logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Keutamaan Bersedekah

Pagi itu selesai melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan Dewi dan Aisyah, kuserahkan amplop berisi uang pemberian Pak Rizal kemarin ditambah dengan uang sisa jatah bensin yang sengaja aku kumpulkan.
Dewi awalnya kaget menerima uang yang jumlahnya nyaris 1,8juta tersebut secara tiba-tiba, karena selama ini hasil ngojek seluruhnya aku serahkan padanya dan hanya minta untuk modal bensin saja. Setelah aku jelaskan asal muasal uang tersebut akhirnya Dewi menerima dengan haru, apalagi saat aku bilang uang ini khusus untuk dia belikan perhiasan emas meski tak banyak.
Karena aku harus on time mengantar catering sesuai perjanjian dengan Pak Rizal, jadi biarlah Dewi memilih sendiri perhiasannya sekaligus mengajak anak-anak sekedar refreshing ke pasar dan kebetulan jarak pasar tidaklah jauh dari rumah kami.
Selama menjalankan tugas, sudah terbayang bagaimana cantiknya Dewi memakai perhiasan barunya, selama ini dia hanya memakai perhiasan dari tembaga supaya tidak terlihat kosong katanya.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, datang rezeki lain melalui para customer Pak Rizal yang merasa puas dengan pelayananku dan dengan suka rela memberikan tips yang jumlahnya bisa untuk tambahan uang dapur. Memang Allah selalu membalas kebaikan secara langsung, baru tadi pagi aku mencoba menyenangkan hati istriku namun Allah kembali membalas dengan melancarkan rezeki ku melalui cara lain.
Aku ingat nasihat Papah saat hendak meminta restu untuk menikahi Dewi, tak banyak nasihatnya hanya satu yang selalu aku ingat.
"Kalau mau rezekimu lancar kuncinya satu, bahagiakan istri dan anakmu InsyaAllah nanti Allah balas dengan lancarnya rezeki."
Nasihat itu nyata adanya, dan akan selalu aku ingat.
************
"Assalamu'alaikum Neng, Abang pulang." Aku pulang lebih cepat hari ini, ingin segera melihat istriku memakai perhiasan barunya.
"Wa'alaikum Salam, duduk Bang biar Dewi buatkan kopi dulu." Jawabnya dengan senyum manis terukir diwajahnya yang ayu.
Dia segera bergegas ke dapur, kuperhatikan leher,lengan, tangan dan kuping untuk memeriksa perhiasan apa yang dia beli, tapi tak nampak benda berkilau itu di tubuhnya.
"Kopi nya Bang, sama ini goreng pisang dapat dikasih Buk Romlah, masih hangat."
Segera ku santap kudapan yang sudah Dewi siapkan, dia memperhatikanku dengan seksama dengan senyum manisnya.
"Mana perhiasannya sayang? Kok gak dipakai?"
"Jadi gini Bang, karena katanya harga emas batang itu lagi turun jadi lebih baik kayaknya beli Logam Mulia saja deh buat investasi jangka panjang. Lumayan bang tadi uang yang Abang kasih bisa aku belikan emas LM 1 Gr sama 0,5 gr. Itupun masih ada sisa aku fikir ada baiknya kita coba sedekahkan, tadi Dewi udah belanjakan uangnya buat beli bahan makanan bikin nasi uduk bungkus buat dibagi-bagikan ke yang lebih membutuhkan, kebetulan besok Buk Romlah juga akan bansos bagi-bagi nasi bungkus jadi sekalian saja supaya yang kebagian bisa lebih banyak orang. Abang gak marah kan?"
MasyaAllah istriku ini sungguh selalu berbeda pemikirannya, tapi mau bagaimana lagi itu adalah hak nya mau menggunakan uang itu untuk apa. Dia memiliki prinsip hidup yang konsisten soal rezeki, yaitu
"Didalam rezeki kita juga ada rezeki orang lain."
Dengan prinsip itu berapapun rezeki yang dia punya selalu diselipkan sedikit untuk bersedekah semampunya, sepertinya masih banyak hal yang harus aku pelajari dari istriku.
**********
Pagi ini sesuai rencana, Dewi sudah bersiap membagikan nasi uduk bungkus untuk para pemulung dan orang-orang yang membutuhkan, tentunya dibantu oleh Buk Romlah yang memang sudah sering melakukan kegiatan sosial tersebut sebelumnya. Untungnya Nadifa dan Aisyah tidaklah rewel karena juga ditemani anak sulung Buk Romlah yang sudah besar, aku seperti biasa akan pergi menjalankan tugasku mencari nafkah berbekal semangat 45 berupa kecupan manis dari Dewi.
Selepas mengantar langganan ojek pagi dan pesanan catering biasanya sambil menunggu waktu makan siang aku mencoba kembali menghidupkan aplikasi ojek online, lumayan untuk tambah-tambah uang belanja. Disini temanku jadi bertambah banyak, apalagi setelah mereka tahu aku adalah suami dari Ustadzah Dewi yang mereka kenal guru ngaji anak-anak mereka. Kehidupan disini jauh lebih nyaman dibanding lingkungan kontrakan dulu yang hidup secara masing-masing tanpa mau perduli sekitar, banyak kegiatan gotong royong bahkan ada yang membuat kegiatan bansos ,seperti Buk Romlah yang berbagi nasi bungkus setiap hari Jum'at untuk orang yang membutuhkan.
Matahari sudah sangat terik pertanda waktu Dzuhur sudah dekat, tapi belum ada satu orderan pun yang masuk. Segera kumatikan aplikasi dan memilih untuk segera pulang, tempat nongkrong yang tadinya ramai berangsur kosong setelah satu persatu dari kami bergegas untuk pulang, biasanya kami akan kembali berkumpul setelah makan siang dan sholat Dzuhur. Saat hendak menstarter motorku tiba-tiba saja aku dengar suara seseorang memanggilku, orang tersebut nampak tak asing. Dia yang berada di seberang jalan segera menghampiriku dengan susah payah, badannya yang tambun membuatnya sedikit kepayahan saat harus sedikit berlari.
"Ya Allah, akhirnya ketemuuuuu" katanya seraya memelukku."Ini aku Hardi Man, teman kantormu dulu di PT. TRI PILAR. Pasti lupa ya soalnya aku gemuk banget sekarang." Lanjutnya.
Ya Allah ternyata dia adalah rekan kerjaku dulu, rekan yang sama-sama terkena PHK di perusahaan terakhir tempatku bekerja. Aku tak mengenalinya lagi karena kini badannya tambun disertai dengan tumbuhnya janggut tipis pada wajahnya. Segera kubalas pelukannya, bahagia sekali bisa bertemu dengan kawan lama yang dulu mengalami nasib yang sama. Karena waktu Dzuhur sudah dekat kami memutuskan sholat berjamaah di mesjid terdekat, tak lupa aku mengabari Dewi melalui pesan singkat bahwa aku tak bisa makan siang dirumah.
************
"Kerja apa sekarang Man?" Tanya Hardi membuka percakapan seraya mengunyah bakso favoritnya.
"Semenjak kena PHK aku gak kerja Di, cuma ya banting stir jadi ojek pangkalan dan sekarang jadi ojek online."
"Gak apa Man, itu saja sudah ikhtiar. Maaf ya dulu pas kamu nikahan aku gak bisa hadir, emak dikampung sakit jadi ya balik dulu kesana."
"Iya aku paham kok Di, lagipula hanya acara sederhana. Lalu kamu kerja apa Di?" Tanyaku balik.
"Ya Allah aku sampai lupa, aku sekarang buka usaha online shop Man. Awalnya ikutan temen aja, tapi setelah kumpul modal aku buka sendiri, Alhamdulillah maju pesat Man. Cuma masalahnya nih aku lagi butuh orang buat bagian gudang Man. Terakhir karyawanku nyuri banyak barang daganganku, semua pembukan dia palsu bahkan pas di cek ke gudang berantakan banget barang-barang sampai ada yang rusak gara-gara gak keurus. Aku jadi inget kamu Man ,dulu kamu kompeten banget ngurusin beginian kan? Mau gak kamu kerja sama aku?"
Aku nyaris tersedak saat mendengar tawaran itu, sungguh rencana Allah mempertemukan kami di waktu yang tepat. Tanpa berfikir lagi aku sanggupi ajakan Hardi, tapi aku meminta waktu untuk menyelesaikan terlebih dahulu urusan dengan para langganan ojek dan Hardi pun tak merasa keberatan dengan syaratku tersebut.
Setelah bertukar nomer kami akhirnya berpisah, Hardi menyelipkan amplop putih untuk anak-anak katanya. Meski aku tolak tapi dengan cepat dia memasukan kembali amplop tersebut kedalam kantong celanaku dan segera berlari menjauh menaiki angkot, sungguh rezeki Allah melimpah untuk keluargaku hari ini.
**********
Sesampainya dirumah kusampaikan berita baik ini pada Dewi, tentu saja rasa bahagia membuncah diantara kami. Perlahan tapi pasti Allah membuka pintu rezeki kami sekeluarga, sungguh berdosanya aku yang dulu sempat menyerah dikala Allah menguji kami bahkan sempat su'udzon terhadap Nya.
"Alhamdulillah ya Allah, rezeki anak-anak Bang." Ujar Dewi ketika melihat isi di dalam amplop pemberian Hardi, disana terdapat 5 lembar uang berwarna merah.
Sungguh Allah selalu menepati janjinya, padahal hanya sedikit yang kita sedekahkan, tapi Allah membalas dengan melipat gandakan sebagai bentuk kasih sayang.
"Karena kita sedang ada rezeki berlebih, jadi kita sisihkan dulu ya Bang. Masing-masing 200 ribu untuk Mamah di kampung dan untuk Papah, nah yang 100 ini mau aku sedekahkan untuk Mpok Ela yang habis melahirkan. Karena Dewi juga baru dapat rezeki dari mesjid, jadi uang itu baru buat kita pakai menyenangkan anak-anak. Nanti sore kita jalan-jalan ke wahana bermain ya Bang."
Begitulah istriku, biarkan saja dia yang mengatur semuanya, urusan keuangan rumah adalah wilayah kekuasaannya.
Pada sore hari kami sudah bersiap untuk pergi jalan-jalan, Aisyah minta dibelikan ayam tepung kesukaannya jadi kami putuskan untuk pergi ke restoran cepat saji dulu sebelum ke wahana permainan. Nadifa yang sudah mulai mengerti juga tak ingin kalah memesan makanan yang sama dengan kakaknya meskipun tentulah kesulitan karena giginya baru tumbuh beberapa, melihat keluarga kecilku bahagia hanya dengan hal sederhana seperti ini saja sudah amat membuatku puas, semoga saja Allah memberikanku umur panjang serta rezeki yang berkah untuk bisa terus membahagiakan mereka aamiin.
*********
Diperjalan pulang Aisyah merengek ingin membeli martabak manis, jadi kami putuskan untuk memebeli makanan tersebut. Saat tengah menunggu pesanan kami Aisyah seperti terpaku melihat sesuatu, setelah diselidiki ternyata dia memperhatikan anak-anak penjual tissue di samping ruko tempat kami menunggu pesanan. Hari sudah sangat larut tapi mereka masih berjualan, sungguh perjuangan hidup yang luar biasa.
"Ayah, Aisyah gak jadi makan martabak, kasih aja ke kakak itu." Katanya seraya menunjuk ke arah anak-anak penjual tissue tadi, melihat kami yang memperhatikan mereka anak paling kecil seperti ketakutan dan menggandeng lengan kakaknya. Akupun bergegas menghampiri mereka membawa Aisyah, kuajak mereka untuk ikut menunggu pesanan martabak yang kami pesan.
Ada rasa bangga tersendiri melihat Aisyah yang sedari kecil sudah mempunyai rasa empati yang tinggi,mungkin karena dia mencontoh Mamahnya. Setelah 3 loyang martabak kami siap, 2 loyang lainnya Aisyah berikan kepada mereka, mereka menerimanya dengan sangat bahagia apalagi disaat Dewi menambahkan sedikit uang dan menyuruh mereka segera pulang karena sudah malam.
Saat hendak bergegas melanjutkan perjalan pulang, dari seberang aku melihat sosok Rendi yang tengah memasuki sebuah panti pijat. Untuk apa malam-malam dia datang ke tempat panti pijat? Apalagi jarak rumah mereka sangat jauh dari sini, muncul berbagai pemikiran buruk tapi segera kutepis. Tadinya ingin aku coba memanggilnya, tapi sepertinya dia tengah buru-buru dan langsung masuk ke dalam panti tersebut tanpa menoleh ke kiri maupun kanan. Akhirnya aku putuskan untuk melupakan kejadian barusan dan melanjutkan perjalanan pulang, cuaca malam sangat dingin membuat anak-anak tak nyaman berlama-lama di luar rumah.
Sesampainya dirumah kejadian tadi masih mengganjal di hati, apa yang Rendi lakukan di panti pijat seperti itu? Yang aku tahu tempat seperti itu terkadang ada pelayanan selain pijat biasa, tapi akupun tak mau su'udzon terhadap Rendi yang mungkin saja dia hanya ada keperluan disitu.
Kukirim pesan pada Isnen untuk menanyakan perihal Rendi, biasanya dia selalu tahu kalau itu menyangkut Rosa dan Rendi karena dia lebih sering berinteraksi dengan mereka berdua.
[Dek, Rendi sama Rosa udah balik kerumah?]
Tak lama terdengar notifikasi pesan masuk darinya.
[Sudah Bang, cuma Rosa sekarang lagi nginep di rumah Papah. Rendi ada tugas kantor ke Cipanas katanya, baru besok dia jemput Rosa buat balik ke rumah mereka.]
Deeggghhhh
Ya Allah ada apa ini sebenarnya?

Bình Luận Sách (74)

  • avatar
    WiyonoTri

    bagus bnyk pembelajaran tentang hidup

    17/07

      0
  • avatar
    Nurhikmah

    masya Allah, jatuh cinta dengan novel ini, terimakasih sudah menerbitkan novel seindah ini

    14/07

      0
  • avatar
    WijayaFatmawati

    kesabaran dan ketabahan membuahkan hasil

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất