logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Teguran Untuk Rosa

Acara pindahan rumah berjalan lancar meski tidak meriah, kami hanya mengandalkan uang simpanan yang ada untuk sekedar membuat acara syukuran sederhana. Awalnya orang tua Dewi berniat memberikan tambahan uang tapi kami tolak secara halus, lebih baik uang tersebut untuk bekal mereka di kampung selama mengurus Abah dan emak juga memulai bisnis bertani.
Adnan tidak bisa libur terlalu lama dan langsung kembali ke kota tempat dia menimba ilmu, Isnen dan Papah juga hanya sempat menginap semalam saja karena Isnen harus masuk kerja pada esok harinya. Dewi sudah mencoba mengabari Rosa terkait acara syukuran rumah kami, tapi katanya dia tengah sibuk mengawal pembangunan rumahnya jadi tak apalah yang penting kami sudah mengundangnya secara baik-baik.
Di lingkungan baru ini tidak terlalu sulit untuk kami beradaptasi, selagi masih gadis Dewi sudah terkenal di kampung ini sebagai pengajar, jadi kini dia mengambil alih kembali tugas mengajar di mushola dan membuka Les belajar gratis setiap malam hari. Usaha konter pulsa juga kami mulai disini dengan perlengkapan yang sudah lebih lengkap, setiap ada sedikit keuntungan Dewi selalu menambah perlengkapan dagang dan juga saldo sebagai modal awal, Alhamdulillah meski baru berjalan sekitar 1 Minggu omset disini malah lebih banyak daripada di kontrakan dulu.
Aku masih setia menjalani profesiku meski sesekali membantu istriku menjaga konter atau menjaga anak-anak saat dia tengah sibuk mengajar, berbekal koneksi Dewi yang lebih banyak disini aku jadi lebih mudah mencari informasi terkait lowongan kerja. Pekerjaan apapun aku lakukan selagi aku mampu dan halal, malah sekarang aku punya 3 langganan ojek yang dibayar secara bulanan. Alhamdulillah rezeki mengalir terus untuk keluarga kami.
Sebulan sekali kami selalu luangkan waktu 2hari untuk menginap di rumah Papah sekedar melepas rindu dan mengirimkan sembako rutin dan sedikit rezeki, dan 1 hari lain untuk mengunjungi Mbah Surti. Mbah Surti ini janda sepuh yang hidup sendiri, anaknya hanya mas Prapto yang sudah jarang sekali berkunjung. Tak lupa Dewi selalu membawakan buah tangan berupa sembako atau sedikit uang, jika jadwal kami berkunjung Mbah Surti senang bukan main dan selalu menceritakan perihal rasa kesepiannya yang harus berjauhan dengan kami.
Karena kampung halaman mertua ku letaknya lumayan jauh, kami akan berkunjung 2-3 bulan sekali dan menginap agak lama untuk melepas rindu. Aku paling suka suasana desa yang asri, udara segar dan air yang jernih. Apalagi Aisyah yang selalu senang jika diajak ke kebun milik Abah dan emak, Aisyah sampai sulit jika diajak untuk pulang ke rumah karena terlalu senang hidup di desa. Seperti biasa kami selalu menyiapkan sedikit rezeki untuk orang tua Dewi, bahkan sekarang Alhamdulillah bisa juga berbagi pada Abah dan emak, itung-itung untuk uang pegangan mereka jika ingin membeli sesuatu.
**************
Sore itu seperti biasa aku menjaga anak-anak dan konter menggantikan Dewi, pada sore hari Dewi akan pergi ke mesjid untuk mengajar mengaji. Isnen tadi sempat memberi kabar melalui pesan akan berkunjung sepulang bekerja, katanya rindu keponakannya.
Semua anak-anakku sudah cantik dan rapih menantikan kehadiran pamannya, apalagi Aisyah yang sudah gelisah dengan terus menambahkan bedak bayi pada wajahnya yang nyaris putih semua. Tak lama kemudian Isnen nampak dari kejauhan tengah menuju kemari, sontak Aisyah kegirangan sambil terus memanggil pamannya.
"MasyaAllah cantiknya ponakan Om,udah wangi pula."
Ujarnya gemas seraya mencubit halus pipi Aisyah, dikeluarkannya kresek bertuliskan nama minimarket itu dari dalam tas, ada berbagai macam makanan kesukaan Aisyah juga cemilan untuk Nadifa.
"Bawa masuk kedalam ya sayang, Om mau ngobrol dulu sama Ayah. Adeknya diajak ke dalam ya."
Aisyah langsung menuruti perintah pamannya dan mendorong baby Walker Nadifa, tak lupa aku buka beberapa Snack supaya mereka tidak rewel.
"Kemarin Rosa kerumah Papah Bang, katanya Minggu ini dia mau selamatan rumah baru sekaligus syukuran atas kehamilan yang kedua."
"Alhamdulillah akhirnya jadi juga rumahnya, semoga sehat selalu ibu dan anak dalam kandungannya."
Aku ikut bahagia atas kabar baik yang dibawa Isnen, semoga saja setelah sekian lama Rosa berubah sikap padaku. Sudah hampir 10 bulan ini aku tidak menghubungi dan kembali memblokir nomer nya, dan jika sedang rindu biasanya aku menanyakan kabarnya melalui Isnen atau Papah.
"Kata Papah kita berangkat bareng-bareng dari rumah, nanti terserah Abang mau nyumbang apa. Tapi kalau lagi gak ada gak usah memaksakan diri ya Bang, apalagi jika harus berhutang."
Memang di keluargaku pantang untuk berhutang apalagi berurusan dengan Bank atau rentenir, kami lebih memilih hidup seadanya tanpa harus memaksakan kehendak jika belum mampu. Didikan ini aku terapkan dalam keluargaku, meski dulu kami kesulitan sebisa mungkin kami tidak mau berhutang apalagi di warung kecil, takut memberatkan pemilik warung.
"InsyaAllah kami ada rezeki kalau hanya sekedar membantu membeli buah atau kue, bilang Papah gak usah khawatirkan Abang. Doakan Abang supaya dapat pekerjaan yang lebih layak, supaya bisa bantu kamu nafkahin Papah. Kamu mulailah nabung buat masa depan, jangan sampai nanti menyusahkan istrimu dimasa depan seperti Abang."
Kulihat mata Isnen berkaca-kaca, aku sadar dia menahan diri untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan karena berat jika harus meninggalkan Papah. Meski Rosa berkecukupan, tapi selama ini memang dia tidak pernah sengaja memberikan uang pada Papah kecuali makanan jika sedang datang berkunjung. Aku tidak mau adikku mengalami hal serupa jika kelak berkeluarga, melihat kondisi ekonomiku yang mulai membaik aku yakin bisa sedikit meringankan bebannya menafkahi Papah.
"Makasih ya Bang, berkat Abang aku bisa lulus kuliah dan dapat kerja layak. Kalau aja dulu Abang gak jamin pendidikanku mungkin SMA saja aku gak bisa lulus, semoga Abang dan kakak rezekinya lancar supaya kita bisa sama-sama mengurus Papah."
Air matanya luruh membasahi pipi, adik kecilku Isnen yang dulu selalu merengek jika di bully karena telat membayar SPP sekolah, kini tumbuh jadi pria dewasa yang tampan. Aku tak mau membuatnya menjadi sepertiku yang mengorbankan masa muda dan membuat istrinya kelak susah, InsyaAllah aku pasti bisa membantunya kembali menafkahi Pahlawan kami dimasa tuanya.
**********
Sepulang mengajar kusampaikan kabar baik tentang Rosa pada Dewi, betapa senangnya dia mendengar akan adanya anggota keluarga baru yang hadir. Banyak do'a yang dia panjatkan untuk calon anak Rosa dan keluarganya, andai saja Rosa bisa sadar betapa kakak iparnya begitu sayang padanya.
Pada hari yang dijanjikan kami sekeluarga pergi menuju rumah papah dengan menyewa taxi online, membawa beberapa keranjang buah-buahan dan aneka kue. Sengaja kami beli agak banyak supaya Papah dan Isnen tidak perlu membeli hal lain lagi, meski awalnya mereka menolak tapi aku yakinkan mereka bahwa ini permintaan Dewi sendiri.
Ternyata Rasti juga ikut menumpang di mobil yang kami pesan,katanya biar hemat ongkos. Dewi tidak merasa keberatan karena memang masih ada kursi kosong. Sepanjang perjalanan Rasti seperti mengintrogasi Papah dengan pertanyaan seputar rumah baru Rosa, entah maksud dan tujuannya apa tapi untungnya Papah yang sudah hafal dengan sifatnya tidak terlalu menggubris.
"Memang beneran ya pak rumahnya Rosa yang sekarang gak kalah bagus dari yang dulu? Wah aku penasaran bener jadinya, yang dulu aja udah bagus lho. Kira-kira habis berapa ya pembangunannya sampai makan waktu hampir setahunan?" Cecar Rasti dengan jiwa kepo nya, Papah hanya menyahut dengan sekenanya saja. Semoga saja dia tidak membuat rusuh selama acara nanti, bisa berabe nanti.
Setibanya di lokasi kami sempat kaget dengan apa yang kami lihat, rumah yang katanya lebih mewah ternyata hanya 2 rumah yang berdempetan seperti kontrakan pada umumnya. Resti yang melihat itu justru mengeluarkan ekspresi seperti mengejek karena mungkin tak sesuai dengan apa yang Rosa ucapkan padanya, terlihat disana Rosa menyambut kehadiran rombongan kami kecuali aku dan Dewi. Setelah melihat keberadaan kami mukanya langsung tertekuk masam, Isnen dan sopir taxi online menurunkan bawaan kami tak lupa Dewi membayar ongkos dan memberikan uang lebih sebagai tanda terima kasih.
"Ya ampun besan, padahal gak usah repot bawa-bawaan disini juga sudah cukup. Tapi makasih ya." Ujar mertua Rosa berbinar-binar melihat bawaan kami yang banyak.
"Ah ini bukan dari saya dan Isnen, ini dari Dewi dan Firman." Sontak mimik wajah mereka berubah menjadi masam ketika tahu semua itu adalah bawaan kami, Dewi tak menimpali dan hanya berusaha tersenyum. Padahal tadi sebelum berangkat kami sudah wanti-wanti agar Papah tidak menceritakan asal bawaan itu, takutnya nanti mereka menolak jika tahu semua itu kami yang membelikan.
"Oh gitu, yasudah makasih. Mari masuk lihat-lihat dulu. Yang sebelah sini rumah saya dan yang ini rumah Rosa dan Rendi."
Kami tidak ikut melihat-lihat, hanya Resti dan Papah yang mencoba untuk melihat-lihat rumah baru Rosa. Aku dengar Rosa tengah memamerkan barang-barang elektronik dirumahnya pada Rasti,dan seperti biasa Rasti akan sangat mengulik keadaan rumah sampai detil untuk bahan gosip nantinya.
Saat acara syukuran kami mengalah untuk duduk di teras rumah karena memang tempatnya tidak terlalu luas, banyak bisik-bisik para tetangga sekitar yang hadir.
"Kasian banget ya abis-abisan sampe jual rumah mewahnya. Ini kalo sisanya gak segera dibuat rumah mungkin habis gak bersisa." Ujar ibu-ibu di ujung sana.
"Udah ah gak usah nggosip,nanti yang punya rumah denger repot." Jawab Ustadzah yang nantinya akan memimpin acara.
"Bukan gitu lho ustadzah, cuma kok ya ngenes aja meski kondisi udah sulit begini kalau ngomong masih setinggi langit, lah ini aku dengar dari ayahnya anak-anak katanya tambang pasir pak Bedu saja sudah gak operasi kok. Ini saja bisa jadi rumah karena jual 2 truk operasional."
Pak Bedu ini adalah nama Ayah mertua Rosa.
"Sudah ah, ayo mulai saja pengajiannya."
Astagfirullah, apa benar kondisi keluarga Rosa sebenarnya sesulit itu? Maafkan Abang Ros, belum bisa membantumu bahkan sekedar menanyakan kebenarannya saja Abang tak berani takutnya kamu tersinggung.
**********
Setelah acara selesai kami langsung berpamitan, tak ingin berlama-lama karena Aisyah juga sudah rewel tak karuan. Sebelum kami pulang Rosa memberikan bingkisan untuk kami, tapi saat memberikan bingkisan untukku wajahnya ditekuk seraya setengah melempar bingkisan tersebut, untungnya Papah sudah masuk mobil terlebih dahulu, jika tidak bisa perang kembali dia dengan Papah.
"Lain kali gak perlu baik-baikin aku pake bawa-bawaan segala. Aku gak mau punya Budi apa-apa sama kalian!"
Hardiknya seraya pergi meninggalkan kami yang masih diam mematung, Dewi menggenggam tanganku untuk menenangkan diri ini.
"Sudah bang, gak usah di ambil hati. Pulangnya kita mampir rumah Mbah Surti dan kita bagikan bingkisan ini ke tetangga kita yang dulu, apalagi katanya kak Risa baru melahirkan. Istigfar ya sayang, mungkin memang kita ada salah sama Rosa. Suatu saat hatinya pasti luluh kalau kita terus sabar."
Astagfirullah, kembali terucap dalam hati. Benar kata istri ku, kita hanya manusia biasa dan mungkin saja melakukan kesalahan tanpa disengaja, mungkin saja benar kami melakukan kesalahan yang membuat Rosa dan keluarganya membenci kami seperti ini.
********
Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah, Dewi seperti biasa sibuk menyiapkan sarapan untuk kami. Aisyah juga sudah kami biasakan bangun di pagi hari untuk ikut melaksanakan sholat subuh dan membantu Dewi di dapur meski sebenarnya hanya bantu membuat dapur berantakan.
Dewi membiasakan Aisyah untuk belajar mandiri sedini mungkin, dan Alhamdulillah Aisyah meski diusianya yang baru menginjak 6 tahun sudah terbiasa membantu beres-beres rumah bahkan membantu memasak. Kesederhanaan ini yang membuatku makin bersyukur atas apa yang Allah beri, semoga Allah selalu lindungi dan berkahi kami sekeluarga aamiin.
Hari ini aku dipanggil pak Rizal untuk ke rumahnya setelah mengantar 3 orang langganan ojek, katanya minta tolong antarkan pesanan catering langganannya, dia menyuruhku menggantikan sementara Pak Anton yang tengah cuti pulang kampung.
Aku amat senang meski ini hanya pekerjaan sementara, tapi patut disyukuri karena dengan begitu aku memiliki tambahan penghasilan. Aku sengaja tak memberitahukan pada Dewi karena ingin membelikan cincin emas pada Dewi, sedari awal menikah belum pernah aku membelikan emas untuknya bahkan mahar pun dia hanya minta uang sebesar 100.000,- yang kemudian dia sedekahkan kembali.
Semoga Allah lancarkan niat baikku, Aamiin.
************
"Ini saya bayar upah Bang Firman di muka ya, seminggu ini tolong on time ya bang." Ujar pak Rizal seraya menyerahkan uang dalam amplop.
Saat diperjalanan pulang sengaja aku buka untuk melihat jumlahnya dan betapa terkejutnya melihat lembaran uang merah sebanyak 8 lembar. Sepertinya jika di tambah sedikit lagi bisa membeli 2gram cincin, bayangan Dewi yang tengah memakai cincin pemberianku sudah terbayang jelas, kembali aku mengucap Alhamdulillah menerima rezeki yang ku terima hari ini.
Pada sore hari sebelum Ashar aku kembali untuk mengambil alih tugas menjaga anak-anak dan konter selama Dewi mengajar, biarlah esok aku ajak Dewi ke toko emas untuk memilih sendiri cincin supaya sesuai dengan seleranya.
Drrrtttt, Drrrrrtttt, Drrrttttt
Handphoneku bergetar, ada panggilan masuk dari Isnen. Belum sempat aku angkat sudah dimatikan, terlihat jumlah missed call dari Isnen sebanyak 23 kali. Aku memang jarang memegang handphone jika sedang menjaga anak-anak, kucoba telepon balik takutnya Isnen mengabari hal penting.
"Assalamu'alaikum Dek, ada apa?"
"Wa'alaikum salam Bang, Bang Rosa pendarahan. Ke Rumah Sakit Bhakti Asih sekarang Bang, kamar dan ruangannya nanti aku kirim pesan ke Abang."
Innalilahi wa innailaihi Raji'un, secepat kilat aku telepon Dewi untuk segera pulang dan menjenguk Rosa.
Semoga kamu baik-baik saja Ros, tunggulah Abang.

Bình Luận Sách (74)

  • avatar
    WiyonoTri

    bagus bnyk pembelajaran tentang hidup

    17/07

      0
  • avatar
    Nurhikmah

    masya Allah, jatuh cinta dengan novel ini, terimakasih sudah menerbitkan novel seindah ini

    14/07

      0
  • avatar
    WijayaFatmawati

    kesabaran dan ketabahan membuahkan hasil

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất