logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 DIKEJAR ORGIL

Suara asing itu kembali terdengar dengan kata-kata yang sama.
Berat, aku mendongkak.
Aku pikir tadi suara Mas Tower atau Mas-Mas oppa ternyata ... Apes!
"Orgilll!" Teriakku sambil berlari, ya ampun itu orgil serem banget.
Kakiku terseok-seok, tanpa aku duga dia ngejar.
Mampoooss!
"Heei ... Tunggu, yuk pulang kerumahku, rumahku ada sepuluh."
Mau sepuluh atau seratuspun aku tidak peduli.
Tuhan, jadikan aku semut rangrang untuk sementara ini saja.
Mimpi apa aku semalam, siang bolong gini bisa-bisanya di kejar orang gila.
Kalau dikejar pangeran berkuda ya fine aja.
Sepertinya aku harus nyebrang jalan, biar tuh orgil terkecoh.
Kalau terus di uber-uber dia, bisaati konyol aku.
Tiiiddddd
Klakson mobil itu membuat aku terkejut.
Ngeblank dong, mendadak gak bisa gerak.
Brakkk
Tubuhku jatuh ke aspal, bahuku terasa nyeri.
Gila aku keserempet tuh mobil.
"Woee, kalau bawa mobil pakai mata dong ... Berhenti!!!" Teriakku.
Tak sia-sia, mobil itu pun berhenti.
Dan tampak seorang bapak-bapak turun dari mobil itu.
Menuju ke arahku.
"Dek, kamu gak apa-apa?!"
"Yuk ... Pulang ke rumahku!" Lagi itu teriakan orang gila tadi.
Eh, buset dah.
"Pak, Om eh apa yak manggilnya ... Tolongin saya dari tadi dikejar-kejar orgil ... Saya takut."
Aku ngumpat ke belakang tubuh orang yang sempat nyerempet aku tadi.
"Tenang, jangan khawatir."
"Tapi orang gila itu bahaya tahu."
Aduh,mana bahuku nyut-nyutan lagi.
Ada-ada aja sih, perasaan hari ini kacau sekali.
"Tuh dia makin deket," kaki udah gemeter ini.
"Yaudah kamu naik mobil saja nanti turun di mana gitu? Oh iya tadi ada yang luka gak ke klinik yak?" Tawarnya.
Mau ikut tapi takut, gimana kalau dia culik yang nyamar jadi bapak-bapak.
Tapi kalau gak ikut nyawaku sedang terancam.
"Jangan takut, saya bertanggung jawabku ... Maaf sudah nyerempet kamu tadi."
"Hmmm ... Yaudah saya terima tawarannya."
Bergegas aku mengikuti orang yang nyenggolku tadi.
"Oh, iya kamu duduk di belakang aja jangan ngikut saya."
"Eh, gitu yak."
Padahal kakiku udah naik satu.
Alhasil turun lagi dan pindah ke belakang.
****
Sepanjang perjalanan menuju klinik aku tak henti-hentinya berdo'a semoga orang yang membawaku ini bukan culik.
Kalau beneran culik, bisa mati aku nanti dia jual aku dan aku di ambil ginjalnya.
Ih, serem.
"Oh, iya perekenalkan saya Erwan ... Nama kamu siapa?" Tanya Si Bapak.
"Emang harus kenalan juga yak?"
"Kalau kamu keberatan tidak apa."
"Nama saya Tata."
"Tata? Tata marica hey hey gitu?"
Dih, kok ngelawak ... Itu Caca bukan Tata kali.
"Di depan ada Klinik ... Kamu berobat sendiri aja yak, saya ada banyak urusan."
"Terus saya pulangnya?"
"Nanti saya kasih ongkosnya."
"Saya baru saja kabur dari tempat kerja apa Bapak ada solusi kemana saya pergi?"
"Lah, kok nanya saya?"
"Kalau bapak tidak nyerempet saya tadi ... Saya tidak akan sampai di sini kan?"
"Kamu kerja apa?"
"Rumah makan Padang."
"Kamu lulusan apa sih, kok kayak masih muda banget gini."
"SMA."
"Sayang lho lulusan SMA, kenapa gak kerja di PT."
"Kerja di mana aja yang penting halal kan."
"Betul, dan saya suka cara berpikir kamu ... Bagaimana jika kamu kerja di rumah saya, ngurus cucu saya yang masih TK ... Kebetulan dia sedang butuh yang antar jembut ke sekolah."
"Tapi saya gak bisa bawa motor,Pak."
"Iya kah? sulit di percaya."
"Karena, di rumah saya gak kebagian motornya,Pak ... Maklum orang gak punya."
"Hmmm, sudah ... Sudah, nanti saya suruh orang buat ajarin kamu ... Itu pun kalau kamu minat kerja."
Kalau aku terima, bagaimana dengan Rumah makan nasi Padang itu dan Kak Rey ... Pasti dia marah atau nyariin aku.
Bagaimana kalau dia ngadu ke Bapak dan Ibu di kampung.
Tapi balik lagi ke sana, aku gak mau.
Aku gak mau tertekan.
"Gimana,Ta?"
"Saya ke klinik dulu aja ... Nanti saya kasih jawabannya, Bapak bisa kan nunggu sebentar lagi."
Kulihat dia mengangguk.
Oh, tuhan aku benar-benar nelangsa ini.
Kabur gak bawa apa-apa, jangankan uang Hp pun lupa aku bawa.
Beruntung aku tidak apa-apa pas di priksa ke Klinik,katanya hanya luka memar saja dan sudah di beri salep pun serta obat-obat lainnya.
Aku kembali ke mobil tadi dengan perasaan gamang.
Aku benar-benar bingung, aku sendirian dan masih sulit menentukan pilihan.
Aku takut.
"Bagaimana,Ta? Sudah di periksanya."
"Sudah ... Alhamdulillah tidak apa-apa, terima kasih Pak sudah Sudi bertanggung jawab jarang-jarang ada orang sebaik bapak."
"Eh, iya sama-sama ... Soal tawaran tadi gimana?"
"Bapak janjikan dan Bapak bisa dipercaya ... Intinya Bapak bukan culik kan?"
"Tata, kamu lucu juga ternyata ... Saya adalah pemilik toko boneka yang cukup terkenal di kota ini. Mungkin kamu pernah mendengarnya, bisa di pastikan saya bukan culik."
"Seratus persen? Kalau gitu saya mau kerja di rumah Bapak ... Dari pada saya jadi gelandangan."
"Nah, hidup jangan putus asa ... Selagi kamu bisa lakukan saja,sesuai kata hati bukan paksaan."
Aku hanya menanggapinya dengan senyuman.
Walau terasa ragu akhirnya aku ikut pulang kerumahnya.
Ya, daripada ikut kerumah orang gila kan.
****
Mobil melaju cukup kencang, di perjalanan kami ngobrol.
Bahkan aku cerita kenapa bisa-bisa aku kabur dari tempat kerja.
"Saya juga suka cara Kakak kamu itu ... Tandanya dia peduli dan sayang sama kamu. Apalagi Tata kan perempuan yang memang harus di jaga."
"Iya, tapi sikapnya selalu berlebihan saya tidak suka di kekang dan diatur-atur."
"Ya sudah nanti kalau kamu sudah dapat nomer Kakak kamu lagi, segera hubungi dia ya ... Jangan bikin dia khawatir."
"Iya,Pak."
"Walau bagaimana pun kasih sayang seorang Kakak terhadap Adiknya itu tiada bandingannya."
Kemudian kamu terhanyut dalam kemesraan, eh fikiran masing-masing maksudnya.
Biasanya jam segini, aku makan ...ngadep ke jalan sama rendang yang sudah Si Uda pilihkan.
Rendang yang paling tipis, Si Uda emang peritungan.
Belum apa-apa kok aku sudah rindu duluan sama Rendang.
Bagaimana nanti, jika aku beneran meninggalkan tempat itu.
****
Dughhh
Tiba-tiba kepalaku terasa terbentur sesuatu.
"Maaf, Ta ... Saya kurang fokus."
"Ini di mana? Saya ketiduran ya Pak."
"Alhamdulillah, ini sudah sampai di depan rumah saya."
Eh, buset ... Ini rumah apa istana?
Megah amat.
Tiangnya aja segede itu, dua tingkat lagi.
Aku gak mimpi kan?
"Saya gak nyasar kan,Pak?"
"Nyasar? Maksudnya ... Kita turun,Ta."
"Eh ... Iya."
Aku kok jadi gugup dibuatnya.
Gak nyangka banget bisa bertemu sama orang kaya begini.
Aduh, gak kebayang nanti pasti aku bakalan makan enak-enak.
Membayangkannya saja aku tidak sanggup.
Tapi ada yang bilang juga katanya orang kaya sarapannya sama roti bakar saja.
Aduh, kalau itu sampai terjadi mending aku kabur lagi aja.
Seorang Tata sarapan sana roti saja? Apa kata cacingku di sana.
Jangankan roti, makan nasi dua piring juga kadang nambah.
Duh, kok gemeter banget ini padahal kakiku belum nginjak itu keramik yang kinclong.
Bahkan kayaknya aku bisa bercermin di sana.
"Ta, kamu kenapa?"
"Eh ... Gak apa-apa."
Bersamaan dengan kakiku yang nginjak keramik ... Saat itu pula kakiku lemas dan membuat aku jatuh.
Brughhh
Aduh, pantatku.
"Astaghfirullah, kamu kenapa ... Tata?!"
"Gak apa,Pak ... Tadi ada gajah lewat."
Aku mencoba memalingkan wajah dari tatapannya.
Malunya parah, sampai ke pantat-pantat ges.
Norak banget Aku jadi manusia.
Bersambung.

Bình Luận Sách (70)

  • avatar
    Iin Raencika

    bagus

    16d

      0
  • avatar
    LaiaDewimanis

    sangat terharu dgn ceritanya🥺🥺😓

    24d

      0
  • avatar
    Sakdiah

    Ceritanya best! tak bosan 💖 Terbaikkkk 👍👍😁

    24/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất