logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

SECRETARY BOSSY

“Selamat pagi Pak.”
Nara menunduk sopan ketika Biru melewati mejanya, tapi pria itu berlalu begitu saja tanpa menjawab salam dari Nara bahkan langsung menutup pintu ruangannya dengan cepat. Bayang-bayang tadi malam masih teringat jelas di kepalanya.
Wanita itu bergegas mengambil agenda kerjanya dan mengetuk pintu. Tapi tidak ada jawaban dari dalam meskipun dia sudah mengetuk beberapa kali. Akhirnya Nara memilih untuk langsung membuka pintu ruangan Biru dan melangkah lebar menuju meja kerja bosnya itu.
Biru terkejut saat dia mendapati sosok dihadapannya karena tadi pikirannya benar-benar berkelana entah kemana memikirkan apa yang akan dia lakukan terhadap Nara jika sampai dugaannya tadi malam terbukti. Jika sekertaris seksi ini bermain serong dengan Danu di belakangnya.
“Apa kau tidak di ajarkan sopan santun! Saya tidak memberimu ijin untuk masuk!” Pria itu menatap Nara dengan tajam dan suaranya sangat ketus.
“Mungkin anda terlalu sibuk sampai tidak mendengar ketukan pintu Pak. Dan saya tidak butuh ijin anda untuk masuk ke dalam ruangan ini, karena tuan Danu memberi saya wewenang penuh.” Biru menarik nafasnya dengan kasar, tidak salah lagi. Pasti wanita ini memiliki hubungan spesial dengan Papinya.
Lihat. Betapa lancangnya dia berbicara kepada CEO perusahaan SCC, apa dia lupa sedang berhadapan dengan siapa? Apa Biru perlu mengingatkan akan posisinya, di sini?
Ketika Biru ingin menjawab ucapan Nara, mulutnya kembali mengatup rapat karena wanita itu lebih dulu mengeluarkan suaranya.
“Saya hanya ingin memperingatkan anda, bahwa anda ada jadwal meeting dengan kepala bagian dari setiap divisi sepuluh menit lagi.” Nara meletakkan beberapa kertas sebagai bahan meeting yang akan digunakan oleh Biru nantinya persis dihadapan pria itu. Bahkan dia tidak menoleh sedikitpun menatap wajah sanga boss yang kini berwajah merah padam.
“Kau sang-”
“Five more minutes, sir!” Dan kali ini Nara mendongak menatap wajah Biru yang sudah semakin geram dan kesal dengan sikapnya.
“Ini materi meetingnya dan saya tunggu di ruang meeting sekarang. Saya permisi Pak Ray Smith.” Nara melenggang pergi meninggalkan Biru yang tampaknya kehilangan kata-kata untuk menjawab ucapannya.
“Ka-” Belum sempat dia mengucapkan perkataannya, pintu sudah terlebih dahulu tertutup dengan rapat, “akh! Sial!” pekik pria itu dengan kesal. Mimpi apa dia bisa memiliki sekertaris sementara seperti wanita itu. Mungkin dalam waktu beberapa hari lagi Biru benar-benar akan frustasi menghadapi sifat Nara.
**
Nara mencatat setiap poin penting yang di bincangkan selama rapat. Dirinya terlalu fokus sehingga tidak menyadari jika sejak tadi Xabiru sedang memperhatikan setiap gerak-geriknya bahkan ketika dia meneguk salivanya, Biru mengikutinya.
Dia kesal pada wanita itu tapi tidak bisa di pungkiri jika dia juga menyukainya. Biru tidak habis pikir bagaimana bisa wanita ini bekerja selama empat tahun sebagai sekertaris Papinya, baru saja sehari berada di dekat Nara, dia sudah merasa seperti anak gunung Krakatau yang sedang erupsi, siap untuk menumpah larva panasnya. Bagaimana mungkin Danu bisa mengatakan jika wanita ini adalah pekerja terbaiknya.
‘Tentu saja bisa. Pasti dia memiliki hubungan khusus dengan Papi.’
“Pasti!”
Semua orang yang berada di ruangan meeting mendadak kaget karena mendengar pekikan CEO baru mereka. Apa yang pasti? Mereka sedang tidak membicaraka kata-kata yang berhubungan dengan kata pasti.
“Ada yang ingin Bapak sampaikan?” tanya Nara yang juga sama bingungnya dengan yang lain.
Menyadari kesalahannya, Biru mendadak canggung. Bodoh. Boss macam apa dia ini, bukannya fokus dengan materi rapat dia malah sibuk memandangi wanita yang berdiri dihadapannya.
‘Kau benar-benar sudah gila Biru.’
Biru menggaruk ujung hidungnya, seolah sedang memikirkan sesuatu yang dia sendiri pun tidak tahu. Semua slot otaknya dia gunakan untuk memikirkan sikap kurang ajar Nara dan tidak ada ruang memikirkan masalah meeting kali ini.
“Ah. Tidak ada. Saya rasa cukup sekian, kalian semua bisa kembali bekerja.” Biru memutuskan mengakhiri rapat yang dia sendiri tidak tahu apa hasilnya, otaknya mendadak ngeblank ketika berdekatan dengan Nara, wanita cantik dengan rambut di bawah pundak dan wajah dingin nan jutek itu membuat kesan tersendiri baginya. Satu kata, seksi.
Nara sendiri tersenyum miring, dia tahu pria itu tidak menyimak apapun. Itu sebabnya dia mencatat semua agar nanti bisa di baca oleh Biru.
“Terimakasih atas waktu anda tuan Smith.” Orang-orang yang menghadiri rapat berdiri dan membungkukkan badan dengan hormat dan hanya dibalas dengan deheman oleh Biru.
Setelah ruang rapat itu kosong dan menyisakan Biru bersama Nara yang tampak fokus mengemasi berkas-berkasnya, kali ini pekerjaannya memang benar-benar berkali-kali lipat.
“Apalagi agenda saya hari ini.” Biru bangkit dari kursinya, dia menatap Nara yang tampaknya masih sibuk dengan kertas-kertas berwarna putih itu bahkan tidak memperhatikan atasannya sedang berbicara.
‘Benar-benar sekertaris tidak tahu di untung.’ Makinya dalam hati.
“Tidak ada Pak. Anda hanya perlu mempelajari ulang hasil rapat hari ini.” Nara meraih buku catatannya tadi dan meletakkannya di tepat dihadapan Biru. Dia menatap dingin bossnya yang bermata biru itu, “saya tahu anda tidak menyimak meeting hari ini.” Nara tersenyum tipis saat melihat Biru yang tampak terkejut.
“Lain kali, saya sarankan anda fokus dengan rapat. Karena itu jauh lebih penting di banding memperhatikan lekuk tubuh wanita yang berdiri dihadapan anda.”
Skakmat. Biru seperti tertembak senjata tajam tepat di pusat kepalanya. Sial, dia benar-benar malu karena ketahuan memandangi Nara diam-diam.
‘Mati gue.’
“Well in case, if you need something. Anda tahu harus menghubungi siapa.” Nara mengambil berkas-berkasnya yang sudah rapi dan mendekapnya di depan dada, dan hal itu spontan membuat mata Biru terarah ke sana. Matanya hampir saja melompat melihat kancing kemeja putih Nara hampir terlepas.
Glek! Biru meneguk salivanya dengan susah payah, ‘sial! Pemandangan macam apa ini.’
Plok! Plok! Plok!
Nara menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Biru yang masih fokus memandanginya.
“Bekerjalah dengan baik Bapak Ray Smith. Karena saya tidak ingin repot-repot mengurus jika anda menciptakan masalah anda sendiri. Permisi.” Nara berlalu begitu saja, meninggalkan Biru yang melongo dengan mulut sedikit terbuka.
Sial! Kenapa wanita itu selalu berhasil membuat dia bungkam.
**
Brak! Biru mendorong pintu ruangan Danu dengan kasar, hingga pria paruh baya itu terkejut. Sampai-sampai ponsel yang dia pegang terpental di atas meja.
"Papi! You must be kidding me right?"
"Astaga! Biru. Kamu mengagetkan Papi. Bisa mengetuk pintu terlebih dahulu kan," ucap Danu dengan sangat santai, lalu dia kembali fokus pada ponselnya.
"Ck! Sekertaris Papi yang mengajari Biru seperti ini." Biru mengacak rambutnya dengan frustasi, dia hampir gila memikirkan sikap lancang Nara terhadapnya. Mendengar jika ucapan Biru ada sangkut pautnya dengan Nara, Danu mengangkat dagunya sebentar lalu menatap putranya yang tampak tertekan itu.
"Nara? Ada apa dengannya? Dia hebatkan? Dia memang wanita tangguh yang serba bisa." Dia kembali fokus pada ponselnya.
Biru tertawa mengejek. Hebat? Ya, Nara hebat dalam membuat dia frustasi, dia juga serba bisa karena selalu saja mempunyai jawaban yang tidak bisa di balas oleh Biru.
"Hebat apanya. Dia membuatku gila Pi." Biru memekik keras tapi sayangnya sang Papi tetap fokus pada layar ponselnya.
Sehari bekerja dengan Nara membuat kepala Biru hampir pecah.
"Gila? Jangan dong."
Biru mengernyit bingung, kenapa tampaknya sang Papi terlihat santai dengan masalahnya dan malah lebih memilih ponselnya itu. Ada apa di balik ponsel itu. Biru berdecak kesal, dia melangkah mendekati Danu. Dan, dia menyesal telah curhat pada Papinya karena lebih fokus memilih bermain game.
"Pi!" pekik Biru dengan sangat keras.
"What?" jawab Danu dengan santai dan terkesan acuh. Tampaknya dia jauh lebih fokus pada game Cooking Mama yang dia mainkan.
"Akh! Tau ah!" Merasa kesal karena di abaikan, Biru memilih untuk meninggalkan Papinya. Dia membanting pintu dengan keras, tidak peduli jika pintu itu akan rusak yang penting kemarahannya terlampiaskan sekarang.
"Yah nyawanya habis," ucap Danu yang berbicara sendiri, "Bi ada apa?" Dia menatap ke depan dan tidak mendapati siapa-siapa di sana, "Eh dia kemana." Akhirnya Danu mengedikkan bahunya tanda tidak peduli, dia kembali memainkan ponselnya dengan game yang lain.
***

Bình Luận Sách (314)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    ElizaNova

    bgus baget

    7h

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất