logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

INDIA NYASAR

INDIA NYASAR

Himeby


Chương 1 HAMKO HAMISE CURALLO

Setiap orang pasti akan memiliki kebiasannya masing-masing untuk menghilangkan rasa bosan dan kejenuhan yang tiba-tiba melanda.
Sama hal nya denganku, setiap sepi pelanggan aku selalu bernyanyi lagu-lagu india dengan volume suara bak sound sistem hajatan tetangga.
Tidak perduli suara persis piring pecah.
Yang terpenting hati bahagia dan rasa kebosanan itu lenyap.
Dan hati merasa senang tentunya.
Walau kadang aku kena omel si Uda karena, teralu berisik.
Intinya suaraku mengacaukan suasana baginya.
Ketika kena omel aku berjanji untuk tidak mengulanginya.
Tapi itu hanya kata-kata saja, nyatanya saat Si Uda tak ada aku mulai kambuh.
Ternyat benar, jika sudah kebiasaan memang susah di hilangkan.
Seperti aku yang sudah sekali dilupakan.
Siapa lagi kalau bukan mantan ... Ya, mantan tersayang kan.
Idih, apaan sih.
"HAMKO HAMISE CURALO .... Dil Mein Kahin Tum Chupa Lo ..."
Saat bernyanyi tidak lupa aku iringi dengan ketukan sendok ke meja biar asyik,
Santuy.
Entah hingga berapa lagu aku dendangkan.
Yang pasti aku tersadar kala ada bayangan hitam berdiri tepat di sampingku.
"Eh," ucapku sambil benahi kerudung.
"Suaranya," ujar seseorang Pria berseragam biru telur asin itu, sepertinya ia seorang karyawan PT yang sedang naik daun itu.
"Kayak toa yah?" tanyaku sambil nyengir
"Enggak juga, oh ... Saya mau makan pakai udang tepung, prekedel dan ... udah deh."
Ia menarik kursi lalu duduk menopang dagu.
"Minumnya apa?"
"Apa yah ?"
Satu, dua, tiga detik ia masih mikir.
Hingga satu menit baru menjawab.
"Es teh manis aja deh."
Hufh, sudah kutebak.
Setelah itu aku berlalu, menyiapkan semua pesanannya.
Meski pembeli hanya seorang saja aku sering kerepotan.
Terlagi masih baru beberapa hari kerja di rumah makan begini.
"Udah belom Mbak?"
"Sebentar, Mas," balasku tertahan.
Si Uda benar-benar menyiksa, nyimpan udang di rak paling atas dan itu sangat ketinggian.
Nasib, punya tubuh mungil ya gini.
"Kenapa, Mbk?" tanyanya seraya menghampiri.
"Udangnya ketinggian ini," aku memberi tahu.
"Makannya tubuh itu ke atas," ledeknya sembari mengambil makanan berwarna kuning kejinggaan itu.
Gila ini orang tinggi banget kayak tower, bayangkan aja kepalaku cuma sesikutnya doang, jadi minder.
"Makannya udah kan, aku bikinin minumnya yah," pamitku.
Ia hanya membalasnya dengan anggukan.
Es teh manis ... Es teh manis.
Kurapalkan nama minuman kesukaanku itu.
Hingga sampai di tempat minuman.
"Duh, minumnya apa yah?"
Kebiasaan penyakit lupa suka kambuh, mungkin gegara kelamaan dengerin lagu india. Haha.
"Oh, iya es jeruk."
Secepat kilat aku menyambar jeruk dan pisau kemudian di potong menjadi dua, peras, kasih air, es dan siap.
Itulah cara membuat es jeruk yang baik dan benar.
"Silahkan, mas."
"Kok?"
Wajahnya sedikit terkejut, why?
"Kenapa, ini es jeruk."
"Sejak kapan teh warnanya kuning yah? Ini es teh manis kan?"
Idih, apa-apaan aku ini.
Tepok jidat empat kali.
Berusaha untuk menggantinya tapi ia malah bilang tidak apa-apa.
Yaudah sambil nunggu ia selesai makan, aku duduk syantik lagi sambil dengerin lagu india tapi dengan volume suara semut.
Adem.
"DIL HAI THUMARA."
Suara itu seketika membuat aku melonjak kaget.
Gila, malah ketiduran.
Mana ileran lagi, jijay. Di susut dulu dong sebelum menonggak, kedua netra itu menyipit.
"Ngantuk yah?"
Aku menggeleng.
"Iyalah udah tidur kan tadi."
"Hhh ... Maaf ... Maaf, Mas udah selesai makannya?" tanyaku celingukan melihat meja tempatnya tadi duduk.
"Udah dari 30 menit yang lalu dan kamu tahu? Gara-gara nungguin kamu bangun saya jadi telat masuk kantor, tadi juga ada beberapa pelanggan yang datang, saya pula yang ladenin.
Dapet duit tuh 100 ribu," ucapnya dengan kelancaran suara bak pembawa berita.
"Owalah," lirihku sambil melongo.
"Malah ... Owalah, Owalah ... Ini duitnya."
Ia menyodorkan selembar kertas berwarna merah, aduh malu banget ini,aku emang sering malu-maluin sih.
"Emang tadi tahu harga-harganya berapa?"
"Tahulah, orang saya sering ke makan di sini ... Kamunya aja gak tahu," jawabnya dengan so.
Okelah, okelah.
"Sebelumnya maaf yah, gara-gara aku tidur jadi gini deh."
"Yaudah sih, mau gimana ... Tapi makanan saya tadi gratis yah."
Dih, mana bisa. Tekor bandar dong.
"Bayarlah, mana ada kek gitu."
"Tadikan saya udah bantuin."
"Siapa pula yang nyuruh."
"Yaudah nih, kembalianya ambil aja."
Ia memberiku uang pecahan sepuluh ribu tiga lembar.
"Mana ada kembali, pas ini."
"Hehe, emang," balasnya cekekikikan, seraya berlari menuju motornya.
Beberapa detik kemudian ia celingukan, sepertinya mencari sesuatu yang kini sudah berada dalam genggamanku.
"Ada kunci motor gak?" tanyanya sembari celingukan ke kolong meja.
"Enggak," balasku
"Yang bener?"
"Iya, beneran."
"Kalau bohong kamu bakal jadi jodoh saya," ancamnya sambil tersenyum, eh kok manis.
Otomatis itu kunci aku lempar ke lantai.
"Tuh kan, diumpetin."
Ia memungut benda bergantelan tengkorak itu,serem.
"Iya, maaf deh Mas Tower," ucapku memelas.
Ia mendelik, bibirnya menceng-menceng bak kemoceng.
"Why?" aku mengedikan bahu.
"Tower ... Tower apaan?!"
Oops! Ternyata suara aslinya ngebas-bas gitu gaes.
Padahal tadi pas awal pelan banget.
"Ya ... Ya Tower, ituloh yang tingginya pake banget-banget."
"Dasar India nyasar," cibirnya kemudian berlalu.
Sejak saat itu ia tidak datang lagi, pernah satu hari menunggunya namun sampai tutup ia tidak datang-datang.
Entah ada apa dengannya, mungkin mencari tempat makan yang pelayanannya lebih baik.
So, bukankah gara-gara aku ketiduran dia sampai telat masuk kerja.
Eh, tapi kenapa pula dia nungguin aku yang ketiduran dan kenapa gak pergi aja.
Hingga suatu sore kulihat ia datang dengan seorang wanita berparas cantik, body langsing, muka glowing, pokoknya sempurna.
Hati ini mendadak bergemuruh, rasanya tidak nyaman.
Sampai-sampai gelas berisikan air jatuh ke lantai dengan sia-sia.
"What the?" tanyanya setengah berlari menghampiriku.
Gayanya so nginggris.
"Gak apa-apa," balasku pelan.
"Ris ... Jadi ini tempatnya yang kamu bilang, masakannya enak sejagat raya?" tanya wanita berbaju pink itu.
"Iya," balasnya, sembari membantu memunguti pecahan gelas tadi.
Padahal udah berkali-kali aku larang.
Heran, setiap ia datang pasti sedang tidak ada siapa-siapa.
"Tempatnya lumayan nyaman," ucap Wanita itu sambil lirik kanan dan kiri.
Iya, emang tempat ini nyaman apalagi ada aku yang cantik.
Mas Tower aja bolak-balik terus kok.
"Mau makan pakai apa, Mbak?" tanyaku setelah semua telah selesai dibereskan.
"Nasi ayam bakar aja," balasnya ramah.
"Minumnya?"
"Es jeruk aja."
"Oke tunggu, sebentar yah."
Baru saja balik badan, suara ngebas itu memanggil.
"Eh, india ... Saya gak di tanya gitu? Jahat amat," ketusnya.
"Oh, iya lupa."
Pura-pura tepok jidat, padahal sengaja.
"Mau makan apa?"
"Nasi!"
"Minumnya?"
"Air."
Waduh, marah ternyata dia.
Nasi? Pake apa coba?
Air? Air apa pula?
Kobokan? Aduh, parah.
Bersambung.

Bình Luận Sách (70)

  • avatar
    Iin Raencika

    bagus

    16d

      0
  • avatar
    LaiaDewimanis

    sangat terharu dgn ceritanya🥺🥺😓

    24d

      0
  • avatar
    Sakdiah

    Ceritanya best! tak bosan 💖 Terbaikkkk 👍👍😁

    24/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất