logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Dibalik Rasa Sayang

FLASH BACK
Masih teringat hari dimana Mamah menghembuskan nafas terakhir, saat itu usiaku sudah 15 tahun dan Isnen 10 tahun. Mamah meninggal karena komplikasi saat melahirkan Rosa, sebenarnya memang kehamilan Mamah sangat beresiko karena mengandung diusia 43 tahunan. jadilah tidak ada yang bisa bidan tersebut lakukan.
Papah memang mendambakan anak perempuan hadir dalam keluarga kecil kami, suatu waktu Mamah memberikan izin untuk Papah berpoligami, tapi tentu usul itu ditolak mentah-mentah oleh Papah. Namun Allah justru mengabulkan do'a Papah disaat usia Mamah sudah tak lagi muda, meski awalnya juga timbul kekhawatiran akan kesehatan Mamah yang pasti sudah tak sehat seperti dulu.
Tibalah saat melahirkan anak ke 3, Mamah begitu kesulitan hingga tak tega aku melihatnya yang terus mengaduh seraya membaca Istigfar dengan pelan. Selama 2 malam dia tidak tidur karena merasakan kontraksi yang amat sangat lambat, bidan yang menangani sudah mulai angkat tangan karena sangat beresiko dan memberikan opsi untuk merujuk Mamah operasi di Rumah Sakit.
Tetapi kehendak Allah sungguh tak terduga, Mamah kembali merasakan kontraksi hebat sesaat sebelum ambulance datang, hanya butuh waktu 10 menit akhirnya lahirlah Rosa. Betapa bahagianya Papah melihat bayi yang lahir adalah anak perempuan dambaannya, Mamah terlihat kepayahan dengan penuh peluh membasahi wajahnya namun rasanya wajah cantiknya malah bertambah saat itu.
Kami bertiga sangat senang dengan kehadiran Rosa yang cantik seperti Mamah, hidungnya mancung dihiasi dengan senyum yang indah, namun kebahagiaan itu tak bertahan lama saat kami sadar Mamah sudah menutup matanya selama-lamanya. Kami yang berfikir Mamah terlelap karena kelelahan amat terkejut saat bidan bilang Mamah telah berpulang, hanya kata-kata terakhirnya padaku sesaat sebelum dia menutup matanya.
"Jagalah adik-adikmu, terutama adik perempuanmu. Mamah bangga sama kamu."
Aku fikir itu hanyalah pujian karena selama ini aku sudah berusaha menjaga Isnen, kini ucapan itu bagai pukulan nyata untukku.
Papah sangat terpuruk kala itu, selama 2 Minggu lamanya tidak tidur nyenyak bahkan makanpun terlewat dan hanya fokus mengurus Rosa kecil yang malang.
Kami menjaga Rosa secara bergilir, saat pagi aku dan Isnen akan pergi ke sekolah dan siangnya kami segera pulang untuk menjaga Rosa. Rosa sudah terbiasa Papah ajak ikut berdagang di pasar sedari bayi, dan siang hingga sore berada dalam asuhan kami.
Tiba saatnya aku lulus di Sekolah Menengah Umum aku berniat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi melalui jalur beasiswa, dan beruntungnya ada 2 Fakultas yang menerimaku sebagai mahasiswanya. Aku mulai mencari pekerjaan sampingan supaya tak memberatkan Papah untuk biaya dan tentunya bisa membantu ekonomi keluarga untuk sekedar membeli susu formula Rosa, beruntungnya jadwal kerjaku fleksibel dan bisa diatur menyesuaikan jadwal untuk kuliah.
Namun suatu hari Papah mengalami kecelakaan hebat saat sedang pergi belanja untuk dagangan esok harinya, kecelakaan tersebut membuat sebelah kaki Papah menjadi sedikit pincang. Dengan berat hati akhirnya lapak tempatnya berdagang harus dijual karena saat itu banyak sekali kebutuhan yang harus terpenuhi, sedangkan Papah selama masa pemulihan tidak berdagang sama sekali.
Tak ingin membuat ekonomi keluarga makin carut marut, kuputuskan untuk lebih fokus terhadap pekerjaan dan mengabaikan beberapa jadwa kuliah yang baru saja aku jalani selama 2 semester. Alhamdulillah dengan hasil kerjaku yang memuaskan Bos tempatku bekerja mengangkat ku menjadi karyawan tetapnya, dan karena aku fikir saat ini uang lebih penting untuk keluargaku terutama Isnen yang masih SMP dan Rosa yang butuh asupan gizi yang baik akhirnya kulepaskan pendidikanku begitu saja.
Awalnya Papah merasa keberatan jika aku harus melepas pendidikanku, tapi aku yakinkan manjalani ini dengan ikhlas dan akan mengambil alih menafkahi keluarga.
Tak terasa kini usiaku sudah 28 tahun, meski Papah sudah sering mendesak agar aku segera menikah tapi kutolak karena Rosa dan Isnen masih butuh biaya pendidikan. Jangankan untuk menikah untuk kebutuhan keluarga saja sudah berat ditambah dengan kondisi papah yang makin sepuh, tujuanku hanya untuk menyekolahkan adikku agar masa depannya lebih baik kelak.
Bermodalkan tekad dan kemauan serta pengalaman, aku bisa bekerja di perusahaan yang cukup besar sebagai kepala gudang. Dengan gaji yang lumayan akhirnya aku bisa menyekolahkan Isnen sampai lulus di Fakultas tempat dia menimba ilmu, bangga bukan main saat melihat dia bisa menyelesaikan pendidikannya meski harus ikut bersusah payah membantu mencari uang tambahan karena tak ingin menyusahkan ku.
Beuntungnya Isnen langsung mendapat pekerjaan setelah tak lama dia lulus, dan tentunya bisa meringankan beban ku. Saat itulah baru aku memikirkan untuk mulai menabung bekal menikah, sedikit demi sedikit aku simpan agar segera terkumpul meskipun sebenarnya calon istri pun aku tak punya.
***********
"Bang, bulan depan Rosa ada study tour ke Borobudur sekaligus bayar untuk acara perpisahan. Totalnya 3 juta bang, sama jajan Rosa gak usah gede-gede cukup 500.000 aja"
Rengek Rosa sore itu, seperti biasa dia akan terus merengek jika keinginannya belum terpenuhi. Jika sudah begini meski kondisi keuangan sedang menipis akhirnya kupakai sebagian tabunganku untuk menikah, dia terlihat sumringah saat menerima uang itu.
Meski Isnen sudah mulai bekerja dan ikut membantu menopang ekonomi keluarga, ternyata masalah lainnya datang saat aku harus terkena PHK dari perusahaan. Sudah sebulan ini aku menganggur dan fokus mencari kembali pekerjaan di usia yang sudah kepala 3, tentulah kalah saing dengan para fresh graduate yang lebih muda juga lebih tinggi pendidikannya hingga akhirnya kuputuskan sementara waktu mencari nafkah melalu ojek pengkolan.
Tabunganku memang sudah cukup untuk bekal menikah, hanya saja aku takut tak ada yang mau dengan seorang tukang ojek sepertiku, ditambah Rosa juga merengek ingin melanjutkan pendidikan ke Fakultas impiannya. Isnen sudah mencoba memberinya pengertian untuk ikut mencari pekerjaan sampingan jika ingin terus sekolah, tapi dia enggan dan beralasan hanya ingin fokus belajar.
Akhirnya kembali ku ikhlaskan seluruh tabunganku untuk biaya kuliahnya, dibantu Isnen untuk biaya sehari-hari dan juga bekal jajannya. Kami berdua bahu membahu memenuhi semua kebutuhan keluarga, hasil ngojek yang tak seberapa tetap aku sisihkan untuk membantu Isnen. Wasiat mamah yang membuatku bertahan seperti sekarang, demi kebahagiaan adik-adikku kurelakan semua masa mudaku untuk mereka.
Sampai tiba saatnya aku bertemu dengan Dewi tanpa sengaja, wajahnya yang lembut menggetarkan jiwa. Sempat menyesali diri yang belum menyiapkan apa-apa untuk mempersuntingnya, untungnya dia tak sedikitpun mempermasalahkan terkait itu semua.
Setelah izin dari orang tuanya yang susah payah kudapat, bermodalkan bantuan dari teman juga kerabat dekat kuberanikan diri melamarnya hanya dengan modal 3juta rupiah beserta seperangkat alat sholat. Tak ada pesta meriah apalagi sampai ada dangdutan seperti orang biasanya, hanya akad nikah sederhana mengundang kerabata dekat saja.
Isnen memberikan uang 1 juta saat itu sebagai bekal kami setelah menikah, akhirnya kami memutuskan untuk mengontrak rumah kecil agar bisa mandiri.
Tentunya setelah menikah semua hasil mengojek aku serahkan pada Dewi, Papah pun memaklumi hal tersebut karena memang tak mungkin aku mengorbankan kebutuhan rumah tanggaku untuk membantu biaya pendidikan Rosa. Sekarang semuanya menjadi tanggung jawab Isnen, meski jujur akupun berat jika melimpahkan semuanya pada Isnen. Rosa yang sudah memasuki semester akhir masih selalu merengek minta uang tambahan, dan disaat aku tolak karena memang tak ada uang dia akan marah dan mengacuhkan ku saat berkunjung kerumah Papah. Isnen dan Papah sudah berkali-kali menasehatinya untuk mencoba mencari uang dengan bekerja freelance, tapi selalu berujung pada perdebatan dan akhirnya hanya menyisakan tangisan Rosa.
Terakhir kalinya dia meneleponku adalah kembali merengek minta uang tambahan untuk sewa baju kebaya untuk acara wisuda, saat itu uang ditangan hanya ada untuk persiapan lahiran anak pertama kami akhirnya kembali aku tolak, tentunya diapun kembali merajuk dan semenjak itu tak pernah meminta uang apapun lagi padaku.
Tak lama setelah hari kelulusannya Rosa membawa Rendi ke rumah beserta dengan keluarga, mereka meminta izin kami sekeluarga untuk memulai kehidupan baru tentu kami ikut bahagia dengan kabar baik ini. Untuk menutupi kekurangan biaya pesta pernikahan sesuai dengan keinginan Rosa akhirnya Isnen mengeluarkan tabungannya untuk menikah, aku jujur tak bisa menambahkan banyak karena memang tak ada tabungan lebih. Bukan aku tak sayang, tapi semua tabunganku sudah habis saat dulu dia memaksa untuk kuliah, dan kalaupun ada aku lebih utamakan untuk Dewi dan Aisyah. Sejak saat itulah Rosa makin terang-terangan mengabaikan ku meski tidak terucap secara langsung. Jika Abangmu ini banyak duit, tak perlu kau minta adikku sayang.
************
"Gimana keadaan Rosa Dek?" Tanyaku pada Isnen setiba di rumah sakit.
"Parah Bang, pendarahan hebat."
" Ini kok bisa pendarahan begini, kemarin masih baik-baik aja kan?"
"Itu lho Bang, Rosa kan emang punya kandungan lemah. Nah dia sama Rendi ini katanya mau jalan-jalan ke rumah saudara Rendi, tapi diperjalanan sempet keserempet motor lain. Ya beginilah Bang jadinya, untung Radit gak ikut. Oh iya, Kak Dewi sama anak-anak ga ikut?"
"Gak Dek, Nadifa rewel agak demam juga emang. Sementara lebih baik Papah gak usah diajak nengok dulu, nanti kalau udah lebih baik baru kamu ajak kesini lagi ya." Isnen mengangguk tanda setuju.
Rendi masih menangis sesenggukan di ujung koridor tempat tunggu, nampak luka lecet pada bagian kaki dan tangan.
"Yang sabar ya Ren, kita do'ain aja semoga Rosa dan janinnya baik-baik aja." Ujarku menenangkan Rendi yang terlihat sangat khawatir, dia hanya mengangguk pelan tanpa menoleh ke arahku. 1 jam berlalu akhirnya Dokter yang menangani Rosa keluar dari ruangan, Rendi langsung menghampirinya seraya sesenggukan.
" Gimana keadaan anak istri saya Dok?" Tanya nya penuh harap.
" Maaf Bapak, kami sudah mencoba menangani sebaik mungkin tapi sepertinya Allah lebih tau apa yg terbaik ....." Belum sempat Dokter tersebut menyelesaikan penjelasannya Rendi yang tak sabaran malah membentaknya kasar seraya menarik kerah baju Dokter muda tersebut.
" BANYAK BASA-BASI KAU! GIMANA KEADAAN ANAK ISTRIKU HAH?!!!!" melihat Rendi yang sudah bertingkah diluar batas aku dan Isnen mencoba menenangkannya, Dokter muda tersebut kaget bukan main mendapat perlakuan tak menyenangkan dari keluarga pasiennya.
" Astagfirullah sabar Pak, maaf saya tidak bisa menyelamatkan anak bapak karena kandungan ibu Rosa masih muda dan pendarahan ini sangat fatal."
Rendi menangis meraung-raung tak terima telah kehilangan calon anaknya, aku dan Isnen juga sangat terpukul tapi apalah daya kami harus menenangkan Rendi saat ini entah bagaimana cara kami nanti menenangkan Rosa saat sudah sadar.
Kupandangi wajah Rosa yang tertidur, ada rasa bersalah dalam hati ini, apakah musibah yang menimpanya adalah karena sumpah serapahku? Jika iya maafkan aku ya Allah, cukuplah sudah dan kasihanilah adikku. Air mata terus mengalir tiada henti, Rendi yang tak sadarkan diri karena kelelahan akibat menangis menambah kesengsaraan kami.
Kulihat Rosa berusaha membuka perlahan mata nya, setelah dia sadar sepenuhnya dia kaget karena malah aku dan Isnen yang ada disampingnya.
"gimana anakku Bang?" Tanya nya dengan suara sendu seraya meraba perutnya, tak ada diantara kami yang berani memberitahukan kabar ini padanya tapi sepertinya dia mengerti arti dari diamnya kami.
Air matanya luruh tak terbendung lagi, aku ikut merasa perih melihat pemandangan menyakitkan seperti ini, rasa bersalah terus menghantuiku seakan semua ini adalah kesalahanku yang telah mengucapkan sumpah serapah pada adikku.
Setelah tangisnya mereda kucoba untuk merangkulnya untuk memberi sedikit semangat.
"Sabar ya Ros, anak itu titipan Allah. Ikhlaskan supaya menjadi ladang pahala untukmu dan Rendi." Isnen ikut mengangguk mendengar nasihatku, Ros yang sedari tadi menangis tiba-tiba melihatku dengan sinis dengan mata yang merah.
"Puas kau Bang? Rasanya cuma Abang yang bahagia disini aku ketiban sial! Abang dan Kakak memang inginnya aku seperti ini kan?!"
Cecar Rosa seraya menepis tanganku yang berusaha memeluknya, berkali-kali kucoba menjelaskannya dan juga meminta maaf atas ucapanku dulu tapi Rosa malah semakin marah tak karuan. Demi kebaikan bersama aku memilih pulang untuk menenangkan diri, Isnen ikut mengantarku karena mertua Rosa sudah datang dan meminta kami sebaiknya pergi.
"Gak usah dipikirin apa yang Rosa bilang Bang, yang penting Abang udah minta maaf masalah yang lalu. Dia aja yang gak sadar kalau tingkah laku dia lebih nyakitin dari apa yang Abang ucapin. Istigfar aja Bang, lebih baik kita pulang aja." Isnen benar, percuma jika terus bicara disaat Rosa tengah terpuruk seperti ini, akhirnya kami pulang dengan perasaan yang menyesakkan dada.
**********
Sesampainya di rumah Dewi tak berani menanyakan apapun setelah melihat ekspresi wajahku, dia hanya mencoba terus melayani kebutuhanku seperti biasa. Lepas makan malam langsung ku baringkan badan ini, lelah rasanya tapi lebih lelah hatiku.
Setelah Aisyah dan Nadifa tertidur, Dewi baru berani menanyakan kabar Rosa, kuceritakan semua kejadian yang menimpaku hari ini dan dia mendengarnya dengan seksama.
"Abang sudah sadar bahwa mengucap sumpah itu salah menurutku udah cukup, masalah Rosa yang terus menyalahkan Abang kita bisa apa? Minta ampun aja sama Allah bang, doakan supaya Rosa terbuka hatinya untuk memaafkan Abang, tentunya Abang sendiri harus berlapang dada memaafkan kesalahan Rosa."
Benar kata Dewi, sekarang baiknya adalah terus intropeksi diri dan meminta ampunan pada Allah. Kubenamkan wajah ini pada pelukan Dewi yang hangat, disinilah tempat ternyaman kedua setelah pelukan almarhumah Mamah yang bisa menenangkan ku.
"Apakah rasa sayangku dan tanggung jawabku sebagai Kakak masih kurang Mah? Maafin Firman yang belum bisa menjalankan wasiat Mamah dengan baik."

Bình Luận Sách (74)

  • avatar
    WiyonoTri

    bagus bnyk pembelajaran tentang hidup

    17/07

      0
  • avatar
    Nurhikmah

    masya Allah, jatuh cinta dengan novel ini, terimakasih sudah menerbitkan novel seindah ini

    14/07

      0
  • avatar
    WijayaFatmawati

    kesabaran dan ketabahan membuahkan hasil

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất