logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Syukuri Rezeki Dari Allah

Setelah memutuskan untuk menghindari kontak dengan Rosa beberapa bulan lalu, Alhamdulillah banyak ketenangan yang kami rasakan, meski masih saja ada orang yang menyampaikan bagaimana Rosa menyebarkan fitnah tentang kami.
Usaha pulsa Dewi juga semakin menghasilkan setiap bulannya, malah bisa untuk ditabung dan berbagi rezeki pada Papah dan orang tuanya. Dewi masih dengan segala kesibukan mengajar ngaji dan les gratisnya, ditambah dengan Aisyah yang kini masuk PAUD.
Aku masih setia dengan profesiku mengojek meski hasilnya terkadang tidak banyak yang penting kewajiban ku mencari nafkah sudah dilakukan, tapi tetap dalam setiap do'a terselip keinginanku menemukan pekerjaan yang lebih layak.
Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan sahabatku Fauzi, kebetulan rumahnya tidak jauh dengan rumah Mertua Rosa. Banyak sekali dia menyampaikan kabar tentang adikku dan keluarga mertuanya. Katanya beberapa bulan lalu ayah mertuanya baru saja kena tipu rekan bisnis tambang pasirnya, dan sekarang tengah berusaha menjual rumah besar tempat mereka sekeluarga tinggal. Dalam hati ada rasa kepuasan sendiri tapi kembali kutekan rasa itu dengan Istigfar, bagaimanapun Rosa adalah adikku.
Isnen tak pernah mau menceritakan masalah terkait Rosa padaku karena menghargai perasaanku, tapi entah kenapa disaat seperti ini aku juga merasa tidak tega jika harus pura-pura diam saja saat tahu adikku mengalami masalah rumit.
Saat malam hari, aku ceritakan kabar tersebut pada Dewi sekaligus meminta pendapatnya tentang rasa galau yang tengah melanda.
"Innalilahi wainna ilaihi Raji'un, semoga mereka diberi rezeki lain sebagai penggantinya ya Bang. Kalau aku sih terserah Abang, mau coba menghubungi Rosa atau tidak. Kalau Abang sanggup ikhlas dengan masa lalu, maka memang lebih bijak kita menanyakan kabarnya sebagai bentuk simpati kita pada saudara."
Setelah aku fikir kembali memang lebih baik aku coba menanyakan kabar Rosa, tak baik jika terus memutus silaturahmi, biarlah aku mengalah sebagai kakaknya.
Ku buka kembali blokiran nomer telepon Rosa, tampak berderet status Rosa di aplikasi hijau yang memamerkan saldo rekening serta foto beberapa emas baru yang dia beli, tentunya dengan caption ala kekinian.
Melihat statusnya kembali ku urungkan niatku, sepertinya melihat status yang dia post nampak tak ada masalah berarti, yang ada jika kupaksakan mengirim pesan mungkin saja dia akan berfikir aku mengolok-olok kemalangan mertuanya.
Mungkin saat ini, diam adalah pilihan terbaik.
***********
Bulan Ramadhan tahun ini sungguh banyak sekali perubahan, dari usaha pulsa yang omsetnya semakin bagus, serta anak-anak yang diberi kesehatan serta tumbuh kembang yang baik. Ramadhan kali ini Dewi lebih sibuk dari biasanya, selain mengajar mengaji anak-anak, kini diapun dimintai tolong mengajar ngaji Al-Qur'an untuk ibu-ibu majlis. Tak ada bayaran yang dipatok Dewi dalam mengajar, katanya supaya ilmunya bermanfaat dan jadi ladang pahala.
Padahal jika dia mau, bisa saja memberi tarif setiap les belajar, tapi katanya ilmunya untuk sedekah supaya berkah jadi biarlah itu menjadi pilihannya.
*********
Menjelang hari raya idul Fitri, biasanya kami berkumpul di rumah Papah. Meski tahun ini pastilah sedikit berbeda karena aku tengah memiliki masalah dengan Rosa, tapi mari kesampingkan dulu ego masing-masing. Dewi sudah menyiapkan baju hari raya serta bingkisan lebaran untuk Papah, tak lupa semur ayam kesukaan Papah.
"Kalau disana Rosa ngomong macem-macem lagi, gak usah diladeni ya Bang, biar aja. Gak baik mengotori hari raya dengan hati yang kotor." Pesan Dewi sebelum kami berangkat.
Sesampainya dirumah Papah, Aisyah dan Nadifa langsung memeluk kakeknya mungkin sudah rindu karena satu bulan ini kami tak berkunjung. Rosa dan suaminya juga sudah terlebih dahulu datang, kulihat keponakanku Radit kini sudah semakin besar, jarak usianya dengan Nadifa hanya terpaut 1 tahun saja.
"Radit sudah besar ya, sini Uwak pangku."
Ucapku seraya mencoba menggendong Radit yang tengah asyik bermain dengan robot-robotannya, belum sempat aku menggendongnya Rosa menarik Radit dengan paksa.
"Cuci tangan dulu Bang, kan kotor abis dari luar!"
Ujarnya ketus seraya membersihkan tangan Radit menggunakan tissue basah, padahal menyentuh Radit saja belum aku lakukan.
Langsung ku urungkan niatku menggendong Radit, ada rasa kecewa di hati melihat Rosa yang belum berubah padahal aku sudah berusaha tak mengungkit masalah yang dulu-dulu.
Ditengah asyik bersenda gurau bersama, tiba-tiba Rasti datang. Dia ini adalah teman dekat Rosa sedari kecil, biasanya jika Rosa tengah berkunjung mereka akan asyik bergosip atau sekedar ngobrol masalah rumah tangga masing-masing.
Mereka berdua bergegas pergi ke teras rumah untuk mengobrol, pada akhirnya Radit dititipkan padaku yang katanya tangannya kotor. Rendi seperti biasa ambil posisi wenak dengan berselonjor ria di kamar tamu tanpa memikirkan Radit yang masih merengek minta diajak bermain.
"Katanya papah mertuamu kena tipu ya Ros?" Rasti membuka obrolan dengan nada keponya.
"Iya bener, tapi gak ngaruh apa-apa kok ras. Lagian uang segitu mah ya masih gak sebanding sama tabungannya papah mertua, lagian aku tuh gak bergantung sama harta mertua kok. Kan suamiku masih kerja di perusahaan gede."
Aku yang mendengar penjelasan Rosa agak sedikit tenang, ternyata kekhawatiran ku terlalu berlebihan. Mana mungkin hanya karena tertipu beberapa ratus juta bisa membuat mereka langsung susah? Alhamdulillah keadaanya tidak separah dalam bayanganku.
"Tapi kok sampai mau jual rumah sih Ros? Sayang lah rumah mertuamu mewah begitu. Aku fikir saking bangkrutnya kali hehehe." Cela Rasti sambil terkekeh, aku yakin memang tujuannya berkunjung hanya untuk mencari bahan gosip terkait Rosa. Hanya saja Rosa yang tidak peka dan tetap menganggapnya teman dan tanpa ragu selalu menceritakan banyak hal pada Rasti.
"Ya ampun shaaayy, jual rumah bukan berarti bangkrut kali. Itu lho mertuaku mau jual dan bagi ke anak-anaknya. Jadi kan dia punya tanah kosong, niatnya setelah dibagi-bagikan hasil penjualan rumah sisanya bakal dibuat rumah baru yang lebih mewah. Malah aku sama Bang Rendi udah dikasih jatah tanahnya buat bikin rumah sendiri, rumah tangga tuh ya harus ada kemajuan biar gak nyampur mertua apalagi ngontrak Mulu."
Jlebbbb rasanya omongan Rosa begitu menghantam ku, aku berfikir pasti Dewi juga memiliki impian punya rumah sendiri. Selama 7 tahun kami berumah tangga rasanya memang hanya jalan di tempat, bahkan di kontrakan pun tak ada barang berharga, hanya ada kasur busa tipis, alat masak sederhana dan TV tabung 14 inch sebagai hiburan kami sekeluarga.
Seketika rasa bersalah menyeruak di dalam dada, tak ada sedikitpun pemberianku yang mewah kepada Dewi, jangankan membuatkan dia rumah bahkan sekedar memfasilitasi rumah untuk kenyamanannya saja aku tak bisa. Kontrakan yang kami sewa juga jauh dari kata layak, hanya sepetak kamar dengan dapur kecil dan kamar mandi yang menyatu jadi satu. Meski Dewi tak pernah sekalipun mengeluh dengan apa yang ku beri, tapi aku akan berusaha lebih giat lagi memberikan yang terbaik untuknya dan anak-anak.
*********
Takbir hari raya berkumandang menggema disegala penjuru, setelah pulang menunaikan sholat Ied, seperti biasa kami melaksanakan acara saling memaafkan. Meski saat bersalaman denganku dan Dewi tak ada kata maaf dari Rosa dan Rendi, kami tetap memaafkan mereka dalam hati dan tetap mengucapkan kata maaf jika tanpa sengaja kami melakukan kesalahan.
Acara berkeliling kerumah sanak saudara juga kami lakukan setelah selesai pergi ke makam Almarhumah mamah, Aisyah begitu senang dapat banyak uang lebaran dari saudara-saudaraku. Masih dengan sikap sombongnya, Rosa dan Rendi sibuk pamer dengan rencana pembangunan rumah mereka dan pamer perhiasan baru Rosa. Kulihat Dewi hanya tersenyum mendengar cerita Rosa di setiap rumah saudara yang kami singgahi, tak ada raut wajah iri ataupun marah pada wajahnya.
*************
"Neng, apa kamu gak iri sama Rosa?"
Akhirnya kuberanikan menanyakan hal ini pada Dewi, itupun harus menunggu saat kami sampai di kontrakan.
Mendengar pertanyaan itu Dewi hanya tersenyum sambil menggenggam tanganku.
"Kenapa Abang fikir Dewi harus iri? Dewi malah senang jika memang saudara kita hidup bahagia. Aku tahu apa yang Abang fikirkan, gak usah membandingkan kehidupan rumah tangga kita dengan orang lain, yang ada nanti cuma menimbulkan rasa iri dengki. Kita jalani aja semampu kita Bang."
Alhamdulillah Wasyukurillah, ternyata kekhawatiran ku sungguh sia-sia. Kenapa bisa-bisanya malah aku yang terbawa perasaan iri melihat kebahagiaan adikku? Padahal Dewi saja tidak mempermasalahkan kehidupan rumah tangga kami. Maha baik Allah yang selalu memberikan pengingat untukku melalui Dewi.
************
Biasanya pada hari raya ke 4, kami sekeluarga berkumpul dirumah orang tua Dewi. Dewi hanya mempunyai Satu adik kandung laki-laki yang kini tengah menjalani pendidikan di luar kota.
Suasana hari raya dirumah orang tua Dewi tidak seramai dirumah Papah, karena kedua orang tua Dewi adalah perantau jadi kami hanya merayakan dengan keluarga inti saja. Kehangatan lebih terasa disini, meski awalnya mamah mertua kurang menyetujui pernikahan kami tapi melihat kegigihan ku dalam menafkahi anaknya meskipun dari ladang mengojek akhirnya mamah menyayangiku seperti anaknya sendiri.
"Dewi, Adnan juga Firman, sebenarnya Ayah dan Mamah mau menyampaikan sesuatu."
Ayah mertua ku membuka percakapan ditengah kumpulnya keluarga, tentu saja suasana tiba-tiba berubah serius.
"Sepertinya Ayah dan Mamah harus kembali ke kampung halaman, disana abah dan emak kalian sudah tidak ada yang mengurus. Karena kami pikir sayang kalau rumah ini kosong, tapi juga sayang kalau harus dijual makanya ayah dan mamah sepakat akan memberikan rumah itu pada Dewi dan Firman. Dan untuk Adnan kami juga siapkan rumah mamah di kampung yang sudah di renovasi ayah bulan lalu."
Aku kaget bukan main, meski memang rumah mertua ku tidak besar tapi rumah ini sudah lebih dari cukup untuk keluargaku. Rezeki tak terduga yang kembali Allah beri kepada keluarga kami melalui orang tua, Dewi menitikan air mata tanda bahagia juga terharu atas kebaikan orang tuanya sambil terus mengucap syukur tiada henti. Adnan juga nampakanya tak keberatan dengan keputusan mertua ku, sebelumnya aku tidak pernah tahu bahwa rumah yang ditinggali oleh mertua adalah rumah pribadi.
Memang selama menikah dengan Dewi kami tidak pernah membahas perihal harta orang tua masing-masing, karena memang sedari awal ingin berusaha tak mengharapkan pemberian orang tua kami.
Akhirnya setelah urusan dengan notaris terkait balik nama surat rumah sudah rampung, kami kembali ke kontrakan untuk mulai mengemasi barang-barang.
Papah dan Isnen yang mendengar kabar ini juga ikut senang, tak lupa Isnen juga menawarkan diri membantu persiapan pindahan rumah kami dengan menyiapkan mobil pick up dari kantor tempatnya bekerja. Memang Allah maha pemurah, rezeki bisa datang dari berbagai cara asal kita yakin.
Beberapa hari ini aku off bid alias tidak narik ojek sementara, aku ingin membantu Dewi mengemasi barang-barang kami. Tak tega rasanya jika harus membiarkan dia yang sudah lelah mengurus anak-anak juga harus lelah dengan pekerjaan lainnya. Semua sudah siap di angkut terkecuali kasur yang tengah ditiduri istri dan anakku.
Kucoba membuka aplikasi hijau untuk mengecek ada pesan penting atau tidak selama data aku matikan, aku tak pernah menghidupkan data jika sedang dirumah supaya kuota tidak boros untuk hal tidak penting. Ketika asyik membaca status kawan seperjuangan yang membagikan cerita mereka di jalanan saat mencari nafkah, pandanganku tertahan saat kulihat status terbaru dari Rosa.
[Ya gitu deh orang iri mah, gak mau kesaing banget pake ikut pindahan rumah. Dapet rumah warisan aja belagu , liat aja nanti rumah siapa yang paling bagus. Aku bangga dong bisa bangun rumah dengan hasil kerja keras my lovely hubby, gak kaya situ yang modal melas sama mertua.]
Astagfirullah ya Allah, jika tujuan status itu untukku maka aku harap Rosa sadar betapa aku sayang padanya dan sudah tidak ada benci setelah aku bertekad untuk lebih memaklumi sikapnya, aku harap dia kembali membuka hatinya untukku supaya bisa rukun seperti dulu. Tapi jika status itu bukan untukku, maka aku hanya bisa memohon ampun padamu ya Allah karena sudah su'udzon terhadap Rosa.

Bình Luận Sách (74)

  • avatar
    WiyonoTri

    bagus bnyk pembelajaran tentang hidup

    17/07

      0
  • avatar
    Nurhikmah

    masya Allah, jatuh cinta dengan novel ini, terimakasih sudah menerbitkan novel seindah ini

    14/07

      0
  • avatar
    WijayaFatmawati

    kesabaran dan ketabahan membuahkan hasil

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất