logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Part 12

Perlahan tapi pasti, kaki ini kubawa masuk ke dalam gubuk. Meski sudah ada matahari, suasananya tetap saja membuat bulu kuduk berdiri. Sengaja kubiarkan pintu terbuka lebar agar cahaya di luar bisa masuk dan memberikan penerangan di dalam gubuk. Meski sudah ada jendela tempat masuk bola yang ditendang Arsya tadi dengan sekuat tenaganya, tapi jendela itu tertutup tirai dan menghalangi cahaya masuk.
“Bismillah, ya Allah,” gumamku.
Aku mencari bola disekitaran  jendela. Bola itu masuk menembus tirai di jendela, pasti tidak jauh dari tempat itu.
Sambil mencari bola, aku melihat-lihat isi di dalam gubuk.
“Hanya ada barang-barang tak terpakai, kenapa ibu melarang masuk ke dalam gubuk ini ya?”
Di dalam sini, aku melihat perabotan seperti baskom dan piring yang tak terpakai, peralatan berkebun; cangkul, arit, penyiram tanaman dan masih banyak lainnya. Aku tidak menemukan kejanggalan yang lain. Kenapa ibu melarang masuk ke gubuk ini? Apa beliau takut barang-barang ini ada yang hilang? Aku kira barang yang ada di sini bukanlah barang berharga.
“Ah … ngapain aku pikirin. Lebih baik cepat-cepat cari bola itu. Arsya pasti lama menunggu.”
Kususuri setiap sudut ruangan. Aku belum menemukan bola itu. Padahal seharusnya gampang ditemukan. Aku terus mencari sampai ke kolong meja.
Sekejap aku kembali terbayang sosok yang tadi pagi kulihat di cermin kamar mandi. Mendadak badanku merinding.
“Apa sih. Kenapa malah bayangin hal-hal menyeramkan kayak gitu sih! Jadi ketakutan sendiri ‘kan!”
Aku bergumam menyalahkan diri sendiri.
“Oh itu bolanya. Alhamdulillah … ternyata ada di bawah meja itu.”
Aku menemukannya dan segera menghampiri. Namun, di atas meja itu aku melihat kotak yang sangat familiar di ingatanku. Ya, itu kotak berharga milik ibu. Arsya memegangnya saja dibentak oleh beliau. Kenapa ada di sini? Atau mungkin karena ada kotak ini di dalam gubuk sehingga aku dilarang masuk? Sebenarnya apa isinya?
“Ini ‘kan kotak berharga milik ibu. Kenapa malah ada di sini ya? Hmm … aku jadi penasaran pengin tau isinya apa.”
Aku menoleh ke belakang. Tidak ada siapa pun yang melihatku di dalam sini. Mungkin aman jika aku membukanya barang sebentar saja. Rasa penasaranku kian membuncah.
“Isinya apa ya?” perlahan tanganku mulai sibuk dengan kotak itu. Dia tertutup rapat dengan pengait di tutupnya.
Sangat hati-hati, aku membuka pengait tersebut. Agak susah karena pengait itu sangat kuat mengancing penutup dari kotak tersebut. Untungnya tidak digembok oleh ibu.
Setelah berhasil membuka pengait itu, sekarang aku bisa melihat isi di dalamnya. Rasa takutku kalah oleh rasa penasaran, sehingga tanpa ragu untuk membukanya.
“Astaghfirullah … apa ini?”
Aku sangat terkejut saat melihat ada boneka kayu dengan rambut panjang putih tergeletak di dalam kotak tersebut.
“Hihihi ….”
Samar telingaku mendengar tawa menakutkan seperti malam itu. Segera kututup kotak itu dan mengambil bola di kolong meja.
“Hihihi … kenapa kau menggangguku?”
Ada sosok nenek berambut putih, wajahnya penuh luka dihadapanku.
“Astagfirullah! Pergi! Jangan menggangguku!”
Bola sudah ada di tangan dan tanpa pikir panjang aku berlari menuju ke pintu yang masih terbuka sangat lebar.
Brak!
Mendadak pintu itu tertutup sangat kuat. Aku kira tak ada angin kencang yang membuatnya tertutup dengan sendirinya. Jantungku semakin berdebar hebat. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Mengapa sosok itu mendadak muncul disituasi seperti ini?
Aku mencoba sekuat tenaga membuka pintu yang baru saja tertutup rapat. Namun sia-sia, sepertinya ada yang menahan pintu ini sehingga tak bisa kubuka dengan mudah.
“Hihihi … kenapa kau menggangguku?”
Suara dan tawa itu terdengar lagi. Kini jaraknya semakin dekat. Aku tak berani membalikkan badan. Aku takut sudah ada sosok itu di belakangku.
‘Ya Allah … lindungi aku,’ batinku dengan perasaan berkecamuk.
Aku masih mencoba untuk membuka pintu.
“Hihihi … aku akan mengambilnya darimu. Dia milikku.”
Suara itu seolah berbicara kepadaku.
“Yah! Tolong Yah! Buka pintu ini, Yah!”
Rasa takut semakin menyelubungi. Aku menggedor pintu itu dan berharap mas Ubay mendengar teriakanku.
“Yah! Tolong aku, Yah!”
“Hihihi … kau sudah datang ke sini. Akan kuambil milikku ….”
Dari ujung mata aku bisa melihat sosok itu. Jaraknya sangat dekat denganku. Apa semua akan berakhir di sini? Tidak! Aku harus berani menghadapinya. Dia pun makhluk Tuhan sama sepertiku.
“Apa maumu!”
Kukatakan meski tak melihatnya secara langsung.
“Hihihi. Kau yang datang ke sini. Akan kuambil milikku.”
Sosok nenek berambut putih dengan wajah penuh luka itu selalu mengatakan hal yang sama.
“Apa maksudmu! Jangan menggangguku dan keluargaku! Jangan ganggu ibu juga!”
“Hihihi ….”
Tawa sosok itu membuatku semakin merinding dan ingin segera keluar dari situasi ini.
Brak! Bruk! Gedebuk!
Banyak benda berjatuhan. Padahal tak ada angin yang masuk keruangan ini. Mungkin semuanya ulah sosok itu. Aku masih berusaha membuka pintu tak mempedulikan benda apa saja yang telah jatuh.
“Ya Allah, lindungilah aku,” gumamku. “ Yah! Tolong aku, Yah!”
Tak gentar aku mencoba memanggil mas Ubay. Hatiku selalu berdoa agar sosok itu tak bisa menyentuhku.
“Hihihi … keberadaanku di sini karena ulah ibumu. Akan kuambil milikku lagi.”
“Pergi dari sini! Jangan menggangguku!”
Perasaanku semakin tak karuan. Takut bercampur khawatir menjadi satu. Aku hanya ingin keluar dari sini.
“Yah … tolong aku ….”
Rasa putus asa semakin merajai hati. Bulir bening mulai membasahi pipi. Apa sosok itu akan mengambil nyawaku di gubuk ini? Seharusnya aku mematuhi perintah ibu. Aku menyesal tak menuruti perkataan beliau.
“Fira! Kamu di dalam, Nak!”
Baru saja aku menyesali tentang segala perbuatanku, suara ibu mertua terdengar dari balik pintu.
“Iya Bu … tolong Fira, Bu.”
Ada secercah harapan yang datang menghampiriku disaat rasa putus asa kian menguasai pikiran dan perasaanku.
“Tunggu sebentar, Ibu akan mengurusnya.”
Aku mendengar langkah beliau tergesa meninggalkanku.
“Bu! Jangan tinggalkan Fira, Bu!”
Rasa takut sudah tak bisa terkendali saat ibu kembali meninggalkanku di dalam gubuk ini sendiri.
“Bu, maafkan Fira, Bu. Tolong Fira, Bu. Bukakan pintu ini, Bu!”
Air mataku semakin deras membasahi pipi.
“Nda! Apa kamu di dalam?”
Kini aku mendengar suara mas Ubay. Aku kembali menemukan harapan.
“Yah! Tolong Bunda, Yah! Bukakan pintu ini, Yah!”
Saat kucoba untuk membukanya lagi, ternyata pintu itu sudah bisa dibuka kembali.
“Alhamdulillah. Bisa dibuka!”
Kuusap air mata di pipi dan bergegas keluar dari gubuk yang menyeramkan ini. Bola milik Arsya selalu kudekap. Hanya benda itu yang menemaniku di saat diriku merasa sangat ketakutan dan putus asa.
“Ayah, Bunda takut.”
Seketika kudekap mas Ubay. Raut wajahnya terlihat panik.
“Kamu nggak apa-apa, Nda?” tanyanya.
“Aku melihatnya lagi, Yah. Dia menginginkan sesuatu dari kita. Aku takut banget, Yah.”
“Melihat siapa, Nda?”
“Kalau kuceritakan, apa kamu mau mempercayainya, Yah?”
Aku melepas pelukanku.
“Iya, Nda. Coba ceritakan.”
“Fira, kamu sudah nggak apa-apa?”
Ibu datang menghampiri kami. Beliau memotong pembicaraanku dan mas Ubay.
“Alhamdulillah, Bu. Fira sudah bisa keluar dari gubuk itu.”
“Kamu, kalau dibilangin sama Ibu harus nurut dong. Kalau nurut pasti nggak akan terjadi seperti ini. Ibu juga jadi khawatir. Ibu bilang jangan masuk ke gubuk ya dituruti, kalian jangan masuk.”
Ibu memarahiku. Padahal perasaanku masih ketakutan.
“Maafkan Fira, Bu. Fira hanya mengambil bola ini saja.” Aku menunjukkan bola yang kupegang.
“Jangan ulangi lagi!”
“Bu, sebenarnya ada apa ini? Ada apa di dalam gubuk itu?” tanya mas Ubay.
“Kalau kalian masih ingin menginap di sini, turuti semua yang Ibu perintahkan. Atau lebih baik kalian pulang saja. Sana kembali ke rumah. Ibu akan membereskan gubuk ini dulu.”
“Bu, jawab pertanyaanku dulu,” pinta mas Ubay.
“Ayo Yah, kita turuti apa kata ibu saja.”
“Tapi Nda ….”
“Ayo Yah, aku takut.”
Kami kembali ke halaman depan menemui Arsya. Sedangkan ibu masuk ke dalam gubuk itu. Padahal aku sangat trauma masuk ke dalam sana.

Bình Luận Sách (483)

  • avatar
    Ukhty Fi Sabilillah

    Aku kasih bintang 5 ya,soalnya ceritanya sangat mengesankan,seolah olah pembaca pun ikut terjun ke dalam kejadian demi kejadian yang menimpa keluarga bu diyah Sungguh tragisnya,takdir bu diyah menyekutukan Allah. semoga dengan membaca novel ini bisa memberikan pelajaran kepada kita semua. Owh iya,kalau aku boleh tebak.sosok yang dimaksud oleh arsya itu jenglot apa ya?

    30/12/2021

      0
  • avatar
    Sri Sunarti

    bagus bgt

    18d

      0
  • avatar
    PrawiraharjaIgede

    bagus banget ceritanya

    23/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất