logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

JANGKA WAKTU

Kemarahan yang di rasakan Nara tidak kunjung surut sejak kemarin. Bahkan tadi ketika Biru berpapasan dengannya, tidak sedikitpun dia menyapa atau bahkan tersenyum kepada pria itu.
Ucapan dan tuduhan Biru benar-benar menyakiti hatinya, dia tidak terima dengan ucapan Biru yang sangat merendahkannya. Memangnya dia memiliki hubungan apa dengan Danu, hanya sebagai seorang boss dan sekertaris.
Mungkin sebagian orang yang melihat kedekatakan antara mereka akan berpikiran hal yang sama seperti Biru. Dan sebagai seorang anak memang pantas Biru mempertanyakan hal itu sendiri, ada hubungan apa antar keduanya.
Telepon di sebelah tangan Biru berdering, yang menandakan adanya panggilan entah dari siapa. Dengan cepat dia menjawabnya.
“Halo.”
“Ke ruangan Papi sekarang.” Panggilan terputus dan saat itu juga kebingungan menghantui pikiran Biru. Karena terdengar dari intonasi bicaranya, Danu seperti menahan marahnya. Apa Biru melakukan kesalahan?
Meski sangat dekat dengan sang Papi, Biru tetap memiliki rasa hormat kepada Danu terlebih ketika dia marah.
Tanpa berpikir dua kali lagi, Biru langsung keluar dari ruangannya menuju ruangan Danu yang berada di sebelah. Saat dia keluar, Biru melihat di meja sekertaris sementaranya itu ada Andre, kakak sepupunya. Mereka terlihat begitu dekat dan sangat akrab bahkan tidak jarang Nara tersenyum karenanya.
Ada kejengkelan dan ketidak sukaan yang hadir dalma hati Biru, terlebih saat melihat Andre yang menatap wanita itu dengan intens.
“Nah kalau tersenyum beginikan kamu semakin cantik.” Nara tertawa kecil, entah kenapa Andre selalu saja bisa membuat dia terhibur.
“Cih! Gombal murahan!” ketus Biru dan dia berlalu dengan cepat meninggalkan meja aNara yang terletak persis di depan ruangannya.
“Lah. Itu anak kenapa?” tanya Andre kebingungan, dia tidak paham apa yang terjadi dengan adik sepupunya itu yang tiba-tiba datang seperti mengatainya.
Nara mengedikkan pundaknya, tidak akan peduli dengan hal itu. Dia benar-benar membenci Biru.
“O iya Nara.” Andre kembali menatapnya yang masih setia membaca dokumen-dokumen penting itu. Dan mengacuhkan ucapan ketus Biru.
“Hmm.”
“Nanti malam aku ingin mengajakmu makan malam. Bagaimana?” Andre menegakkan tubunya, lalu dia bersandar pada sisi meja kerja Nara. Memperhatikan semua hal yang dilakukan oleh wanita yang berhasil menarik perhatiannya itu.
Nara menghentikan aktivitasnya, lalu mengetukkan beberapa kali bolpoin yang dia pegang tepat di pelipisnya seolah sedang berpikir.
“Maaf Pak Andre, saya tidak bisa.”
“Kenapa Nay? Apa Biru memberimu banyak pekerjaan? Aku akan membantumu.” Ucapan Andre berhasil menciptakan senyum di bibir Nara, pria satu ini benar-benar baik.
“Terimakasih untuk tawaran Bapak, tapi bukan itu masalahnya. Malam ini ada meeting dengan pemilik proyek pembangunan hotel yang di muara.” Andre terdiam sebentar, ya dia ingat proyek hotel yang canangkan menjadi hotel termewah di ibu kota itu.
“Memangnya meeting sampai jam berapa Nay? Harus selama itu?”
“Belum tahu Pak. Berhubung ini klien penting jadi perusahaan memprioritasakan. Dan nanti juga akan ada makan malam bersama dengan pemilik hotel,” ucap Nara yang kembali fokus dengan monitor dihadapannya.
Andre mendesah panjang, sedikit kesal karena tidak bisa makan malam bersama Nara. Tapi tidak masalah karena dia masih memiliki banyak kesempatan untuk mendekati wanita itu.
“Hemm baiklah. Saya harap besok kamu punya waktu Nay.” Andre tersenyum ramah, sangat manis sekali mungkin jika gadis atau wanita lain yang melihat senyum itu akan langsung jatuh hati padanya tapi tidak dengan Nara. Dia merasa biasa saja.
“Ya, semoga saja!” balas Nara dengan dingin dan terus fokus kepada monitor dan pekerjaannya.
Sementara itu Biru merasa benar-benar gugup untuk memasuki ruangan sang papi. Dia merasa ada sesuatu yang salah di sini, tapi dia tadak tahu itu apa. Tapi ketika berangkat ke kantor tadi pagi masih baik-baik saja.
Tok tok tok
Biru mengetuk pintu kaca itu, sangat jelas dia mendengar suara Danu yang mempersilahkan dia untuk masuk ke dalam. Ketika dia masuk, dengan jelas pria itu mendapati sang ayah yang duduk di kursi kebesarannya seperti hendak menantikan kehadirannya.
“Pi,” panggilnya dengan perlahan.
Danu menatap dingin ke arah putranya itu, dia sangat tahu apa yang terjadi kemarin di meja kerja Nara karena Danu memperhatikan semuanya melalui CCTV.
“Duduklah.” Seketika bulu roma Biru mendadak meremang, apa ada yang salah. Tampaknya Danu memendam kemarahan padanya.
“Ada apa Pi?” Biru memasang wajah sebiasa mungkin, seperti biasa dia bertingkah.
“Biru, apa yang kamu lakukan terhadap Nara kemarin?”
Tubuh Xabiru mematung sempurna dan matanya hampir saja melompat keluar mendengar ucapan sang Papi. Memangnya apa yang dia lakukan, dia hanya memberikan pelajaran kepada wanita itu agar tidak mendekati papinya lagi.
“Memangnya apa yang Biru katakan? Tidak ada apa-apa Pi,” jawab Biru sebiasa mungkin, karena memang dia tidak melakukan apapun terhadap wanita itu.
“Jangan bohong Xabiru!” Biru tersentak kaget ketika sang ayah membentaknya, bahkan dia terlonjak hingga mundur beberapa langkah ke belakang.
“Papi tahu apa yang kamu bicarakan pada Nara!” Merasa dirinya tidak bisa mengelak lagi, akhirnya Biru memilih tertawa. Ya dia harus jujur, percuma saja dia berbohong karena pasti Nara yang memberitahunya.
‘Aku tahu wanita pasti mengadu pada papi.’
“Ya baguslah jika Papi sudah tahu. Biru hanya melakukan apa yang pantas dilakukan oleh seorang anak.”
“Apa maksudmu.” Biru tertawa hambar, apa Papinya sedang bersandiwara sekarang? Tapi sayangnya Biru tidak semudah itu di bodohi.
“Biru tahu Papi punya hubungan dengan sekertaris itu! Biru tahu semuanya Pi!” Danu benar-benar bingung sekarang, apa sih maksud anak ini. hubungan apa memangnya yang dimiliki Nara dengannya.
“Biru! Apa maksudmu?!” Emosi Danu tidak terkendali lagi, terlebih ketika Biru membentaknya juga.
“Hahaha. Pi, Pi.” Lagi-lagi Biru tertawa, sandiwara Papinya benar-benar hebat.
“Sehebat apa jalang itu sampai Papi bermain di belakang Mami. Bagaimana jika Mami tahu hal ini Pi?!” Kemarahan Biru berada di puncaknya, dia geram, marah, emosi, semua bercampur aduk. Bahkan tadi malam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak hanya intuk memikirkan hal ini.
Plak! Satau tamparan melayang di wajah mulus pria itu. bahkan bola matanya yang tadi menatap nyalang mendadak sendu sekarang. Dia kebingungan sekaligus tidak menyangka jika Danu bisa melakukan ini sekarang. Apa dia sedang merasa malu karena sudah ketahuan? Tentu saja seperti itu.
“Mulutmu memang benar-benar keterlaluan ya!”
Plak! Kali ini bukan suara tamparan, tapi tumpukan kertas yang jatuh tepat di depan pintu. Kedua orang yang sedang berseteru itu menatap ke arah pintu secara bersamaan, dan mereka benar-benar terkejut melihat Nara berdiri di sana. Terlebih Danu, seketika dia menjadi panik.
Tapi tidak dengan Xabiru, dia malah tersenyum senang karena ucapannya di dengar langsung oleh wanita itu.
“Naraya!” Panggil Danu, ketika dengan cepat Nara memungut berkas-berkas yang berjatuhan di atas lantai lalu mendekati meja Danu untuk menyerahkan berkas-berkas yang baru saja selesai dia periksa.
“Tuan Smith. Ini berkas yang anda minta.”
“Nara.” Wanita itu tersenyum hambar, dia menundukkan kepalanya sedikit lalu menatap Biru bergantian dengan Danu.
“Tidak masalah tuan. Saya sudah kebal dengan ucapan putra anda.”
“Sudah kebal ya? Berarti selama ini bukan hanya saya yang mengatai kamu jalang. Benar-benar-”
“Xabiru diam!” Ucapan Biru terhenti ketika Danu memekik dengan keras dihadapannya, bahkan Nara sampai terkejut mendengarnya. Putranya ini memang benar-benar keterlaluan.
Dia kembali menatap Nara yang masih menunjukkan senyum hampanya. Sangat kasihan kepada wanita itu.
“Saya permisi tuan Smith.” Nara kembali menunduk lalu dia segera pergi dari ruangan itu.
Danu berdecak kesal sambil berkacak pinggang dia memijit keningnya, pasti nanti dia yang akan menjadi sasaran kemarahan istrinya.
“Setelah meeting nanti temui Papi di rumah. Mulutmu benar-benar harus dihajar karena sudah sangat lancang.” Usai memperingatkan dan memberi pesan kepada putranya, Danu memilih untuk mengejar Nara. Dia pasti akan sangat sedih karena ini.
Sementara Biru, dia tampak tidak peduli dengan wanita itu. Yang dia pedulikan sekarang hanyalah keutuhan keluarganya, jangan sampai hanya karena sekertaris itu rumah tangga Papi dan Maminya akan rusak.
Nara meneguk air minum yang di sodorkan oleh Danu kepadanya. Sekarang mereka sedang berada di kantin. Tidak sedikit yang memberikan pandangan aneh kepada mereka, terlebih Nara yang tampaknya sedang menahan tangisnya.
Ucapan Biru itu benar-benar melukai dia, apa benar dia seperti yang di ucapkannya? Tapi rasanya, Nara tidak pernah melakukan sesuatu yang melampaui batas. Dia hanya sebagai pekerja di perusahaan besar ini. tapi kenapa semenjak kedatangan Biru, semuanya terasa runyam dan semakin pelik.
“Naraya, atas nama Xabiru saya minta maaf.”
“Tidak perlu meminta maaf tuan Smith. Anda tidak salah, dan putra anda juga tidak salah. Sebagai seorang sekertaris, memang sewajarnya tuduhan-tuduhan miring melekat pada saya. Jadi ini bukan salah anda.” Nara mencoba menarik kedua ujung bibirnya untuk tersenyum, tapi rasanya sangat sulit.
“Tidak Naraya. Biru benar-benar sudah keterlaluan dan saya akan memberikannya pelajaran.”
“Terimakasih untuk pembelaan anda tuan. Tapi bisakah saya meminta satu hal?”
“Apa itu?”
“Kembalikan saya ke posisi semula. Biarkan saya bekerja di bagian keuangan. Mungkin dengan begitu saya akan merasa lebih nyaman.”
“Naraya, jangan seperti ini. Saya masih membutuhkan orang pintar dan bijaksana seperti kamu. Perusahaan ini sangat membutuhkan ide-ide brilian kamu. Mengenai Biru, tolong pahami dia. Anak itu tampaknya belum paham dengan yang dia hadapi sekarang, dia terlalu dimanjakan sehingga berbuat semena-mena dan bahkan berbicara tanpa memikirkan ucapannya terlebih dahulu. Saya minta bantuan kamu sebentar lagi saja, setelah Biru mendapatkan sekertaris yang baru. Kamu akan saya pindahkan ke divisi lain.”
Mendengar ucapan panjang lebar bossnya itu, Nara sedikit menimbang. Ya mungkin dia juga harus membantu pihak recruitment untuk mencari kandidat yang tepat. Agar dia bisa lepas dan tidak melihat wajah menyebalkan Xabiru lagi.
“Baiklah. Saya akan bersabar sedikit lagi saja. Satu bulan. Permisi tuan Smith.” Nara beranjak dari kursinya, dia menunduk sedikit dan setelah itu pergi meninggalkan Danu dengan rasa hormat yang tidak berkurang.
Danu menarik nafasnya dengan lega, apa jadinya perusahaan ini jika kehilangan pekerja hebat seperti Nara. Karena perkembangan perusahaan ini meroket dalam waktu lima tahun, semua itu karena Nara yang berada di baliknya. Dia tidak akan mau kehilangan orang hebat sepertinya.
***

Bình Luận Sách (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất