logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Peristiwa Menggemparkan

Di sebelah pojok utara aula, ada salah satu pintu yang menghubungkan ke balkon. Crystaline melangkahkan kakinya membelah kerumunan, yang membuatnya harus beberapa kali terpaksa tersenyum pada beberapa orang. Hingga ia benar-benar berada di balkon yang gelap, tembok balkon terbuat dari batu dan dingin, angin malam semilir menerpa kulit putih Crystaline yang saat itu tidak memakai gaun berlengan. Dan ia mendesis dingin sambil memeluk kedua lengannya.
Ia menatap ke bawah, tempat hamparan luas taman kastil, dimana banyak penjaga mondar-mandir. Hawa dingin menyejukkannya, dan suasana yang sepi menenangkannya. Hingga perkataan Kay kembali berdengung di otaknya.
"Dia orang baik, mungkin saja Kay sendiri... atau bahkan entah siapa mencoba berbuat sesuatu yang buruk," gumamnya meyakinkan diri sendiri. "Yah... itu bisa saja. Biasanya banyak orang membenci orang baik,"
"Dan tidak ada orang baik di dunia ini,"
Crystaline terlonjak kaget. Sosok pria tampan berbadan tegap tinggi berdiri di sampingnya. Semilir angin dingin menerbangkan rambut pria itu, dan ia juga menatap pada taman di bawah kastil. Dan jelas, tidak ada pria setampan itu kecuali Carloman Clovis Jullions.
Crystaline tersenyum. "Tidak," ucapnya keras kepala. "Ada orang baik di dunia ini. Walaupun aku mungkin bukan salah satunya."
Carl menoleh. "Siapa misalnya?"
"Kau."
Terdengar suara kekehan kecil. Dia kembali menatap ke taman kastil. "Aku tidak menyalahkanmu. Aku memaklumi anak seumuranmu,"
"Tidak, kau tetap menjadi Daddy Clovis-ku yang terbaik!" jawab Crystaline, berusaha bertahan pada pendapatnya.
"Bisakah kau memanggilku dengan namaku saja?" Crystaline melihat pria itu menatapnya risih dengan sorot matanya yang setajam elang.
"Kenapa?"
Carl menghela napas. "Cukup panggil aku begitu saja, aku tidak mau merasa menjadi pedofil."
"Dan apa itu pedofil?"
Kali ini pandangannya terlihat tidak menyenangkan. "Terlalu banyak bertanya. Balkon tidak baik untuk seorang Lady kecil sepertimu,"
"Oh," celetuk Crystaline setelah tengingat sesuatu. "Aku lupa kenapa kau bisa disini secepat itu,"
"Aku mengikutimu."
"Oh," celetuk Crystaline lagi. Ia menatap penuh arti pada pria di sampingnya. "Kau mengkhawatirkanku?"
"Hanya sedang menunggu kapan kiranya para pemberontak akan menculikmu dan menjual bola mata birumu," ucap Carl sengit kemudian membalikkan punggung dan beranjak pergi.
Crystaline antusias berlarian kecil dan mengikutinya dari belakang. Kemudian ia menggandeng lengan Carl. Sama sekali tidak perduli pria yang ia gandeng merasa risih padanya.
"Terima kasih mau repot-repot mengikutiku!"
Carl tidak menjawab. Aula sudah tidak seramai tadi ketika mereka berdua masuk. Carl membawa Crystaline langsung ke tempat perjamuan makan malam diadakan. Disana sudah rapi tempat makan malam dengan meja panjang lonjong berwarna putih dengan kursi-kursi mewah disekelilingnya. Sebagian besar makanan sudah dihidangkan, piring-piring emas beserta peralatan makan lain sudah tersedia. Beberapa saja belum, seperti minuman masih sedang disediakan oleh beberapa pelayan yang mondar-mandir.
Carl menarik kursi untuk dirinya sendiri dan tidak mau repot-repot mempersilahkan Crystaline. Dan itu membuat bibir tipis gadis delapan tahun itu mengerucut sebal sambil menarik kursi di samping Carl.
"Seharusnya yang duduk di sampingku adalah Liliane," bisik Carl tanpa memandang Crystaline. Tatapan dan badannya tegap ke depan. Dan dia duduk berhadapan dengan Princess Almeideline. Sedangkan Princess Adeline tampak datang ke perjamuan digandeng oleh Axton.
Princess Adeline duduk di samping Axton setelah sebelumnya tersenyum manis pada pria itu sebagai tanda terima kasih, meski Axton tidak tersenyum balik. Tidak lama setelah itu, Liliane datang dan duduk di sisi lain Carl. Di beberapa menit kemudian, King Feredick VII, King William bersama dua istrinya, disusul kedua anaknya Prince Leofric dan adiknya Princess Leona datang ke meja makan.
Banyak sekali yang terhidang di meja. Mulai dari makanan pembuka, hingga hidangan utama tersedia di meja. Rupanya King William ingin membuktikan kemakmuran kerajaannya. Daging hewan buruan seperti rusa berkualitas, babi, dan lain-lain yang sepertinya dibumbui dengan rempah-rempah impor.
Crystaline tidak makan banyak malam itu. Ia hanya meminta salad secukupnya sebagai makanan pembuka, dan menyantap sedikit potongan daging. Dan ia juga tidak terlalu suka hadir di perjamuan. Sejauh ini, ia sudah hadir di perjamuan berkali-kali sejak usianya lima tahun, dan topiknya selalu sama saja. Seperti yang sedang terjadi kali ini. Dan lagi, ia juga tidak menyukai cara Princess Almeideline mencuri pandang ke arah Carl, dan yang membuat Crystaline lebih sebal lagi adalah Carl malah membalasnya dengan seringai tajam yang sepertinya sengaja dibuat-buat.
Di meja makan, mereka membicarakan masalah pemberontak di Calzada de Calatrava dan London lagi. Dan topik ini juga membuat Crystaline muak. Topik ini rupanya bocor ke kalangan semua bangsawan sampai non bangsawan, dan para perempuan ikut-ikutan membahasnya.
"Dan menurut laporan dari kepala pasukan kerajaan saya," ucap Axton ketika mereka sudah separo jalan membicarakan masalah pemberontak tersebut. "Mereka hanya mengincar gadis-gadis muda."
"Aku setuju," ujar Prince Leofric menimpali. "Kira-kira 13 gadis desa hilang lagi di beberapa bulan belakangan ini. Hanya gadis desa, dan sepertinya kaum bangsawan rendahan. Kupikir mereka tidak berani menyentuh para ton."
"Tentu saja, your highness. Saya tidak akan membiarkan itu," Carl menyahut untuk pertama kalinya setelah sejak awal ia hanya menyimak.
King William terkekeh pelan dengan suaranya yang berat. "Kau sudah mengeluarkan banyak dana untuk ini, Clovis."
"Saya bersedia mengeluarkan satu juta pound lagi jika diperlukan," jawab Carl, yang langsung membuat Crystaline terperangah kagum. "Pasukan kerajaan memerlukan lebih banyak senjata lagi, menurut saya."
"Ya, tapi itu juga tergantung pada pemimpinnya, Duke of Gunniberg." komentar Prince Leofric. "Aku mengganti kepala pasukan sebanyak tiga kali tahun ini. Dan aku terpaksa turun tangan langsung ketika mereka sedang berlatih."
"Benar-benar tidak berguna," cibir Prince Leofric pelan setelah mencecar mengeluhkan pasukannya.
"Aku pernah berpikir kenapa kita tidak bekerja sama dalam hal ini," ucap Axton, yang sepertinya menarik perhatian orang-orang di meja makan itu. Terlihat Prince Leofric dan King William saling pandang penuh isyarat.
"Yah—tentu," jawab Prince Leofric pelan. "Kita bicarakan ini nanti setelah perjamuan selesai,"
Telinga Crystaline merasa semakin panas. Tidak ada bedanya perjamuan ini dalam rangka apa. Entah dalam rangka pernikahan atau apapun itu, topiknya selalu sama saja, kecuali mereka tidak mengundang bangsawan pria. Jikalau bangsawan pria tidak diundang sekalipun, pasti topiknya tidak jauh-jauh dari memamerkan harta masing-masing. Topiknya setiap hari selalu seperti ini. Crystaline bahkan sudah muak dipaksa harus menghafalkan muka para bangsawan satu-persatu dan biografinya, sampai cara menyapanya dan bagaimana memulai topik yang baik bersama mereka.
Crystaline melirik ibunya yang sejak tadi diam saja. Crystaline jadi iba, di hari pernikahannya sekalipun Liliane harus menerima kenyataan ini, tidak ada seorangpun rasanya yang membicarakan pernikahannya di meja makan ini, padahal rasanya perjamuan ini untuk pernikahannya dan Carl. Tapi Axton sepertinya memanfaatkan ini agar bisa bekerja sama dengan dengan kerajaan di London. Jangan-jangan pernikahan ini juga atas dasar hal tersebut, agar Axton bisa lebih dekat dengan kerajaan di London. Buktinya saja, Crystaline pernah dengar dari Rosemary bahwa Axton pernah hadir langsung ke pesta season Princess Leona. Hanya saja seorang pangeran lain lebih dulu mendapatkan gadis tersebut. Setelah gagal dengan Princess Leona, Crystaline menduga mungkin menikahkan ibunya dengan Carl pasti sudah direncanakan oleh Axton.
Tapi Crystaline, bagaimanapun tidak bisa membenci paman tersayangnya itu. Axton selalu mencari perlindungan untuknya. Kalaupun ia harus tinggal bersama Carl nanti, ia yakin Axton sudah mempertimbangkannya. Jadi, sekarang ia tiba-tiba yakin, omongan Kay tadi cuma omong kosong belaka.
"Mom," bisik Crystaline pada ibunya. Crystaline melihat ibunya menatapnya lembut.
"Aku ingin pergi dari sini," ucapnya terang-terangan, tapi tetap berbisik-bisik.
Liliane kembali menatap ke meja makan. Kemudian ia berdeham dan menatap sopan pada King William. "Permisi your majesty,"
Mata King William yang keriput menatap Liliane. Tapi tatapan matanya terasa hangat dan menyenangkan.
"Jika Anda mengijinkan, putri saya perlu istirahat setelah aktivitas padatnya hari ini," ucap Liliane sesopan mungkin.
King William tertawa berat lagi. "Ini pestamu, Lily. Kau bisa lakukan apapun. Crystaline sudah kuanggap seperti cucuku,"
"Terima kasih, your majesty," ujar Liliane.
Liliane bangkit dengan sopan diikuti Crystaline. Sekilas ia melihat Axton sepertinya puas mendengar King William menganggapnya seperti cucunya. Tapi Crystaline tidak memedulikan pamannya. Ia mengikuti ibunya keluar ruang makan menuju ke lorong remang yang hanya diterangi cahaya penerangan yang menempel di tembok. Di luar rupanya Rosemary sudah menunggunya.
"Antar dia ke kamar, Rose. Setelah acara ini aku akan menyusul dan bersiap-siap untuk perjalanan menuju Kastil Jullions."
"Baik, your grace," jawab Rosemary sopan.
Untuk pertama kalinya Liliane dipanggil begitu. Sapaan kehormatan "Your grace" masih terasa asing di telinganya. Menyadarkan dirinya bahwa kini, dirinya bukan lagi Viscountess, melainkan seorang Duchess. Duchess Jullions. Ada secercah harapan di batin Liliane, berharap Carl memang pria bangsawan yang bertanggung jawab, setidaknya pada putrinya. Ia tidak mau berharap lebih, tidak masalah jika Carl tidak mencintainya, tapi ia berharap Carl bisa menghargai sosok wanita.
Liliane tersenyum canggung pada Rosemary sambil mengangguk kemudian masuk kembali ke ruang makan, tempat jamuan tersebut.
***
Crystaline berjalan-jalan di lorong-lorong istana, yang sebagian besar remang-remang. Hari pastilah sudah sangat larut, mungkin lewat tengah malam. Crystaline teringat ucapan ibunya bahwa setelah ini ia akan langsung bersiap-siap menempuh perjalanan lagi. Ia tidak tahu dimana tepatnya Kastil Jullions itu, ia bahkan baru tahu Clovis-nya punya kastil. Meski ia yakin tidak sebesar istana ini, tapi pasti sama menyenangkannya. Tapi ia ragu apakah ada perpustakaan sehebat perpustakaan di kamar Clovis-nya yang disini. Maka Crystaline memastuskan berjalan membelok ke lorong yang lain.
"My, lady?" panggil Rosemary ragu-ragu, yang sedang berjalan mengikuti Crystaline di belakang.
"Ya?" jawab Crystaline cuek.
"Apakah Anda tidak salah, ini—"
"Aku lebih tahu banyak darimu," sergah Crystaline cepat. Dari dulu ia tidak suka dibantah, dan Rosemary sepertinya mengerti hal ini. Wanita pengasuh itu tidak membantah lagi dan mengikuti Crystaline patuh.
Crystaline sampai pada kamar tanpa penjagaan, kamar satu-satunya di lorong yang nyaris gelap ini, yang pernah ia datangi sebelumnya.
"My lady, ini bukan kamar Anda," sanggah Rosemary cepat-cepat.
"Memang," jawab Crystaline enteng sambil mencoba membuka pintunya.
"Tidak dikunci!" Crystaline bersorak antusias.
Crystaline membuka pintunya melongok melihat ke dalamnya. Bau mint yang sama seperti dulu, pastilah parfum Carl tertinggal dan menguar ke seluruh kamarnya. Dan bau buku-buku yang khas, terlihat buku-buku berjejeran rapi di rak. Ada satu ranjang yang tidak terlalu besar, ranjang yang sama.
Crystaline masuk diikuti Rosemary yang ragu-ragu, kemudian ia menutup pintunya.
"Jangan khawatir, Rose! Aku sudah pernah datang ke sini!"
"T-tapi my lady—"
"Kubilang jangan khawatir! Ini kamar Clovis."
"Anda yakin ini kamar beliau?" tanya Rosemary takut, dan terlihat ragu. "Kenapa tidak dikunci?"
"Entahlah," jawab Crystaline enteng sambil beralih memilih-milih buku-buku di rak. "Clovis tidak suka dibuntuti dan di atur. Rasanya ia pernah mengatakannya waktu pertama kali kita bertemu. Mungkin dia lupa menguncinya,"
Rosemary, yang masih merasa ragu-ragu dan tidak enak, memutuskan untuk berjaga saja. "Kalau begitu, lebih baik saya menunggu dan berjaga di luar."
"Terserah," jawab Crystaline cuek.
Rosemary meninggalkan Crystaline sendirian di dalam ruangan. Sedangkan ia sendiri keluar ruangan.
Di luar kamar tersebut gelap dan remang. Ini membuat Rosemary semakin ragu dan takut. Bukannya ia takut akan kegelapan, ia sudah terbiasa akan hal itu. Tapi rasanya aneh saja. Meski Duke Jullions bukan anggota kerajaan, tapi dia dekat sekali dengan King William dan putranya, bahkan King William sudah menganggap Duke Jullions sudah seperti putranya. Aneh saja, jika kamar ini dibiarkan tidak dikunci seperti terbengkalai. Minimal mungkin pria itu punya asisten untuk mengatur jadwalnya, dan membantunya bersiap sebelum pesta, jadi kamar ini tidak mungkin terbengkalai seperti ini.
Tiba-tiba terdengar suara langkah sepatu. Di ujung lorong sana, berjalan seorang pria yang entah siapa, wajahnya tidak terlalu kelihatan karena lorong ini gelap dan jarang ada ruangan terpakai kecuali kamar ini. Rosemary tegang ketika pria asing itu mendekat, dan semakin tegang ketika pria itu rupanya berhenti di dekatnya.
"Siapa kau?" tanyanya. Suaranya terdengar tajam dan mengerikan.
"S-saya pengasuh Lady Crystaline," jawab Rosemary gugup. "B-beliau bilang pernah datang ke kamar Duke Jullions,"
"Oh," jawabnya. Pria itu menatap ke belakang Rosemary, ke pintu yang tertutup tidak sempurna dan meninggalkan celah sedikit. Rosemary berjalan mundur, menupi celah pintu.
"Aku Lucan, asisten dan pelayan pribadi dari Duke Carloman," ujar pria itu. Yang membuat Rosemary segera bernapas lega.
"Maaf," ujar Rosemary cepat-cepat. "Lady Crystaline sebenarnya belum izin pada Duke Jullions. Saya tidak punya pilihan lain, Lady Crystaline memaksa,"
"Tidak masalah," pria itu tersenyum. "Boleh aku melihatnya?"
Pria itu melihat Rosemary tampak ragu-ragu. "Aku perlu melaporkan kedatangan seorang Lady di kamar beliau, pada Duke Jullions. Sebagai asistennya..."
"T-tentu," Rosemary dengan gugup membuka pintunya dan membiarkan pria itu masuk.
***
Selang dua jam kemudian, baru perjamuan itu selesai. Carl berjalan cepat menuju kamarnya, Axton terlihat memaksa sekali ia membawa Liliane ikut serta. Akhirnya Carl berjalan diikuti Liliane di sisinya melewati lorong-lorong menuju bagian tersepi di kastil ini, dimana hanya ada satu ruangan yang terpakai disana, yaitu kamarnya. Mereka berdua berjalan dalam diam, Carl terlihat enggan memulai percakapan, begitu juga Liliane yang tampak malu-malu.
Hanya terdengar derap langkah tegap Carl bercampur derap langkah sepatu Liliane yang lembut teratur, selebihnya hening. Liliane melirik Carl disampingnya, ragu-ragu untuk memulai percakapan.
Liliane berdeham, setelah tadinya memberanikan diri dengan susah payah. Tapi Carl tidak menjawab, seperti pura-pura tidak dengar apa-apa.
"Setelah ini kita akan langsung berangkat?" tanya Liliane pelan sekali.
"Tidak sekarang," jawabnya. Dan entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Liliane berlonjak kesenangan. Selama ini pria itu terlihat dingin, hanya berbicara padanya sepatah dua patah kata saja.
"Aku sudah berjanji akan pesta alkohol bersama Leofric. Dan aku menyuruh Delvin dan rekannya ke kamarku, aku ada urusan bersama mereka."
"Kalau begitu kita akan pulang besok pagi?"
"Kita?" ulang Carl. Derap langkahnya terhenti, Liliane juga ikut berhenti. Carl menoleh dan menatap tajam Liliane, yang langsung membuat wanita itu menunduk gugup.
"Kemarin Esmeralda dan Bianqua datang ke pesta, kau akan bisa bergabung dengan kereta mereka. Putrimu akan bergabung satu kereta bersama Flint dan Kay," ucap Carl menjelaskan.
"Dan kau?"
"Aku tidak pulang," jawabnya enteng.
Liliane terlonjak kaget. Ia langsung mengangkat pandangannya menatap mata pria itu yang ternyata sejak tadi menatapnya tajam. "Kau akan kemana?"
"Aku punya banyak sekali urusan, Liliane."
Liliane menatap tak percaya. "Di hari pertama pernikahanmu?"
"Kenapa tidak?" jawab Carl cepat. "Sebelumnya aku telah menikah dua kali sebelum denganmu. Tidak ada salah satu dari mereka berdua yang mencampuri jadwalku!"
"Tapi aku bukan mereka!" sergah Liliane tajam.
"Apa bedanya? Jangan mengancamku menggunakan nama kakakmu, Liliane. Kau memang putri dari King Feredick, tapi apa bedanya?" Carl menyeringai. "Kalian sendiri yang mau aku menikahimu. Kau sudah jadi Duchess-ku, dan terima saja resikonya. Kau beruntung aku menikahimu!"
Sesuatu yang tajam seperti menohok perasaan Liliane. Ia tidak menyangka, sikapnya tidak sebaik wajahnya. Liliane tiba-tiba jadi muak melihat wajah tampannya, ia bahkan menyesal mengakuinya tampan.
Tatapan mata Liliane menajam, ia menaikkan dagunya angkuh. Ia tidak mau kalah. "Tapi aku tidak memintamu menikahiku!"
"Benarkah?" Carl menatapnya, seperti menantang. "Ceraikan saja aku, dan kita lihat, pria mana yang mau menikahi perempuan berskandal sepertimu,"
Mereka berdua masih saling menatap tajam. Apalagi perkataan terakhir Carl sepertinya tepat sasaran dan langsung membuat Liliane mengalihkan pandangannya. Carl merasa puas, dan berharap perempuan itu menangis dan mengadu pada kakaknya. Ia tidak akan keberatan sedikit berdebat dengan Axton. Lagipula, Axton tidak mungkin benar-benar membongkar rahasianya, jika itu terjadi, ia bisa saja menceraikan Liliane dan skandal perempuan itu bertambah. Bahkan nama Axton mungkin akan ikut tercoreng.
Tiba-tiba terdengar suara derap-derap langkah cepat datang pada mereka berdua. Membuat perhatian Carl dan Liliane teralihkan. Tampak Delvin dan seorang pria yang sudah Carl duga adalah rekan Delvin, diikuti oleh Lucan dan Rosemary di belakang mereka.
"Permisi your grace.... " panggil Lucan setengah terenggah.
Terlihat Rosemary dengan mata sembab dan muka cemasnya. Membuat Liliane ikut-ikutan berubah mimik wajah drastis menjadi cemas.
"Ada apa?" tanya Carl pada mereka semua.
"Your grace..." ucap Rosemary setengah terisak. "Tadi... di kamar Anda—"
"Ada apa di kamarku?" sergah Carl penasaran.
"Lady Crystaline... "
"Crystaline?" tanya Liliane terkejut. "Ada apa dengan Crystaline?"
Tapi Rosemary tidak menjawab. Alih-alih menjawab, wanita itu menangis terisak-isak seperti orang kehabisan napas. Dan itu malah membuat Liliane semakin panik seperti kerasukan.
"Katakan padaku, Rose! Kenapa dengan putriku!" tuntut Liliane
Carl menoleh pada Delvin, meminta penjelasan.
"Tadinya aku tidak tahu apa-apa," ujar Delvin, membuat perhatian Liliane langsung tertuju padanya.
"Aku baru berjalan ke kamarmu ketika pesta usai, kudengar dari Lucan, bahwa masih ada perjamuan, maka aku menyusul Judd untuk membawanya kemari," ujar Delvin. Pria di samping Delvin, yang ternyata namanya Judd sedang mengangguk mengiyakan.
"Ketika saya dan Lord Wyner sudah disini," ujar Judd menyambung penjelasan dari Delvin. "Lucan menyambut kami dan mengatakan perjamuan sudah selesai. Maka kami mengikuti perintah Anda menuju kamar Anda. Dan saya melihat wanita ini menangis memanggil meminta bantuan kami,"
Perhatian Carl dan Liliane langsung menoleh pada Rosemary. Pengasuh gemuk itu masih terisak kehabisan napas.
"Rose!" panggil Liliane. Ia menatap tajam wanita gemuk itu..
"You grace... " isak Rosemary. "Saya sedang membawa Lady Crystaline ke kamarnya, tapi beliau memaksa masuk ke kamar His Grace, dan—dan—"
"Dan apa!" tuntut Liliane tidak sabar.
"Tadinya ada Sir Lucan menghampiri kami dan bermaksud melihat Lady Crystaline di dalam. Setelah itu saya tidak tahu apapun, your grace... saya tiba-tiba terbangun di lantai dan menyadari Lady Crystaline sudah tidak ada..."
"Tapi saya tidak pernah datang ke kamar Anda, your grace!" sergah Lucan cepat, takut dirinya dituduh. Ia menatap Carl, berharap dibela. "Saya sudah bekerja pada Anda sejak lama, dan saya tentu mengerti peraturan pertama dari Anda tidak ikut campur jadwal pribadi Anda."
Liliane menangis, meraung histeris. Rosemary maju menenangkannya. "Tapi siapa kalau bukan kau!" bentak Liliane.
"Dia asistenku, Liliane!" ujar Carl tajam. "Aku tahu betul bagaimana dia,"
"Lalu siapa!" raung Liliane lagi. Ia menangis terisak dipeluk oleh Rosemary.
"Bukan dia," geram Carl. "Orang bodoh telah menculiknya,"

Bình Luận Sách (14)

  • avatar
    Elda Angelina Sa'bi

    okee

    07/02/2023

      0
  • avatar
    AmeliaHilda

    krenn

    08/11/2022

      0
  • avatar
    Nana Az

    ujj

    22/10/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất