logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Fitnah

Alhamdulillah penghasilan dari tarikan ojek 2 bulan terakhir ini sangat melimpah, bahkan bisa untuk sedikit berbagi dengan Papah dan sedikit sedekah pada tetangga kami Mbah Surti. Sekarangpun Dewi mulai usaha jualan pulsa kecil-kecilan bermodalkan handphone jadul bekas yang kami beli seharga 60.000, katanya itung-itung mengisi waktu luang dan memang di wilayah kontrakan masih belum ada penjual pulsa terdekat.
Tak henti-hentinya aku dan Dewi selalu memanjatkan rasa syukur atas rezeki yang terus mengalir, tak bosan Dewi terus mengingatkanku untuk bersedekah meskipun tak seberapa, katanya untuk terus memancing pintu rezeki lainnya.
Profesi ojol ini bisa dibilang musiman, saat sedang bagus memang hasil yang di dapat juga lebih dari cukup untuk keluarga, tapi disaat sedang jelek dapat 1 tarikan saja susahnya minta ampun. Bukan tak ingin melamar pekerjaan seperti dulu, tapi usiaku yang sudah mencapai 40 tahun bukanlah usia produktif untuk perusahaan, ingin usahapun bingung modal dari mana makanya profesi ini terus aku jalani.
Dulu disaat masa produktif ku, tak pernah aku menganggur lebih dari satu bulan. Pekerjaan terakhirku adalah seorang kepala gudang salah satu perusahaan lumayan ternama, jika di ingat kembali dimasa-masa jaya dulu hanya keluargaku lah yang menikmati semua hasilnya. Makanya aku sering merasa sedih belum bisa memberikan kebahagiaan untuk Dewi sedari awal menikah, meski Dewi tetaplah Dewi , jika aku membahas ini dia hanya terus menguatkan dengan segala kasih sayangnya.
"Bang, tak baik lho berandai-andai. Nanti malah menumbuhkan sifat su'udzon sama Allah, insyaAllah aku ikhlas jalani semua sama Abang jadi gak perlu di ingat kembali hal yang sudah lewat."
Lagi dan lagi Dewi terus membuatku malu pada diri sendiri, bagaimana bisa dia sebijak ini meski usianya yang masih sangat muda. Kami menikah dengan usia terpaut 12 tahun , awalnya tak punya muka aku bahkan untuk sekedar mengajak kenalan, tapi siapa sangka lamaranku yang tiba-tiba langsung diterimanya meski orang tua Dewi sempat keberatan akan profesiku.
Saat itu Dewi adalah seorang pengajar honorer di sebuah sekolah dasar tempat langganan ojek, disanalah awal mula aku berkenalan dengan Dewi yang tengah menemani anak yang biasa aku antar jemput. Sifatnya yg lemah lembut serta dirinya yang mudah senyum membuat getaran hebat di dada ini, sejak itu namanya selalu aku selipkan dalam do'a ku yang mengharapkan bisa berjodoh dengannya dan Alhamdulillah Allah qobul segala hajatku untuk bisa meminangnya.
Setelah kelahiran Aisyah, Dewi memutuskan untuk berhenti mengajar, akupun maklum karena memang mencari nafkah adalah harga diriku serta tugasku sebagai suami. Semenjak itu Dewi mengganti kesibukan dengan mengajar mengaji dan les gratis di mushola dekat kontrakan, tak pernah dia memasang tarif sehingga banyak antusiasme dari tetangga sekitar untuk memboyong anak-anak mereka belajar pada Dewi .
Alhamdulillah berkat itu pula saat hendak melahirkan Nadifa kami menerima banyak sumbangan dari warga sekitar untuk biaya bersalin, saat melahirkan Nadifa kami tidak ada pegangan uang sama sekali karena 2 Minggu sebelumnya sudah Dewi kirimkan pada ibunya dikampung yang tengah sakit. Maha baik Allah yang menggantinya dengan jumlah yang lebih melimpah melalui kebaikan para tetangga dan pemilik mushola , makin merasa bersyukur aku memilikimu.
**********
"Bang, tadi Isnen telepon ke nomer neng. Katanya kita disuruh ke rumah sakit Bhakti kasih."
"Lho? Siapa yang sakit neng?"
Aku cek handphoneku dan benar disana sudah banyak pesan masuk dari Isnen, memang jika sudah selesai narik biasanya data akan aku matikan untuk menghemat kuota.
"Suaminya Rosa bang, kecelakaan."
Entahlah apa yang aku rasa saat ini, sebagai manusia biasa yang memiliki rasa dendam tentulah ada rasa senang tapi segera kutepis dengan Istigfar dalam hati.
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un." Hanya kata itu yang bisa terucap, Dewi menatapku lekat seakan ingin memastikan sesuatu.
"Hilangkan rasa bencimu Bang, lupakanlah dulu masa lalu."
Begitulah pesannya, seakan bisa membaca isi hatiku.
"InsyaAllah Abang coba ikhlas, besok siang lepas Abang ngojek kita ke rumah sakit ya."
Senyum manis terlukis diwajah Dewi menyiratkan kelegaan terhadap sikapku, meski aku memang tak bisa bohongi perasaan sendiri bahwa rasa sakit hati itu masih ada.
"Oh iya Bang, tadi mamahnya Keysha kirim mangga hasil panen pohonannya, ada mungkin 6 kilo lebih. Tadi sebagian aku bagikan ke Mbah Surti dan mbak Narti yang lagi ngidam mangga manis katanya. Nah sisanya masih banyak, nanti aku kupaskan spesial buat Abang dan sisanya kita bawa buat jenguk Rendi ya bang."
Langsung aku anggukan kepala tanda setuju, aku senang melihat Dewi yang tersenyum bahagia dengan hal kecil seperti ini. Semoga kelak aku bisa membahagiakanmu lebih dari ini sayang, teruslah bersamaku sebagai sumber kekuatan untukku.
**********
Sesampainya di Rumah Sakit, aku langsung pergi menuju ruangan yang sudah diberitahukan Isnen sebelumnya. Disana sudah ada Papah dan Isnen yang sudah bersiap pulang karena memang sudah datang lebih awal, setelah Papah pulang kini giliran kami yang masuk kedalam ruangan VIP itu.
Di dalam sana sudah ada mertua Rosa dan juga sosok baru yang agak aneh, bajunya serba hitam serta janggut berantakan. Seketika seisi ruangan melihat kearah kami dengan sinis apalagi Rosa yang matanya melotot tak karuan, baru saja kami duduk dan hendak meletakan buah mangga yang kami bawa,Rosa merebutnya dengan paksa dan melemparnya ke pangkuan Dewi.
"Bagus ya kalian, mentang-mentang kemarin ada ribut sama aku berani main dukun sampai hati ngirim santet sama suamiku? Lihat suamiku kecelakaan, Mbah Parjo bilang ini di guna-guna orang bikin suamiku mengantuk saat bawa motor!"
Sontak saja kami kaget bukan main, bagaimana bisa mereka menuduh hal keji seperti itu pada kami? Jangankan main dukun, untuk makan saja kami harus berhemat.
"Astagfirullah Ros, Istigfar kamu percaya yang begituan. Kalo sampai Papah tau kamu percaya hal begitu habis kamu kena omel Papah."
Sambil terus aku beristigfar dalam hati supaya tidak kembali tersulut emosi.
"Halah, orang kalo iri ya begitu Ros ada aja tingkahnya ingin menjatuhkan kita." Rendi menimpali sambil tertawa mengejek, diseberang sana juga aku lihat mertua Rosa melemparkan senyum menghina melihat kami.
"Sudahlah pergi aja sanah! Aku gak butuh kalian tengok, nih bawa mangga nya takut udah di guna-guna. Ambil juga tuh uang totalnya 10 juta, sebagai balas budiku. Tapi lepas ini anggap aja Abang tak kenal aku!!"
Hardik Rosa seraya melempar amplop coklat yang lumayan tebal isinya.
Seketika kulihat Dewi menangis melihat aku yang di hina sedemikian rupa. Bibirnya bergetar seraya terus terisak, segera dia berdiri menghampiri Rosa seraya memegang amplop tersebut dan menyerahkannya kembali pada Rosa.
"Ros, ambilah uangmu itu, InsyaAllah suamiku sudah ikhlas dengan apa yang sudah dia beri sama kamu dulu. Dan jika memang kamu tak mau mengenal kami juga tidak apa-apa, kami permisi Assalamualaikum."
Dewi beranjak pergi dan langsung menggandengku keluar, sayup kudengar suara ejekan mereka dari dalam ruangan. Ingin aku juga menangis meluapkan segala rasa sesak, tapi saat ini Dewi membutuhkanku sebagai penenang jiwanya.
Kami tak langsung pulang ke kontrakan, tapi mampir ke sebuah taman kecil di dekat Rumah Sakit. Kubiarkan dia menangis di pelukan ku, Aisyah yang melihat mamahnya menangis pilu juga mulai menitikan air mata.
"Abang yang ikhlas ya, maafin Dewi yang malah lemah disituasi begini. Dewi hanya sedih Abang di fitnah sekeji ini, Dewi janji gak bakal nangis lagi."
Itulah kalimat pertama yang dia ucapkan setelah tangisnya hilang, biasanya mungkin para wanita akan memaki,menghardik dan sumpah serapah saat diperlakukan tak adil, justru tidak dengan Dewi. Dia masih tetap menguatkan ku , masyaAllah terbuat dari apa hatinya.
"Sudahlah wi, Abang juga sudah ikhlaskan. Cukup sampai disini saja, kalau memang Rosa sudah tak mau menganggap kita saudara ya sudah."
Dewi mengangguk pelan seraya membujuk Aisyah yang masih terisak , dan untuk menghibur hatinya kuajak Dewi ke tukang mie ayam kesukaannya sebelum pulang.
Tak nampak terlihat raut kesedihan saat Dewi dengan lahapnya menyantap makanan favoritnya yang hanya bisa aku belikan paling sering satu Minggu sekali ini, Dewi selalu berusaha menutupi luka nya supaya tak membuatku lebih bersedih.
***********
Satu Minggu setelah kejadian di rumah sakit, Papah dan Isnen berkunjung kerumah kami. Dewi sudah mengingatkanku untuk tidak mengadukan kepada Papah, dia takut menambah beban fikiran Papah dan menganggu kesehatan beliau yang memang sudah sepuh.
Tapi tanpa di duga rupaya mereka sudah tau perihal kejadian tersebut , katanya Rosa sendiri yang menghubungi Isnen untuk mengadukan kami yang menurut dia telah mengirim guna-guna pada Rendi. Entah tertutup apa mata hati Rosa, meski Papah sudah memarahinya karena bisa-bisanya dia percaya ucapan dukun, tetap saja Rosa ngotot kalau dibalik kecelakaan Rendi adalah ulah kami.
Papah dan Isnen bilang akan berusaha terus menasehati Rosa, Papah terpukul bukan main melihat kelakuan Rosa yang makin hari tidak terkontrol. Jika tahu besan nya adalah kelompok orang-orang yang percaya hal musyrik seperti itu, pasti papah akan melarang pernikahan itu terjadi.
"Papah harap kelak kalian rukun lagi kayak dulu, maafkan adikmu ya Man. Papah juga malu sama kelakuannya, tapi cuma bisa berdo'a semoga Rosa di buka kembali hatinya."
Papah dan Isnen tak bisa berlama- lama, hari ini adalah jadwal Papah pengajian rutin di Masjid. Setelah Papah dan Isnen pergi, Mbah Surti tetangga sebelah menghampiri kami.
"Dek, ini lho aku dikasih nasi box dari relawan pas dagang. Ada 2 box nih lebihnya soalnya temanku gak dagang hari ini, kamu makan bareng istrimu ya. Terus ini bude ada rezeki lebih dari anakku yang di Kalimantan, buat jajan Aisyah."
Ucap Mbah Surti seraya menyerahkan 2 box nasi dan 1 lembar uang berwarna merah. MasyaAllah rezeki kembali menghampiri kami, memang Mbah Surti ini paling dekat dengan keluargaku. Dewi pun sudah menganggapnya ibu sendiri, kami selalu berbagi jika masing-masing sedang memiliki rezeki lebih.
Teringat bulan lalu saat Mbah Surti yang tinggal seorang diri sakit, Dewi lah yang mengurusnya dan memberi makan sampai Mbah Surti sehat dan bisa kembali berdagang.
Alhamdulillah Allah limpahkan rezeki kepada keluarga kami melalu kebaikan hati Dewi, banyak rezeki mengalir melalu tindakan dan sifat baik hatinya terhadap sesama.
Semoga engkau limpahkan selalu kesehatan dan umur yang berkah untuk istriku ya Allah, berilah pula hamba kemudahan dalam mencari nafkah untuk membahagiakannya.

Bình Luận Sách (74)

  • avatar
    WiyonoTri

    bagus bnyk pembelajaran tentang hidup

    17/07

      0
  • avatar
    Nurhikmah

    masya Allah, jatuh cinta dengan novel ini, terimakasih sudah menerbitkan novel seindah ini

    14/07

      0
  • avatar
    WijayaFatmawati

    kesabaran dan ketabahan membuahkan hasil

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất