logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

PERTEMUAN TIDAK TERDUGA

Seperti biasa, Nara mengembalikan ekspresinya. Dia berlaku seolah tidak ada apa-apa antara dia dan Biru. Tapi tampaknya Biru tidak bisa bersandiwara seperti wanita itu, buktinya sekarang dia hanya terdiam menatap lurus ke depan meski mereka berada dalam satu mobil menuju hotel yang akan mempertemukan mereka dengan klien besarnya ini.
“Berikan agenda meeting itu padaku.” Biru mengulurkan tangannya kepada Nara tanpa berniat menatap ke arahnya. Dengan cepat Nara mengambil sebuah agenda yang dia simpan di dalam tasnya lalu memberikannya kepada pria itu.
“Ini Pak.”
Biru merampasnya dengan asal, tapi Nara mencoba untuk biasa saja. dalam hati ingin sekali dia mencakar wajah pria ini dan memakinya sekeras mungkin, tapi sayangnya dia tidak mau memulai masalah lagi dengannya. Dia harus bersabar sampai sekertaris yang tepat untuk bossnya itu di temukan.
“Chrisyan Amirestu,” gumam Biru dengan pelan saat dia menyadari nama orang yang akan dia temui nanti. Tapi Nara tampaknya biasa saja, dia sudah tahu siapa nama klien mereka tapi dia berharap dalam hati semoga bukan orang itu.
Kalau pun benar orang yang di maksud adalah orang yang menghancurkan hidupnya, Nara harus tetap bersikap profesional. Dia sangat yakin jika orang-orang dari masa lalunya melihat dia sekarang, pasti tidak akan mengenalinya. Perubahan dalam dirinya yang besar, terlebih postur tubuh yang lebih indah dari sebelumnya, Nara tidak lagi memakai kacamata seperti pada saat lima tahun lalu.
‘Tetaplah tenang Nara.’ Dia menarik nafasnya dengan kasar dan panjang, sehingga Biru yang duduk di sampingnya melirik dia sekilas.
‘Sial! Bibir itu benar-benar menggoda.’
Tidak dapat di pungkiri jika Biru menyukai sekertaris Papinya itu, tapi dia juga membenci karena tuduhan yang dia berikan sampai sekarang masih sama. Andai Nara dekat dengannya seperti pada Danu, jujur Biru tidak akan melepaskannya. Tapi wanita ini, kenapa malah menyukai orang yang lebih tua.
Mobil itu berhenti tepat di depan hotel mewah di kawasan Jakarta Selatan, dengan cepat Nara keluar dari dalam mobil kemudian di susul oleh supir yang membawa mereka. Untuk membukakan pintu kepada tuannya.
“Silahkan tuan.” Biru hanya menganggukkan kepalanya, lalu dia mengancingkan jas hitam yang melekat sempurna di tubuh atletisnya.
Xabiru menatap hotel mewah itu, dia sudah tidak sabar untuk bertemu pria bernama Chrisyan Amirestu itu. lalu dia berjalan selangkah dan berhenti tepat di samping Nara.
“Bawa.” Dia memberikan agenda meeting itu tapi belum sempat Nara meraihnya, Biru sudah melepaskan tangannya terlebih dahulu hingga buku itu jatuh di atas lantai begitu saja.
Pria itu meninggalkan Nara tanpa berkata sesuatu, seperti meminta maaf misalnya. Dia mengacuhkan seolah tidak peduli apa yang terjadi di belakang.
Nara, menarik nafasnya dengan kasar. Tidak ada kata lain selain kata sabar yang dia rapalkan dalam hati. Hanya untuk sementara, pikirnya. Dia menatap buku agenda yang tergeletak di atas lantai, bagaimana caranya mengambil buku itu sementara dia mengenakan rok sekarang. Tidak mungkin dia memungutnya, mengingat banyak orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Bisa-bisa dia menjadi tontonan orang banyak nanti.
Tiba-tiba sebuah tangan memungut buku itu, lalu memberikannya kepada Nara.
“Ini buku anda nona.”
Pandangan Nara mengikuti gerakan pria yang sudah menegakkan tubuhnya tepat di depan, dan saat itu juga kaki Nara melemas melihat wajah orang itu. tapi itu hanya sesaat, dia mengembalikan wajahnya seperti semula. Terlihat dingin dan acuh.
“Terimakasih tuan.” Nara menerima buku itu lalu segera pergi meninggalkan lobby hotel untuk menyusul Biru yang entah kemana perginya.
Pria itu terpaku sebentar, membayangkan sesuatu dalam pikirannya. Keningnya sedikit mengernyit seolah berusaha mengingat hal yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.
“Tidak mungkin,” gumamnya sambil terus menatap punggung Nara yang berjalan menjauh meninggalkannya, “tapi-” dia menggantungkan ucapannya lalu menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran aneh yang belakang ini menghantui hidupnya.
Di dalam sebuah ruangan private meeting, semuanya sudah tertata rapi. Dan di sana Biru dan Nara sudah menunggu kedatangan klien penting mereka. Selama beberapa menit di dalam sini, tidak sekalipun kedua manusia itu berbincang atau sekedar basa-basi. Keduanya sama-sama diam persis seperti orang yang tidak saling kenal.
Hingga ketukan dari pintu membuat keduanya menatap ke objek yang sama secara serentak. Mereka berdiri ketika pintu itu terbuka lebar dan menampilkan satu sosok pria tampan yang sedang tersenyum ke arah mereka.
“What’s up bro!” Suara berat Biru menyapa begitu lantang, dengan cepat pria itu menghampirinya dan saling beradu tangan lalu berpelukan sebentar sambil menepuk pundak masing-masing selama beberapa detik.
“Astaga. Xabiru! Aku tidak menyangka kita bisa menjadi partner bisnis seperti ini Dude.” Balas pria itu tak kalah semangatnya, beberapa detik mereka saling memandang lalu kembali berpelukan.
Terlalu senang bertemu dengan sahabat lama, sampai mereka mengabaikan Nara dan asisten pria itu yang sejak tadi memandangi mereka berdua.
“Apa kau masih seberengsek dulu?”
“Sial! Diamlah bajingan!” geram Biru tertahan dan sialnya, pria itu malah tergelak senang.
“Ekhm. Maaf mengganggu nostalgia bahagia kalian tuan-tuan. tapi sepertinya meeting harus segera di mulai.” Suara Nara menginterupsi, sehingga membuat keduanya menatap wanita itu secara bersamaan dan dia membalasnya dengan senyum tipis yang enggan untuk di berikan.
“Siapa?” tanya pria itu sambil tersenyum ke arah Nara, dia pria yang mengambilkan buku Nara tadi.
“Sekertaris.” Biru menatap dingin pada Nara, tapi dia tetap mengabaikannya, “sementara.” Sambungnya lagi.
“Oke sebaiknya meeting kita mulai sekarang.” Kali ini Xabiru yang berbicara dia menarik kursi sehingga membuyarkan lamunan sahabatnya itu yang masih menatap Nara dengan seksama.
“Tuan Chrisyan Amirestu. Silahkan duduk.” Lagi-lagi Chris tersentak kaget, saat Nara memanggil namanya dengan sangat jelas. Kemudian dia mengangguk dan menarik kursi yang berada di seberang Biru.
Satu jam berlalu, private meeting antara mereka berempat sudah selesai dan dengan keputusan yang di sepakati oleh kedua belah pihak. Nara membereskan barang-barangnya sementara Biru dan Chris tampak sedang mengobrol hal seputar persahabatan mereka yang sempat lost communication.
“Ah aku tidak menyangka kita bisa menjadi teman bisnis seperti ini. Omong-omong kau semakin tampan saja Dude.” Chris tergelak ketika Biru melayangkan sebuah bolpoin ke arahnya. Teman lamanya ini selalu bisa menyenangkan hatinya.
“Ketampananku tidak akan pernah luntur meski langit menyentuh bumi. Kau tahu itu.” Biru tertawa sinis, seolah membanggakan dirinya yang memang selalu dipuja-puji wanita.
“Ya aku tahu itu. Dan kau masih tetap sama, selalu menyombongkan diri dengan ketampanan sialanmu itu.”
Tiba-tiba pandangan Chris tertuju pada Nara yang ternyata sudah selesai dengan pekerjaannya, entah kenapa dia merasa tidak asing dengan wanita bertubuh seksi itu. Kemeja putih yang memang benar-benar pas di tubuhnya dan lihat bagian depan yang seolah memberontak keluar itu akan membuat semua pria manapun meneguk saliva mereka.
Xabiru kebingungan saat teman lamanya itu berdiri meninggalkan meja tempat mereka berbincang, pandangannya terus mengikuti arah langkah Chrisyan yang berniat menghampiri Nara dengan segudang berkas yang hendak dia rapikan.
Ada rasa jengkel di wajah Biru, kenapa sih semua pria selalu mendekati dia dan yang paling gilanya semua orang terdekatnya. Papi, Andre dan sekarang Chris. Sepertinya dia harus mencari cara untuk menyingkirkan wanita itu nanti.
“Hai nona, butuh bantuan?” Chris berdiri di samping Nara, entah kenapa dia merasa sangat kenal dengan wanita yang sejak tadi memberikan ekspresi acuh pada setiap orang.
Nara menatap pria itu sekilas, lalu tersenyum, senyum yang tampak dipaksakan. Lalu kembali fokus dengan berkas-berkasnya.
“Tidak perlu. Saya bisa sendiri.”
“Saya seperti kenal suara kamu.” Nara tidak menanggapi, dalam hati ingin sekali rasanya dia menampar pria yang masih saja memandanginya itu. Bila perlu membunuhnya.
Tapi tidak, Nara sudah berusaha melupakan semuanya meski memang tidak akan bisa. Setidaknya untuk saat ini dia punya tujuan hidup, membahagiakan putri semata wayangnya. Dia tidak ingin menangisi masa lalu yang sangat suram itu. Dia ingin hidup tenang, tapi entah kenapa takdir membawa mereka kembali bertemu.
“Oh.” Jawabnya dengan acuh, tolonglah biarkan Nara hidup dengan tenang.
“Saya boleh tahu nama anda nona? Boleh berkenalan?”
Jengah dengan semua kata yang keluar dari mulut Chris, Nara menarik nafasnya dengan kasar. Dia mengambil susunan berkas-berkas penting itu dan mendekapnya di depan dada.
“Saya khawatir, nama saya tidak baik untuk kesehatan jantung anda tuan. Jadi permisi.” Dengan wajah dinginnya Nara berlalu, melangkah keluar meninggalkan ruangan terkutuk itu. Dia tidak menyangka harus bertemu pria bajingan itu di sini.
Chris terpaku, dia menatap punggung Nara yang sudah menjauh. Benarkah dia wanita yang dia cari selama ini? tapi kenapa terlihat berbeda, setahu dia Nay-nya tidak sedingin dan seseksi itu.
Sementara Xabiru sudah menahan tawanya, sok-sokan mendekati Nara. Chris belum tahu rupanya bagaimana rasa bekerja dengan wanita itu. Sudah cuek, dingin dan mulutnya juga pedas. Dan jika Chris merasakanya, Biru yakin dia lebih memilih untuk mencekik dirinya sendiri.
***

Bình Luận Sách (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất