi, Mas. Tau sendiri ibu-ibu di sini kalo ngomong itu mulutnya pada pedas. Dulu aja pas Mas Hanif nikahin aku secara mendadak di sangka nikahi orang yang hamil duluan, kan?" Kataku yang membuat mas hanif diam.
Masih ingat jelas dalam bayangan ku. Bagaimana orang-orang komplek sekitaran rumah bergosip dengan begitu semangat akan pernikahan ku yang terbilang mendadak dengan Mas Hanif. Komplek perumahan Cemara, memang terbilang padat, sehingga apapun berita yang ada di tempat itu akan cepat menyebar. Seperti halnya pernikahan ku dengan Mas Hanif.
Pernikahan kami berdua memang terbilang mendadak. Entah apa yang mendorong Mas Hanif menikahi diriku secara mendadak saat itu, ampai-sampai dirinya tidak memberi waktu untuk diriku mengenalnya. Jangankan mengenal dirinya, memberi ku waktu untuk berfikir saja rasanya tidak sempat.
Aku bingung harus menceritakan kisah ku dari mana dengan Mas Hanif. Karena memang aku dan dia awalnya hanya sekedar teman,  tidak mempunyai status spesial sama sekali.
Empat belas pebruari lebih tepatnya. Saat itu aku masih merayakan ulang tahun yang ke dua puluh lima, dengan kekasih ku. Lelaki yang teramat aku cinta dan sayangi. Dia lelaki yang bertahan selama kurang lebih enam tahun. Bukan waktu singkat bisa mengenal lelaki selama itu. Dia lelaki yang baik, penyayang, humoris, dan bertanggung jawab terhadap keluarganya.
Yah, aku jatuh cinta karena kebaikan dirinya. Di hari ulang tahun ku yang ke dua puluh lima dia membawakan ku seikat bunga mawar merah, kue ulang tahun, dan juga handphone keluaran baru. Dia memang terbilang royal kepadaku. Dan itu aku buktikan selama bertahun-tahun. Tapi ada hal yang aku inginkan lebih dari sekedar ucapan dan kado, yaitu keseriusannya. Keseriusan akan cintanya untuk menikahiku.
"Mas ..., Caca mohon, datangi kedua orang tua Caca. Kalo Mas itu benar-benar sayang dan serius sama Caca," kataku yang entah  kesekian kalinya berbicara seperti ini, dan itu mampu  membuat dia kembali terdiam seakan mencerna apa yang aku ucapkan.
Bedanya kali itu aku benar-benar serius akan ucapan ku yang ingin segera dinikahinya.
"Ca ..., Caca tau kalo Mas itu sayang banget sama Caca, tapi mas butuh waktu sebentar lagi. Gimana kalo kita nikah tahun depan kalo Mas udah wisuda?" Usulnya yang membuatku berdecak kesal.
Bagaimana tidak aku kesal dengan ucapannya, bukan satu, dua kali dia beralasan seperti itu. Sudah sering dia membuat alasan dengan kata yang sama. menunggu, dan terus menunggu.
"Mas itu udah sering bilang begitu, dari dua tahun lalu aja bilang begitu. Caca itu butuh kepastian, begitu juga dan Ayah sama Bunda," kataku yang membuat dia kembali terdiam. "Mas. Bunda sama Ayah udah nungguin keseriusan kamu. Dan Rara juga marah-marah terus sama aku karena dia sama pacarnya  pengen cepet nikah. Cowo Rara itu ngajakin nikah akhir tahun ini, masa iya Caca harus di langkahin sama mereka," kataku  memohon dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Bukannya memberi jawaban dia malah berpamitan untuk pergi beralasan memiliki urusan lain, dan itu kesekian kalinya dia menghindari permintaanku untuk di nikahi.
Beberapa bulan kemudian, lebih tepatnya bulan April. Aku di perkenalkan kepada Mas Hanif oleh Rara dan Adit. Disitu awal kami mengenal, banyak hal yang Mas Hanif tanyakan padaku di awal pertemuan kami, termasuk kisah percintaanku yang enam tahun itu, entah kemana tujuannya, karena beberapa bulan terakhir semenjak kejadian ulang tahun ku dia tidak pernah ada kabar, lebih tepatnya belum memiliki titik terang sampai saat ini. Meski berkali-kali aku menghubungi dan mengirimi dia pesan, dia tak kunjung memberi balasan pasti.
Mungkinkah dia benar-benar meninggalkan ku, atau mungkin dia menyerah akan hubungan kami berdua. Entahlah, aku bukan dia yang selalu tau apa yang ada dalam isi hatinya. Belum lagi hubungan ku dengan Ayah sama bunda semakin hari semakin hambar, itu semua karena tidak menuruti mereka untuk segera menikah. Padahal saat itu beberapa lelaki datang ke rumah untuk mengajakku menikah, dan aku selalu menolaknya.
Mungkin saat ini aku bisa di bilang anak durhaka, anak yang selalu membantah kemauan orang tuanya.
Sampailah titik di mana Ayah sakit parah, permintaannya hanya satu, yaitu melihatku segera menikah. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, hatiku semakin hancur dan tersudut saat itu. Rasanya otakku saja berhenti bekerja karena merasa buntu.
Dan sampailah pada saat di mana Mas Hanif yang tiba-tiba datang ke rumah untuk menghadap ke dua orang tuaku. Awalnya aku tidak mengerti atas kedatangannya yang secara tiba-tiba, tentunya tujuan  kedatangan Mas Hanif kali ini tanpa aku ketahui sama sekali sebelumnya.
Yang aku fikir kedatangan Mas Hanif hanya untuk menjenguk Ayah, ternyata dugaan ku salah, melainkan kedatangannya kali ini mempunyai maksud berbeda, yaitu melamar diriku untuk menjadikannya istri Mas Hanif.
"Ya udah kalo gitu biar mas langsung ke rumah Rara aja. Biar kamu bisa mandi dan istirahat," usul Mas Hanif sembari tersenyum.
"Gak enak lah, Mas. Gimana kalo mas Hanif duduk disini dulu, biar Caca ambilkan Mas minuman?" Kataku yang di jawab anggukan singkat olehnya.
“Untung saja depan rumah bunda tersedia tempat duduk, jadi aku tidak harus bersusah payah mengajak Mas Hanif masuk ke dalam rumah," batinku menggumam.
Setelah membuatkan Kopi untuk Mas Hanif aku pun kembali masuk dalam rumah dan bergegas mandi lalu bersiap-siap pergi ke rumah Rara dan Adit.

Bình Luận Sách (495)

  • avatar
    Kty Felydiqa Phi Francis

    cerita nya sangat bagus saya suka first time baca sukaa sangattttt

    19/05/2022

      1
  • avatar
    Florenica Mike

    the best stories 🥰

    05/04/2022

      1
  • avatar
    SetiyawanAlif

    100

    6d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất