logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 11 Mimpi Buruk

“Kehilangan seseorang yang sangat kita sayangi adalah mimpi buruk yang tidak bisa dipungkiri.”
“Wel, lo pulang aja, biar gue aja yang nyari Adnan.”
“Gue nggak mungkin ninggalin lo Miw, apalagi kondisi lo lagi sedih, gue takut lo ngelakuin hal-hal yang nekat.”
“Besok lo harus ke cafe Wel, lo jangan khawatir sama gue, gue janji sama lo, kalau gue nggak akan ngelakuin hal-hal yang membuat orang-orang khawatir sama gue.”
“Tapi Miw, gue khawatir sama lo.”
“Udah ya, gue pasti baik-baik aja.”
Karena Hilda yang tidak mau ditemani, Silvia terpaksa pulang dan meninggalkan Hilda di taman kota. Silvia tahu bahwa sahabatnya sedang ingin sendiri.
Disaat hilda sedang termenung, dan duduk sendiri di bangku taman musik yang ada di Bandung, hilda melihat Adnan yang juga sedang berada disana. hilda memberanikan dirinya untuk menghampiri Adnan, sebenarnya Hilda mulai ragu untuk menghampiri Adnan, karena Hilda takut Adnan kembali membentaknya dan memarahinya. Bagaimanapun naluri wanita yang dimiliki Hilda tidak bisa di bohongi, bahwa Hilda sangat sakit dan hatinya terasa hancur berkeping-keping ketika Adnan membentak dan memarahinya. Hilda mengumpulkan keberaniannya dan setelah hitungan ke tiga, Hilda mulai berjalan menghampiri Adnan, Hilda berjalan sangat pelan, karena tidak mau Adnan tahu akan kehadirannya. Setelah sampai di samping Adnan, Hilda menarik napas dan memejamkan matanya. Hilda mencoba mengumpulkan kekuatan untuk mengahadapi Adnan.
“Ekkhmm.”
Adnan tidak merespon, bahkan Adnan tidak sadar bahwa Hilda kini sudah berada di sampingnya.
“Adnan,” Seru Hilda pelan
Adnan membalikan tubuhnya dan menatap siapa yang berada di hadapannya. Hilda memejamkan matanya dan bersiap-siap untuk menerima bentakan dan caci maki Adnan. Hilda yang memejamkan matanya kaget, ketika ada tangan kekar yang memeluk tubuhnya dan menggelus punggungnya dengan lembut. Hilda mencoba membuka mata dan berharap bahwa apa yang terjadi bukanlah mimpi ataupun khayalan yang sedang Hilda bayangkan. Saat Hilda membuka matanya dan mencubit tangan kiri dengan tangan kanannya, ternyata benar Adnan memeluknya. Hilda semakin kaget ketika dengan matanya sendiri dia melihat kepala Adnan bersandar pada bahunya dan tangannya memeluknya dengan lembut. Hilda mencoba memastikan apakah ini benar Adnan ataukah orang lain yang ia kira Adnan.
“Adnan?”
Adnan hanya diam dan semakin erat memeluk Hilda, Adnan menangis di bahu Hilda. Hilda merasakan bahwa air mata Adnan jatuh pada sweater yang dipakainya. Namun, beberapa menit kemudian, tangan Adnan lepas dari punggung Hilda, kepala Adnan lunglai dan tubuh Adnan terasa sangat berat. Adnan pingsan dan membuat Hilda sangat panik. Hilda yang lupa tidak membawa Handphone, hanya bisa diam dan membawa tubuh Adnan untuk duduk. Hilda menangis melihat wajah Adnan yang sangat pucat. Hilda mencoba mencari bantuan, namun saat Hilda ingin berdiri, tiba-tiba tangan Hilda di tarik oleh Adnan dan menyebabkan Hilda kaget.
“Jangan pergi, gue butuh lo.”
Hilda mencermati apa yang di ucapkan Adnan, Hilda tidak percaya Adnan berkata seperti itu. Hingga akhirnya Hilda berpikir, bahwa Adnan berbicara seperti itu mungkin karena dia tidak sadarkan diri.
“Hilda, da, gue kangen banget sama lo. Jangan tinggalin gue da, gue mohon. Gue sayang banget sama lo.”
Adnan membuka matanya dan menatap Hilda, Hilda memejamkan matanya lagi karena takut Adnan akan memarahinya, namun ternyata Adnan semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Hilda, lalu berkata,
“Gue sayang sama lo, maafin gue yang udah nggak percaya sama lo. Kita mulai semuanya dari awal lagi.”
“Ini bener kamu Adnan? Aku nggak mimpi kan?”
“Iya sayang ini aku, aku sayang banget sama kamu, aku nggak mau kehilangan kamu.”
“Aku juga nggak mau kehilangan kamu, kamu harus tetep disini sama aku ya, aku janji aku nggak akan pernah pergi ninggalin kamu dalam keadaan apapun itu, karena aku sangat mencintaimu dan menyayangimu. Kamu jangan marah lagi sama aku ya Adnan, aku sakit melihatmu terus marah-marah.”
“Aku nggak marah sama kamu kok, maafin aku ya, aku nggak bakal lakuin itu lagi.”
“Kamu sudah bisa menerima semuanya?”
“Iya, aku tahu bahwa itu adalah takdir Tuhan yang tidak bisa aku tolak ataupun aku pungkiri. Aku akan menjalani semuanya bersamamu. Untuk saat ini kamu baik-baik dulu disini ya, aku pergi dulu.”
Silvia terus menerus memcoba membangunkan Hilda yang pingsan.
“Miw, bangun! Lo jangan buat gue khawatir. Bangun Miw bangun!”
Hilda tak kunjung bangun, Silvia yang panik, langsung menghubungi Arie dan Stefani. Arie dan Stefani menanyakan mengapa Hilda bisa kembali pingsan? Silvia menceritakan kronologis kejadian, Silvia juga sebenarnya bingung, apa yang sudah terjadi , karena tiba-tiba saja Hilda pingsan disaat mencari Adnan. Silvia juga menceritakan bahwa dari tadi Hilda memanggil-manggil nama Adnan. Stefani yang khawatir akan keadaan Hilda langsung membawa Hilda pulang ke penginapan. Sesampainya di penginapan, Stefani langsung menyuruh Arie untuk menggendong Hilda ke kamar. Sesampainya di kamar, Stefani mengusap wajah pucat Hilda, Stefani berniat untuk mengambil obat untuk Hilda, namun disaat itu Stefani mendengar bahwa Hilda mengigau dan memanggil nama Adnan dengan sangat lemas.
“Adnan,”
“Kak, kakak bangun.”
“Adnan, Adnan, jangan pergi, jangan per..gi Adnan.”
Suara Hilda semakin pelan, Stefani yang melihat itu, sangat sedih karena kondisi Hilda kembali drop. Kondisi Hilda sangat memperihatinkan, bibirnya biru pucat, badannya panas dan keringat dingin terus mengucur dari pelipis Hilda. Stefani panik dan segera memanggil Arie juga Silvia yang berada di ruang tamu.
“Kak Arie, kondisi kak Hilda makin parah. Sekarang kak Hilda demam dan demamnya sangat tinggi. Gimana? Gue takut terjadi apa-apa sama kak Hilda.”
“Lo tenang ya, kita hubungi dokter. Lo jangan nangis, Hilda pasti baik-baik aja.”
“Gimana gue bisa tenang kak, kalau kondisi kak Hilda sekarang, sangat memperihatinkan.”
“Iya, gue tahu, tapi mungkin aja, itu hanya karena Hilda terlalu khawatir sama Adnan, karena Adnan pergi dalam kondisi yang belum pulih.”
“Gimana kak Hilda nggak khawatir coba, kalau bang Adnan tiba-tiba hilang dalam kondisinya yang seperti itu. Dan sekarang gue bingung kak, gue harus ngapain, gue juga sangat khawatir akan keadaannya bang Adnan, namun gue juga nggak bisa ninggalin kak Hilda.”
“Lo tenang, gue akan cari Adnan sampai ketemu, kalau gue udah ada info tentang Adnan, nanti gue kabari lo.”
Saat Stefani datang dan mengabarkan bahwa kondisinya Hilda sangat memprihatinkan, Silvia langsung berlari dan menemui Hilda. Silvia tertegun melihat sahabat kesayangannya, yang selalu ceria dan selalu berpura-pura tegar kini terbaring di tempat tidur dengan bibir yang bergetar dan terus mengingau memanggil-manggil nama Adnan.
“Miw, sadar Miw sadar.”
“Miw, gue khawatir banget sama lo, bangun Miw bangun.”
Silvia menggenggam tangan Hilda yang mengeluarkan keringat dingin. Silvia meneteskan air matanya dan beranjak menjauh dari Hilda, Silvia pergi ke dapur dan membawa air kompresan, Silvia mengompres Hilda dan berharap demam Hilda segera turun. Namun sudah beberapa kali di kompres, demam Hilda tidak kunjung turun. Silvia semakin khawatir dan berusaha untuk memanggil dokter, namun belum juga panggilan tersambung, dokter sudah datang bersama Stefani.
Stefani memeluk Silvia yang terlihat sangat sedih, Stefani tahu bahwa Silvi sangat menyayangi Hilda makannya Silvia terlihat sangat tersakiti melihat kondisi Hilda seperti sekarang.
“Jangan khawatir, kak Hilda pasti baik-baik aja,” Ucap Stefani yang berusaha menguatkan Silvia, padahal pada dasarnya dia juga sangat khawatir.
Dokter selesai memeriksa Hilda dan berkata bahwa demam Hilda sangat tinggi, Hilda di anjurkan untuk di bawa ke rumah sakit. Silvia setuju Hilda di bawa ke rumah sakit namun Stefani menolak.
“Kenapa Stef?”
“Kak Hilda paling nggak mau di bawa ke rumah sakit.”
“Tapi kan sekarang Hilda demamnya sangat tinggi dan itu bahaya.”
“Kak Hilda nggak suka obat rumah sakit kak, kak Hilda hanya suka obat herbal.”
“Tapi kan Stef,”
“Udah ya kak, biar aku saja yang merawat kak Hilda, aku akan membuatkannya ramuan penurun demam.”
“Kau yakin hal itu akan berhasil?”
“Aku yakin kak.”
“Darimana kau bisa yakin bahwa obat herbal yang mau kau buat akan menurunkan panas Hilda?”
“Dari keyakinanku bahwa obat herbal ini bisa lebih cepat menurunkan demam kak Hilda.”
Silvia menyerah dan menuruti permintaan Stefani, sebenarnya Silvia juga tahu bahwa Hilda paling tidak suka meminum obat rumah sakit. Namun kali ini Silvia benar-benar khawatir akan keadaan Hilda. Stefani pergi ke dapur dan membuat ramuan jahe merah dengan dicampur gula merah, Stefani tahu akan hal itu, karena dulu saat dia demam, Hilda memberikannya ramuan itu dan tidak berselang lama demamnya turun.
Saat sampai di kamar, Stefani melihat Hilda yang sedang memanggil-manggil Adnan. Stefani segera menghampiri Hilda dan mencoba menyadarkan Hilda, namun Hilda tak kunjung bangun, malah keringat dingin semakin banyak keluar dari sela-sela jari tangannya.
“Kak, kakak bangun.”
“Kita bawa Hilda ke rumah sakit, kita udah nggak bisa biarin kondisi Hilda seperti ini.”
“Tapi kak---.”
“Stefani, lihat kondisi Hilda semakin memburuk, aku takut terjadi apa-apa sama Hilda.”
Stefani mengangguk dan menuruti kemauan Silvia. Stefani dan Silvia membawa Hilda ke rumah sakit menggunakan mobil Silvia. Stefani yang duduk di belakang menemani Hilda, sangat sedih dan beberapa kali menghapus air matanya yang jatuh tanpa disuruh. Hilda tiada henti memanggil-manggil nama Adnan dan kini tubuhnya menggigil. Stefani mencoba mencari sesuatu yang bisa menghangatkan Hilda, namun di dalam mobil Silvia tidak ada apa-apa. stefani baru ingat bahwa dirinya memakai jaket. Stefani langsung melepas jaketnya dan memakaikannya pada Hilda, Stefani memeluk Hilda yang semakin lama semakin menggigil.
“Kak, cepetan kak, tubuh kak Hilda menggigil.”
“Tenang ya Stef, aku juga udah ngebut.”
Stefani terus memeluk Hilda dan mencoba memberi kehangatan pada tubuh Hilda yang kini terlihat sangat kedinginan, saat Stefani menatap Hilda, tetesan air mata Stefani turun membasahi pipi Hilda. Hilda sadar dan berkata,
“Ad..nan, jangan pergi.”
Stefani yang melihat Hilda sadar langsung memeluk Hilda dan berkata,
“Kakak, kakak udah sadar, kakak jangan tidur lagi. Stefani khawatir. Stefani takut kakak kenapa-napa.”
Hilda yang melihat Stefani menangis, mencoba tersenyum dan menguatkan Stefani
“Kakak baik-baik aja, kamu jangan sedih. Jaga diri kamu baik baik ya.”
Tidak lama dari situ, mata Hilda kembali tertutup dan tangannya yang berusaha menggapai pipi Stefani jatuh dan terkulai lemas. Stefani panik dan memanggil-manggil Hilda, namun Hilda tidak kunjung sadar.

Bình Luận Sách (288)

  • avatar
    SuhaeniEni

    cerita nya bagus

    9d

      0
  • avatar
    SalsasabilahSalsa

    seruu bngettt 😭

    23/06

      0
  • avatar
    CmsTuser77

    sangat menarik

    06/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất